Lindungi Anak dari Pornografi

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Surat Pembaca Pontianak Post, Jum'at 30 Januari 2009

Memang tak bisa kita mungkiri jika perkembangan industri pornografi di negeri ini begitu pesat. Hampir setiap saat dijumpai tayangan-tayangan yang melakukan pengeksploitasian secara seksual. Pada titik ini, anak-anak kita ternyata belum mendapatkan perlindungan maksimal dari lingkungan sekitar. Anak-anak kita belum sepenuhnya bebas dari bahaya pornografi. Dari berbagai penelitian terkait media dan komunikasi publik, tayangan dan tontonan yang terus-menerus disaksikan dapat mempengaruhi pola pikir dan perilaku.

Maka, tak ada jalan lain kecuali kesadaran segenap pihak untuk melindungi anak-anak dari bahaya pornografi dan seks yang diumbar bebas. Orangtua perlu memantau perkembangan anak-anaknya dan menaruh perhatian seksama. Ada tanggung jawab orang tua yang tidak boleh dilalaikan untuk mendidik anak-anaknya agar mengetahui mana perilaku yang benar dan mana perilaku yang salah, mana perilaku yang susila dan mana yang asusila. Mengontrol tontonan layar kaca yang disaksikan anak juga perlu dilakukan. Tak sekadar itu, orang tua semestinya juga memberikan pemahaman terhadap anak, menjelaskan kepada anak setiap apa yang ditonton di layar kaca. Kasih sayang dan perhatian orang tua terhadap anak yang proporsional menjadi sebuah keniscayaan untuk mencegah anak dari perilaku menyimpang.
Di lain pihak, industri komunikasi dan media perlu segera sadar bahwa fungsi pers tidak sekadar mencari laba semata, tapi ada juga fungsi pendidikan dalam siaran dan penayangannya. Industri pers harus menyadari perannya untuk turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa, mencerahkan pikiran dan perilaku anak-anak bangsa sebagai generasi masa depan. Tegasnya, kepedulian segenap pihak untuk melindungi anak dari terpaan pornografi perlu segera dilakukan. Pihak sekolah perlu menanamkan nilai-nilai moral dan kesusilaan terhadap peserta didik. Pendidikan agama yang diberikan di sekolah harapannya bisa menyentuh kesadaran peserta didik sehingga memiliki perilaku mulia dan cerdas dalam memfilter arus budaya yang tidak positif. Piranti moral perlu dimiliki anak sehingga dapat membedakan mana yang positif dan mana yang negatif.
Kini sudah saatnya kita melindungi anak-anak sebagai generasi masa depan bangsa dari pengaruh buruk pornografi. Tanggung jawab melindungi anak-anak berada di pundak orang tua, sekolah, masyarakat, pemerintah, dan institusi-institusi nonpemerintah yang memang peduli bahwa baik buruknya Indonesia ke depan ditentukan oleh generasi masa kini. Kita tentu saja tak ingin menyaksikan anak-anak kecil lebih suka gambar dan tayangan porno ketimbang melahap buku bacaan. Kita tak ingin anak-anak sekolah lupa menuntut ilmu dan memperkaya wawasan pengetahuan karena terlalu nyamannya berhubungan bebas antarlawan jenis. Kita tak ingin melihat ada anak-anak kita “porno-pornoan” di sembarang tempat dan di tempat-tempat gelap. Wallahu a’lam.
Hendra Sugiantoro
Aktivis Profetik Student Center
Universitas Negeri Yogyakarta

Perjuangan tanpa Israel di Tanah Palestina

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Suara Pembaca Era Muslim, Jum'at 30 Januari 2009

Israel menghentikan serangannya di Jalur Gaza Palestina (Minggu, 18/1) lalu. Gencatan senjata sepihak dilakukan Israel saat mendekati hari pelantikan Presiden AS Barack Obama (Selasa, 20/1). Apa yang dilakukan Israel dengan mengumumkan gencatan senjata sepihak jelas wajar sebagai bentuk penghormatan terhadap sekutunya.
Sekitar 12 jam sejak pengumuman gencatan senjata sepihak oleh Israel, Hamas yang membaca situasi turut juga mengumumkan gencatan senjata. Lebih tegas lagi, Hamas mengajukan syarat agar pasukan militer Israel hengkang dari wilayah Jalur Gaza Palestina dengan batas waktu sepekan sejak gencatan senjata diumumkan. Apa yang dilakukan Hamas itu merupakan kecerdasan sekaligus menunjukkan kewibawaan dalam peperangan.

Dilihat sepintas, gencatan senjata yang diumumkan kedua belah pihak belum menandakan peperangan akan berakhir. Dengan kata lain, Israel masih dimungkinkan menyerang Jalur Gaza Palestina dan Hamas akan berjuang menjaga Jalur Gaza dari ancaman perang Israel. Asumsi peperangan belum akan berakhir tentu saja bisa dipahami karena gencatan senjata dalam perang tidak identik dengan penghentian perang secara permanen. Gencatan senjata hanyalah penghentian perang secara sementara dan sewaktu-waktu bisa timbul lagi akibat ”letupan” berbagai faktor penyebab perang.
Pun, pengalaman telah menjelaskan fakta tak usainya nafsu perang Israel. Siapa pun boleh saja mengapresiasi positif gencatan senjata di Jalur Gaza Palestina, namun Israel tetaplah Israel yang memiliki tujuan ”menghabisi” Palestina. Jika saat ini digelar pertemuan-pertemuan untuk menciptakan perdamaian, itupun hanya agenda yang cenderung memboroskan biaya. Tak ada hasil positif dari pertemuan-pertemuan selama ini yang katanya ingin menyelesaikan konflik Israel-Palestina. Tabiat Israel pun tampak benderang sebagai negeri palsu yang suka melakukan pengkhianatan dan pelanggaran tidak hanya pada perjanjian-perjanjian, tapi juga norma-norma internasional.
Dalam hal ini, kita patut menyayangkan pertemuan-pertemuan yang biasa digelar untuk menyelesaikan permasalahan Palestina. Tak ada solusi yang benar-benar ingin menuntaskan permasalahan Palestina. Sebagaimana dikatakan di atas, pertemuan-pertemuan selama ini cenderung sekadar menghabiskan biaya tanpa hasil signifikan. Padahal jelas, solusi atas Palestina adalah melenyapkan Israel dari tanah Palestina atau bahasa halusnya meminta Israel meninggalkan negeri yang dijajahnya selama ini. Namun, solusi itu tak pernah dikemukakan dan tidak menjadi gagasan rasional para pimpinan yang menghadiri berbagai pertemuan.
Tentu saja, kita dituntut jernih memandang persoalan Palestina. Apa yang terjadi di Palestina adalah ulah Israel dengan Zionismenya yang berbuat kezaliman di tanah Palestina. Seperti di negeri kita, Belanda juga berbuat kezaliman terhadap tanah Indonesia selama 3,5 abad lebih. Atas kezaliman itu, pejuang-pejuang Indonesia berkehendak dan berjuang kuat untuk mengusir Belanda. Sebagaimana pejuang-pejuang Indonesia yang sekuat daya mengusir Belanda, pejuang-pejuang Palestina juga sekuat daya mengusir Israel dari tanah Palestina. Yang perlu diingat, perjuangan Indonesia tidak sekadar berhadapan dengan penjajah Belanda, tapi juga berhadapan dengan warga Indonesia. Tak dimungkiri jika ada sebagian warga Indonesia yang berkhianat dan lebih memihak ke Belanda pada zaman penjajahan. Seperti itulah yang terjadi di Palestina dimana ada pihak yang tulus berjuang dan ada juga pihak yang malah pro terhadap penjajah Israel. Pihak yang pro-penjajah biasanya selalu saja mengikuti otak dari penjajah meskipun harus melukai bangsanya sendiri.
Yang jelas, alangkah aneh ada pihak di Palestina yang justru ”welcome” dengan Israel yang nyata-nyata telah menginjak-injak tanah Palestina. Pejuang-pejuang Indonesia pun pasti tidak akan menerima jika tanah Surabaya, misalnya, masih diduduki kaum penjajah. Surabaya adalah tanah Indonesia yang tentu saja harus dibebaskan dari pendudukan dan penjajahan. Mana mungkin para pejuang Indonesia bisa tidur tenang jika sebagian wilayah Indonesia masih diduduki kaum penjajah meskipun sebagian wilayah lainnya merdeka. Begitu pun pejuang-pejuang Palestina pasti akan berbuat sebagaimana pejuang-pejuang Indonesia bahwa kemerdekaan adalah pembebasan seluruh tanah dari pendudukan dan penjajahan. Tanah Palestina tidak hanya Jalur Gaza dan Tepi Barat. Masih luas tanah Palestina yang diduduki Israel yang ingin dibebaskan pejuang-pejuang Palestina. Bukankah aneh jika ada pihak di Palestina yang merasa nyaman bersanding dengan pihak Israel padahal Yerusalem tak lagi sepenuhnya dalam genggaman? Bukankah aneh jika ada pihak di Palestina yang bisa nyenyak memejamkan mata dan bercengkerama ria dengan Israel padahal kaki-kaki Israel masih menginjak-injak Masjid Al-Aqsha yang merupakan wilayah Palestina? Bukankah aneh jika ada pihak di Palestina yang bisa tetap tenang meskipun tanah di Palestina menyusut dicaplok Israel?
Sebagaimana pejuang-pejuang Indonesia, pejuang-pejuang Palestina akan berjuang membebaskan tanah Palestina dari pendudukan dan penjajahan. Jika sebuah kemerdekaan diraih dengan pemberian kaum penjajah, itu jelas pandangan menyesatkan. Pejuang-pejuang Palestina menyadari bahwa kemerdekaan dicapai melalui pengorbanan dan perjuangan sekaligus pertolongan Allah SWT, bukan pemberian cuma-cuma Israel.
Kita tentu ingat orasi Bung Tomo pada 10 November 1945, ”...Lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka. Semboyan kita tetap, Merdeka atau Mati. Dan kita yakin, Saudara-saudara. Akhirnya, pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita. Sebab Allah selalu berada di pihak yang benar...”
Ya, kemenangan akan jatuh di tangan pejuang-pejuang Palestina yang menyerahkan totalitas hidupnya hanya untuk Allah SWT dengan mengusir Israel dari tanah Palestina. Adapun Zionis Israel adalah batil dan kebatilan akan lenyap. Allahu Akbar!!!
HENDRA SUGIANTORO
Pekerja media di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY)

Masjid Al-Aqsha

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Fadhilah Jum'at Bernas Jogja, Jum'at 30 Januari 2009

Saat ini tengah berkecamuk serangan Israel di Jalur Gaza. Tercatat sudah lebih dari 900 jiwa yang telah meninggal dunia dan ribuan lainnya mengalami luka-luka akibat bombardemen militer Israel. Peristiwa memilukan yang terjadi di Jalur Gaza itu tentu mengundang kesedihan kita. Pada dasarnya, kesedihan yang kita rasakan tidak hanya terkait dengan agresi militer Israel di Jalur Gaza , tapi juga terkait wilayah Palestina keseluruhan. Sebagaimana kita saksikan, negeri Palestina masih terjajah dan belum merdeka dalam arti sebenarnya. Tangan-tangan Zionis Israel masih menduduki sebagian besar wilayah Palestina, termasuk Masjid Al-Aqsha.
Dalam Al-Qur’an, Masjid al-Aqsha disebutkan sebagai tempat isra’ Nabi Muhammad SAW sebelum menuju Sidratul Muntaha, “Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari al-Masjidil Haram ke al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar, lagi Maha Melihat.” (Qs. Al-Isra’: 1). Surat yang diawali dengan kalimat subhaanal-ladzii asraa hanya terdapat dalam surat Al-Isra’ ini yang menunjukkan mulia dan sucinya kedudukan Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha. Tak ada bedanya kehormatan Masjidil Aqsha sebagai kiblat pertama umat Islam dan Masjidil Haram yang merupakan kiblat selamanya bagi umat muslim (Mufti Besar Palestina, Dr Ikrimah Shabri:2008).

Seperti disebutkan di atas, umat Islam pernah menjadikan Masjid al-Aqsha sebagai kiblat pertama sebelum diperintahkan menghadap Masjidil Haram di Mekkah. Umat Islam melaksanakan shalat menghadap Masjid al-Aqsha kira-kira selama 16 bulan dan kemudian turun ayat yang lengkapnya berbunyi, “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (Qs. Al-Baqarah :144).
Masjid al-Aqsha memang menjadi salah satu tempat suci bagi umat Islam seluruh dunia. Dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari, Abu Hurairah ra mengatakan bahwa Nabi SAW bersabda, “Tidak boleh dilakukan perjalanan (untuk mencari berkah) kecuali ke tiga masjid yaitu Masjidil-Haram (di Mekah), Masjid Nabawi (di Madinah), dan Masjidil-Aqsha (di Palestina).” Pahala yang didapatkan jika melaksanakan shalat di Masjidil Aqsha ini berlipat-lipat lebih besar dibandingkan melaksanakan shalat di masjid biasa. Rasulullah SAW bersabda, “Shalat di Masjid al-Haram sama dengan 100.000 shalat di masjid lainnya, dan shalat di masjidku (masjid Nabawi) sama dengan 1000 shalat di masjid lainnya dan shalat di Masjid al-Aqsha sama dengan 500 shalat di masjid lainnya.” (HR. Ath-Thabrani).
Keutamaan Masjid al-Aqsha pernah disampaikan Rasulullah kepada Abu Dzar ra. Abu Dzar bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, masjid manakah yang pertama kali dibangun?”, Rasulullah SAW menjawab, “Masjidil Haram.” Abu Dzar bertanya lagi, “Kemudian (masjid) mana?”, “Kemudian Masjidil Aqsha,” jawab Rasulullah SAW. “Berapa jarak antara keduanya?” tanya Abu Dzar lebih lanjut. Rasulullah pun menjawab, “Empat puluh tahun. Kapan saja engkau mendapati masjid tersebut (Masjid al-Aqsha), maka shalatlah di dalamnya karena di sana ada keutamaan yang Allah janjikan.” (HR. Bukhari).
Sebagai salah satu tempat suci, keberadaan Masjid al-Aqsha memang memiliki nilai penting. Rasulullah SAW pun menegaskan kedudukan Masjid al-Aqsha dalam beberapa hadits yang dipaparkan di atas. Pada 21 Agustus 1969, Masjid al-Aqsha pernah dibakar oleh Zionis Israel , namun tetap dapat dipertahankan sehingga tidak melalap keseluruhan dari bangunan Masjid al-Aqsha. Sampai kini Masjid al-Aqsha belum sepenuhnya terlepas dari tangan-tangan jahil Zionis Israel yang ingin merobohkan dan meruntuhkan salah satu dari tiga masjid suci umat Islam itu. Perjuangan mempertahankan keberadaan Masjid al-Aqsha terus-menerus dilakukan umat Islam di Palestina secara mati-matian. Tentu saja, perjuangan membela dan mempertahankan Masjid al-Aqsha juga menjadi tanggung jawab dan kewajiban umat Islam seluruh dunia. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Pegiat Profetik Student Center Universitas Negeri Yogyakarta (UNY)

Pemilu 2009, Memilih Jangan Asal-Asalan

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Surat Pembaca Lampung Post, Jum'at 30 Januari 2009
TAHUN 2009 bisa dikatakan merupakan tahun politik. Perhelatan akbar pemilu akan digelar pada tahun ini dan tentu saja menyita perhatian berbagai pihak, baik dari dalam maupun luar negeri. Masa depan Indonesia pun ditentukan seberapa cerdas masyarakat memilih pemimpin dan anggota legislatif untuk mengendalikan kekuasaan lima tahun ke depan. Siapa pun pasti berharap agar hajatan pemilu mampu menghasilkan pemimpin eksekutif dan barisan anggota legislatif yang peduli terhadap kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara untuk kemudian berkontribusi nyata bagi perbaikannya.

Untuk itu, masyarakat perlu memikirkan secara matang pilihan politiknya. Tahun politik 2009 harus dijadikan momentum strategis untuk menghadirkan perubahan yang lebih baik. Pengalaman berharga dua kali pemilu seyogianya membelajarkan masyarakat agar tidak asal-asalan memilih.
Jika kini marak fenomena golput, fenomena itu selayaknya juga menjadi titik refleksi bagi masyarakat. Memang benar masyarakat kecewa dengan jalannya pemerintahan, tapi bukankah masyarakatlah yang dahulu menentukan pilihan? Bukankah pemerintahan kini adalah hasil pilihan masyarakat pada pemilu sebelumnya?
Pastinya, masyarakat yang memiliki hak pilih masih memiliki waktu sekitar empat bulan untuk menilai calon anggota legislatif. Masyarakat tetap harus kritis dan tidak mudah tertipu terhadap setiap kampanye para caleg karena sudah pasti mengampanyekan hal-hal yang baik dan positif.
Artinya, masyarakat perlu memeriksa lebih lanjut rekam jejak caleg itu. Seperti apa pengabdian sosial caleg, masyarakat jelas harus mengetahui. Rekam jejak berupa pengabdian sosial akan menentukan perilaku politiknya ketika terpilih.
Jika selama ini miskin pengabdian yang dilakukan di kehidupan masyarakat, caleg itu layak dipertanyakan. Pun, masyarakat perlu mengetahui apakah caleg terlibat dalam kasus korupsi ataupun tindak pidana lain untuk selanjutnya berani untuk tidak memilih caleg bersangkutan.
Selain itu, masyarakat juga perlu mengetahui lebih mendalam kehidupan keluarga dari caleg. Kehidupan keluarga bisa menjadi gambaran kepemimpinan dari caleg. Jika memimpin kehidupan keluarga saja kurang baik, dimungkinkan tidak baik pula kepemimpinannya dalam skala lebih luas. Kepemimpinan dalam keluarga adalah miniatur kepemimpinan dalam lingkup negara.
Tidak kalah penting lagi yang perlu diketahui masyarakat adalah keimanan dan ketakwaan dari caleg yang mampu menumbuhkan kesadaran bahwa jabatan politiknya juga dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Dengan kesadaran itu, seperti dikatakan Amien Rais (2004), seorang politikus, pejabat atau negarawan secara otomatis memiliki built-in control yang tidak ada taranya dan memiliki kendali diri (self restraint) yang sangat kuat untuk tidak terperosok rawa-rawa kemunafikan.
Berkhianat terhadap amanah dan berjanji dusta adalah beberapa ciri dari kemunafikan. Ya, kita tetap berharap agar Pemilu 2009 mampu menghasilkan anggota legislatif yang memiliki kecerdasan rohani, tidak hanya kecerdasan akademis dan sosial semata. Walahualam.
Hendra Sugiantoro
Aktivis Profetik Student Center Universitas Negeri Yogyakarta

Keluarga dan Pendidikan Anak

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Opini Harian Umum Pelita, Jum'at 23 Januari 2009
PERSOALAN anak-anak pada zaman kini lebih kompleks ketimbang di zaman lampau. Kemajuan dan perkembangan teknologi informasi memberikan pengaruh besar terhadap tumbuh kembang anak. Anak tidak sekadar menjadikan guru di kelas sebagai sumber belajar, tapi juga setiap teknologi informasi menjadi sumber belajar yang sering kali lebih efektif daripada sumber belajar berupa manusia (orang tua/guru). Pengaruh dari teknologi informasi bisa positif ataupun negatif yang tentu saja mampu membentuk sikap dan perilaku anak.
Tentu saja, imbas positif dari teknologi informasi menjadi harapan segenap pihak. Namun, adanya perilaku negatif yang dilakukan anak sudah tidak dimungkiri lagi, bahkan perilaku itu memprihatinkan. Kita sering kali menyaksikan berita kriminal yang justru dilakukan anak-anak seusia sekolah, seperti pencurian, pemerkosaan, dan lainnya. Kasus kekerasan yang dilakukan anak-anak sekolah tidak sulit lagi dicari di era kini. Ada anak yang belajar kekerasan dari televisi sehingga kehilangan empati terhadap penderitaan orang lain. Dari tontonan, ada anak laki-laki seusia SD-SMP berani melakukan pencabulan terhadap anak perempuan yang masih balita. Begitu pun perilaku seks bebas dilakukan anak-anak usia sekolah, tidak hanya terjadi di kalangan mahasiswa. Pastinya, perilaku kurang mulia lainnya masih cukup banyak yang dilakukan anak-anak.

Menyaksikan fenomena tersebut sering kali yang menjadi kambing hitam adalah pihak sekolah. Sekolah dikatakan tidak mampu mendidik siswa-siswanya secara baik. Anggapan seperti itu ada benarnya meskipun tidak sepenuhnya tepat. Artinya, pihak keluarga selayaknya juga melakukan introspeksi terkait perilaku anak yang cenderung negatif. Pasalnya, pendidikan anak tidak mutlak berada di tangan sekolah, tapi juga keluarga. Jika anak tidak memiliki akhlak mulia, maka pihak keluarga tak bisa abai terhadap kondisi anak.
Pihak keluarga jelas merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional. Selain pendidikan formal, ada pendidikan yang sifatnya nonformal dan informal. Pihak keluarga sebagai institusi pendidikan informal juga memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan potensi anak agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sebagai tempat pertama anak-anak hidup dan berinteraksi, sebagaimana pernah dituturkan Ki Hajar Dewantara, keluarga memiliki peranan penting dalam proses tumbuh kembang anak, terutama pada masa-masa awal atau dimana anak dengan mudah menerima rangsang atau pengaruh dari lingkungan. Pendidikan anak memang menjadi sangat penting, lebih khusus lagi pada usia dini. Pada usia antara 0-6 tahun itu, menurut Elizabeth B Hurlock (1978), anak mengalami tahapan perkembangan fisik, perkembangan motorik, perkembangan bicara, perkembangan emosi, perkembangan sosial, perkembangan bermain, perkembangan kreativitas, dan perkembangan moral.
Disadari atau tidak, penyerahan sepenuhnya pendidikan anak kepada sekolah justru telah menggejala dewasa ini. Lemahnya peran keluarga dalam membina dan membangun kehidupan anak yang lebih baik, kata Deni Al-Asy’ari (2007), tidak terlepas dari fungsi keluarga yang direduksi sebatas fungsi reproduksi, materialistik, seks, dan status sosial semata. Orang tua memperhatikan pendidikan anak sekadar menanyakan prestasi belajar di sekolah yang sifatnya kuantitatif. Asalkan bisa membiayai anak-anaknya menempuh bangku sekolah, orang tua sudah merasa bangga dan tugasnya selesai. Padahal, pendidikan di sekolah tidak bisa mengembangkan kualitas anak seutuhnya tanpa kerja sama dari pihak keluarga. Harus jujur diakui jika tuntutan kurikulum yang harus diselesaikan setiap semester membuat guru lebih menonjolkan pengembangan kecerdasan kognisi. Itu artinya pengembangan kecerdasan emosi, sosial, dan moral anak di bangku sekolah sedikit didapatkan.
Pentingnya pendidikan dalam keluarga ini seyogianya menyadarkan orang tua untuk dapat menjalin komunikasi seintensif mungkin. Perilaku kurang mulia anak sering kali diakibatkan kondisi kehidupan keluarganya yang tidak stabil. Di era kini, orang tua sering kali lebih disibukkan urusan mencari uang sehingga melupakan jalinan emosi dan komunikasi dengan anak-anak di rumah. Padahal, sentuhan emosi dan komunikasi dapat menyebabkan anak merasakan kehangatan dan perhatian orang tua yang dapat mencegah anak melakukan pelarian ke hal-hal negatif. Keluarga sudah saatnya menjadi tempat berlari bagi anak ketika menghadapi permasalahan di dunia luar.
Pungkasnya sudah saatnya pihak keluarga mengambil peran dalam mendidik anak-anaknya. Bagaimana pun, tak bisa dimungkiri jika inti dari proses pendidikan adalah menggarap individu manusia. Pendidikan adalah seni membentuk manusia, kata Anis Matta yang merangkum seluruh definisi pendidikan. Membentuk individu manusia tidak hanya tanggung jawab pihak sekolah, tapi juga pihak keluarga. Anak dalam kehidupan keluarga perlu ditanamkan nilai-nilai agar mampu menghadapi realitas kehidupan dengan kepemilikan kepribadian yang tangguh. Anak dalam kehidupan keluarga merupakan amanah yang memang harus dipelihara dan dijaga agar memiliki perkembangan emosi, sosial, dan moral yang baik. Meminjam Socrates, pihak keluarga perlu mengembangkan potensi anaknya ke arah kearifan (wisdom), pengetahuan (knowledge), dan etika (conduct). Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Peneliti muda pada FKIP Universitas Negeri Yogyakarta.

Renungan untuk Israel

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Surat Pembaca Jurnal Nasional, Jum'at 23 Januari 2009

Sebuah kezaliman selalu menghadirkan korban. Begitu pun apa yang dilakukan pihak Israel dengan menyerang wilayah Jalur Gaza di Palestina secara membabibuta. Anak-anak dan perempuan yang selayaknya dilindungi ternyata tidak mendapatkan jaminan keamanan dalam agresi militer Israel.
Sesungguhnya apa yang dilakukan Israel adalah penentangan terhadap kewajiban bagi setiap manusia untuk menciptakan kebaikan kehidupan di muka bumi. Hak hidup setiap manusia untuk merdeka tak dimiliki warga Jalur Gaza di Palestina akibat pihak Israel tak kunjung menyadari perilaku kezalimannya.

Kita pastinya tidak membenci Israel. Kita hanya membenci sebuah kezaliman yang telah dilakukan Israel. Jika Israel mengedepankan sikap menghormati hak hidup setiap bangsa, kita pun akan menghormati. Kita menaruh kebencian terhadap Israel karena telah menempatkan kemanusiaan pada titik terendah. Sesungguhnya pihak Israel juga perlu memahami bahwa mereka adalah juga manusia yang menghuni muka bumi ini. Ketika mereka menaruh hormat dan ingin melakukan kerja sama dalam kebaikan, kita tentu saja membuka tangan. Namun, darah yang berceceran dan jiwa yang berguguran di Jalur Gaza Palestina telah memberikan dunia sebuah cerita tentang sejarah kelam. Ada sejarah kelam yang telah ditorehkan Israel di tanah Palestina dan akhirnya membuat dunia memberikan kutukan. Padahal, jika mereka tahu, pernyataan yang terlontar itu sungguh teramat hina.
Israel perlu merenungi beberapa hal. Pertama, Tuhan menciptakan manusia. Baik orang Yahudi, Islam maupun Nasrani adalah manusia yang diciptakan Tuhan di muka bumi ini. Kedua, setiap manusia yang diciptakan Tuhan tidak ada yang lebih rendah atau lebih tinggi. Setiap manusia diciptakan secara merdeka dan tidak diperbolehkan adanya perbudakan dan penindasan dalam hubungan antarsesama manusia. Ketiga, setiap orang Yahudi, Islam, dan Nasrani berhak untuk mengembangkan keturunan dan melahirkan generasi. Keempat, siapa pun berhak untuk berinteraksi dalam suasana saling menghormati. Kelima, setiap orang Yahudi, Islam, dan Nasrani tidak diperkenankan merendahkan derajat perempuan dan melecehkannya. Keenam, dalam hubungan antara orang Yahudi, Islam, dan Nasrani harus menjaga kejujuran dan menjauhi perbuatan dusta. Ketujuh, tidak diperkenankan merebut tanah orang lain yang bukan miliknya. Orang Yahudi, Islam, dan Nasrani harus menjamin keamanan tempat tinggal masing-masing dalam suasana toleransi dan saling menghargai. Kedelapan, setiap manusia memiliki pahalanya masing-masing sesuai dengan ketaatannya kepada Tuhan. Begitu juga setiap kejahatan dan kezaliman akan mendapatkan hukuman dan dosa yang harus dipikulnya.
Hendra Sugiantoro
Karangmalang Yogyakarta 55281
hendra_lenteraindonesia@yahoo.co.id

Palestina, Negeri yang Terluka

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Suara Pembaca Era Muslim, Kamis 22 Januari 2009
Palestina adalah negeri yang terluka. Apa yang terjadi di Jalur Gaza Palestina pada awal 2009 ini jelas menambah deret panjang derita rakyat Palestina akibat ulah Israel. Dengan hati yang jujur, kita pun akan berkata bahwa kejahatan Israel dengan ideologi zionismenya harus dihentikan. Betapa banyak manusia merenggang nyawa. Tidak hanya pada awal 2009 ini yang mengakibatkan sekitar lebih dari 1300 penduduk Palestina menjemput kematian, tapi sudah berlangsung berpuluh-puluh tahun. Membuka catatan sejarah, sejak Israel berkehendak mendirikan negara telah banyak pengusiran warga Palestina dilakukan, bahkan diikuti dengan aksi pembantaian. Tanah Palestina pun kian menciut dicaplok perlahan-lahan oleh Israel. Sampai tahun ini, kita pun bisa menyaksikan dengan mata telanjang menciutnya tanah Palestina itu.

Siapapun memang tidak bisa menutup mata terkait apa yang sebenarnya diinginkan Israel. Jika yang ditargetkan pihak Israel adalah kelompok Hamas, maka alasan Israel itu terlalu mengada-ada. Tindakan brutal Israel yang membunuh warga sipil dan anak-anak merupakan bukti nyata bahwa Israel tidak sekadar menginginkan Hamas. Perlu dicatat, begitu banyak anak-anak Palestina yang memiliki hak untuk hidup dan menatap masa depan harus menjemput kematian akibat kepongahan Israel.
Berdasarkan pengalaman, tindakan brutal Israel dianggap biasa-biasa saja dan mudah dilupakan. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun seolah-olah mati kutu karena disetir Amerika Serikat yang selalu mendukung tindakan Israel. Sikap lunak terhadap Israel dimungkinkan akan berlanjut terkait penyerangan ke Jalur Gaza saat ini. Berbagai pihak hanya membuat pernyataan kecaman tanpa sekuat tenaga mengadili kejahatan kemanusiaan Israel. Memang terlihat pesimistik, tapi itulah pengalaman sejarah selama ini. Pihak-pihak yang memiliki kekuasaanlah yang selayaknya melanjutkan tindakan tegas terhadap Israel ke Mahkamah Internasional. Warga di seluruh dunia yang hanya mengecam lewat demonstrasi adalah kewajaran, tapi sungguh tidak wajar jika pihak-pihak yang memiliki kekuasaan sekadar bersikap serupa. Apalagi bagi PBB, badan dunia itu seharusnya menjalankan fungsinya secara benar-benar untuk membangun perdamaian di atas muka bumi ini. Pemerintah masing-masing negara pun harus membangun kekuatan global untuk membendung keganasan Israel di Palestina ataupun di wilayah Timur Tengah. Di sisi lain, kita benar-benar mengharapkan negara-negara Arab tidak sekadar berpikir untuk kepentingan pragmatisnya. Sesungguhnya tidaklah layak bagi negara-negara Arab mendiamkan nyawa melayang dan darah berceceran di negeri yang tak jauh dari jangkauan matanya. Ada penderitaan di negeri Palestina yang seharusnya menyatukan negara-negara Arab, bukannya malah ”mendukung” tindakan Israel.

Pastinya, aksi militer Israel tidak akan pernah berhenti jika tidak ada tindakan tegas. Perjanjian-perjanjian damai dan juga resolusi rumusan PBB akan menjadi percuma tanpa mengadili kejahatan kemanusiaan Israel sekaligus melucuti senjata perang Israel. Meskipun serangan ke Jalur Gaza berhenti mulai Minggu (18/1) lalu, kita tidak bisa menjamin bahwa Israel tidak akan melakukan ulah serupa dalam beberapa waktu kemudian. Bukankah kita sudah melihat kejanggalan bahwa aksi militer Israel selalu disertai keinginan mencaplok tanah Palestina? Jika Israel menginginkan perdamaian, mengapa selalu mempertontonkan kebiadabannya dengan membunuh ratusan nyawa dalam setiap aksi militernya di wilayah Palestina? Yang jelas, kita senantiasa mendukung perjuangan menjadikan negara Palestina benar-benar berdaulat. Sungguh aneh bagi kita masih saja ada tindakan penjajahan di abad 21 ini. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Pekerja media di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY)
Karangmalang Yogyakarta 55281

Wartawan pun Tonjok Israel

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Suara Pembaca Duta Masyarakat, Rabu 21 Januari 2009

Kebengisan prajurit militer Israel di Jalur Gaza Palestina kian membuat siapa pun berang. Sudah lebih dari dua pekan, pembesar negeri palsu Israel seakan-akan tuli terhadap kecaman dunia internasional. Sikap keras kepala tampak terlihat, bahkan pembesar Israel meremehkan lembaga selevel PBB. Di mata pembesar Israel, pihak manapun di dunia tak lebih dari macan ompong yang tak perlu ditakuti. Hari demi hari di Jalur Gaza Palestina telah nyata pertunjukkan militer Israel yang beringas dan tak memiliki nurani.

Dengan dalih menghabisi kelompok Hamas, militer Israel membunuh ratusan nyawa dan membuat masyarakat di Jalur Gaza Palestina tercekam ketakutan. Anak-anak dan perempuan telah menjadi korban keberingasan Israel yang sepertinya menjadikan wilayah Jalur Gaza Palestina sebagai ajang pembantaian. Militer Israel tentu saja tidak sedang berlatih menggunakan senjata ketika bangunan sekolah dan rumah sakit tak luput dari hunjaman serangan, tapi memang kesengajaan yang disengaja. Apakah bukan kesengajaan jika militer Israel membidik kamp pengungsi di utara Jabalya pada akhir pekan lalu (Sabtu, 11/1)? Israel tentu saja melihat ambulans yang membawa pasien, tapi mengapa masih tega menjadikan ambulans sebagai sasaran senjata?

Pun, ketika seorang wartawan terbunuh saat meliput episode perang bodoh yang dilancarkan Israel. Seperti kita saksikan, kamerawan Kantor Berita Reuters Fadal Shana (23 tahun) harus menerima nasib kebodohan tentara Israel yang asal main tembak saat mengambil gambar tank Israel di Jalur Gaza. Wartawan yang seharusnya dilindungi dari sasaran senjata perang malah turut dibunuh oleh tentara Israel. Dengan pembunuhan tentara Israel terhadap pekerja media itu, aksi solidaritas pun menggema di kalangan pekerja media. Di Indonesia, demonstrasi dilancarkan oleh para wartawan seperti yang terjadi Medan (Senin, 12/1). Dalam demonstrasi di Medan, seorang wartawan Edi Irawan mengatakan bahwa kebiadaban Israel sudah melewati batas. Dikatakan wartawan stasiun televisi Indosiar itu bahwa forum wartawan Medan akan mengajak seluruh organisasi profesi kewartawanan dari dalam negeri maupun luar negeri untuk mengajukan Israel ke Mahkamah Internasional sebagai penjahat perang karena melanggar prinsip-prinsip dalam Konvensi Jenewa. Tak ketinggalan Forum Wartawan Cirebon juga menggelar aksi keprihatinan dengan tuntutan serupa (Selasa, 13/1). Wartawan yang harus dilindungi dalam perang, tapi malah dijadikan sasaran perang tentu saja tidak dibenarkan. Selain meminta dihentikannya kekerasan terhadap wartawan, forum wartawan Cirebon juga mendesak PBB menjatuhkan sanksi kepada Israel atas kebiadabannya dan menyeret Israel ke Mahkamah Internasional.

Palestina Merdeka!

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Suara Pembaca Era Muslim, Selasa 20 Januari 2009

Gemuruh demonstrasi terus semarak di setiap sudut di negeri ini. Demonstrasi yang bukan sebatas lokal-nasional, namun berskala global. Sebuah demonstrasi untuk menyuarakan adanya penindasan di wilayah Jalur Gaza yang sejatinya juga penindasan di tanah Palestina. Demonstrasi untuk menentang kezaliman sebuah entitas yang mendirikan negara di atas tangis pilu dan kematian beratus-ratus nyawa. Di negeri jauh itu telah nyata adanya penjajahan. Di negeri ini, demonstrasi ingin membebaskan negeri jauh itu untuk akhirnya menggenggam kemerdekaan.

Demonstrasi di negeri ini adalah kesatuan dari jiwa seluruh penghuni bumi. Hampir mayoritas di negeri manapun, demonstrasi menggelegar dan bersuara: Palestina merdeka sesaat lagi. Jika kini pesawat tempur dan tank Israel membombardir wilayah Jalur Gaza, itu hanyalah detik-detik kekalahan negeri Zionis yang telah menindas rakyat Palestina bertahun-tahun. Israel pastilah akan remuk redam di tengah keberadaban zaman. Jika mau dikata, perilaku Israel adalah perilaku primitif yang memalukan dalam panggung sejarah. Negeri yang membanggakan kekuatan senjata militer untuk dipertontonkan di tanah Palestina itu sepertinya perlu belajar menghargai manusia lainnya.
Kini tak ada lagi yang tersembunyi. Yang benar telah tampak di permukaan, yang salah akan tenggelam. Dunia bukanlah hegemoni satu negara, tapi sebuah tatanan yang berkeadilan untuk menjamin hidup setiap bangsa. Ketika kemerdekaan Palestina dinantikan, sejatinya tak perlu memakan waktu lama. Keadilan dan kebenaran harus berani tampil di muka berhadapan dengan kezaliman dalam beragam bentuk entitasnya. Berani melawan Israel dan juga AS jika memang kedua negara itu memperlihatkan kezaliman. Palestina tentu saja berhak merdeka dan alangkah naifnya jika kita tak selekas mungkin mewujudkannya.
Namun, tak ada lagi harapan ketika fakta sejarah justru menampakkan ketidakberdayaan. Kini kita memang menentang penindasan Israel atas Palestina, tapi esok hari telah lupa dari ingatan. Ketika Israel melakukan penyerangan lagi di tanah Palestina, kita pun disadarkan kembali. Sungguh penderitaan rakyat Palestina adalah penderitaan yang panjang, tapi dunia masih mendiamkan ketidakmerdekaan Palestina bertahun-tahun lamanya. Apakah tragedi di Jalur Gaza akan terlupa? Di negeri jauh itu ada penjajahan dan penindasan bertahun-tahun lamanya. Dunia tentu saja tak layak membiarkannya. Saatnya menjemput takdir kemerdekaan tanah yang ditaklukkan Zionis Israel: Palestina!
HENDRA SUGIANTORO
Pekerja media di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY)
http://www.eramuslim.com/suara-kita/suara-pembaca/palestina-merdeka.htm

Kebenaran Harus Menguasai Dunia

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Jagongan Harian Jogja, Senin 19 Januari 2009

Entah mengapa, tragedi yang menimbulkan ratusan jiwa meninggal dunia di Jalur Gaza Palestina bisa berlarut-larut. PBB yang semestinya menjaga perdamaian dan keharmonisan tatanan dunia malah tak berdaya. Tragedi di Jalur Gaza Palestina adalah tragedi kemanusiaan yang tentu akan menjadi catatan kelam sejarah. Lantas, apa yang bisa kita perbuat jika pihak Israel tak pernah peduli?
Resolusi yang dikeluarkan DK PBB memang akhirnya bisa menyerukan gencatan senjata setelah AS abstain, tapi apalah artinya jika Israel tak mengindahkan. Kita hanya bisa mengecam dan menggelar demonstrasi, tapi tak kuasa menghentikan jalannya perang. Hal ini jelas menyesakkan di era masyarakat yang dikatakan berperadaban. Nilai-nilai penghargaan terhadap kemanusiaan tak dibantah memang telah lenyap di benak pembesar-pembesar negeri Israel. Di tengah kecaman yang terus bersambung dari hari ke hari, pihak Israel masih saja menunjukkan kepongahannya menghajar Jalur Gaza menjadi ladang genosida.

Tentunya dunia tak akan tinggal diam dengan terus mengecam dan mengutuk Israel semata. Ada yang salah dalam tatanan dunia saat ini ketika penghabisan nyawa dilakukan dengan mesin-mesin perang. Untuk itu, dunia internasional perlu menjaga konsistensi memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Penjajahan Israel atas tanah Palestina tak layak dibiarkan berkepanjangan karena rakyat Palestina juga manusia yang memiliki hak hidup merdeka. Jelasnya, dunia harus berani bertindak jauh ke depan. Tidak hanya berhenti pada tataran mengecam dan mengutuk agresi Israel, tapi perlu membuat langkah-langkah progresif mewujudkan Palestina merdeka. Dunia perlu belajar dari pengalaman sejarah bahwa Israel tak pernah mengindahkan perjanjian-perjanjian. Negeri Zionis itu tak merasa bersalah melakukan apapun untuk memenuhi ambisi jahatnya.
Belajar dari sejarah karena kita tidak ingin lagi melihat negeri Zionis itu menumpahkan darah dan membantai ratusan nyawa. Ulah militer Israel membunuh ratusan nyawa di Jalur Gaza Palestina bukanlah kali pertama terjadi, tapi sudah ditunjukkan bertahun-tahun lamanya. Jika fakta pembantaian Negeri Zionis itu dilupakan, tatanan dunia ini sungguh tidak berjalan wajar. Dunia juga telah berlaku zalim membiarkan warga Palestina ”hidup tanpa hak hidup”. Maka, apa yang harus kita lakukan? PBB harus tertantang untuk dapat menunjukkan kewibawaannya. Jika PBB masih tak berdaya, dunia yang masih memiliki hati nurani perlu mendesak badan dunia itu untuk mereformasi institusinya. Alangkah naifnya badan yang mewadahi berbagai negara di dunia itu tak mampu sedikit pun menghentikan agresi Israel. Bukankah PBB bisa mengerahkan tentara dari berbagai negara untuk membendung laju keberingasan Israel di Jalur Gaza Palestina? Hak veto yang dimiliki DK PBB pun tak relevan lagi diterapkan di abad ini.
Mungkin saja kita masih cemas di tengah harapan. Kita tak ingin agresi Israel ke Jalur Gaza Palestina dilupakan sebagaimana sering terjadi. Kita tak ingin melihat ketidakadilan ketika para petinggi militer dan pemimpin Israel dilepaskan dari jeratan hukum. Fakta telah menampakkan kejahatan kemanusiaan dan kejahatan perang Israel dengan terang benderang yang tentu aneh jika tidak dibawa ke pengadilan internasional. Jika takut dengan AS, mengapa harus takut jika berpijak pada kebenaran dan kemanusiaan? Agenda mendesak kita saat ini adalah menciptakan tatanan dunia yang berkeadilan untuk kemaslahatan bersama antarnegara. Tak ada negara yang mendominasi, tapi berdiri sejajar dalam membangun kehidupan di alam global. Sejatinya kebatilan memang akan lenyap karena kebenaran harus menguasai dunia. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Karangmalang Yogyakarta 55281

Kekejaman Zionis Israel Tiada Bertepi

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Suara Pembaca Duta Masyarakat, Senin 19 Januari 2008
Hari-hari ini kita dibuat sesak. Sungguh di depan mata kita terjadi tragedi kemanusiaan yang seolah-olah dibiarkan berlarut-larut. Jika kita saksikan, ratusan jiwa yang berguguran akibat agresi Israel ke Jalur Gaza Palestina ada anak-anak kecil. Kita melihat anak-anak itu tercekam, namun hanya bisa melihat dan menaruh iba. Ketika ada anak kecil meninggal, kita hanya terharu dari jarak yang jauh. Bangunan-bangunan dan tempat ibadah pun luluh lantak dibombardir mesin-mesin perang Israel. Lalu, mengapa tentara Israel begitu teganya menghabisi warga Jalur Gaza sampai mencapai 900 jiwa lebih? Adakah perasaan kasihan di hati tentara Israel ketika membunuh anak-anak dan juga perempuan?
Siapa pun yang mengkaji sejarah menemukan titik simpul adanya ide mendirikan negara Israel Raya di Timur Tengah yang berpijak pada paham Zionisme. Untuk menyatukan orang-orang Yahudi dalam satu tanah air, kaum Zionis memang perlu melakukan perebutan tanah dan pengusiran penduduk dimana Palestina menjadi target utama. Namun yang perlu dicatat, paham Zionisme mengalami penentangan internal orang-orang Yahudi sendiri, bahkan dikatakan menyimpang dari ajaran agama. Jika kita mengakses www.nkusa.org, kita dapat membaca lebih mendalam. Kalangan Yahudi yang menentang Zionisme dikenal dengan sebutan Neturei Karta.

Untuk membedakan dengan kelompok Zionisme, Neturei Karta juga menyebut kelompoknya sebagai Judaisme. Dituliskan dalam www.nkusa.org, ”Judaisme merupakan keyakinan yang berasaskan pada wahyu di Sinai. Keyakinan ini meyakini bahwa pengasingan adalah hukuman bagi kaum Yahudi dikarenakan dosa-dosa mereka. Adapun Zionisme telah lebih dari seabad menolak wahyu di Sinai. Keyakinan ini menyatakan bahwa pengasingan kaum Yahudi dapat diakhiri melalui agresi militer.” Kelompok ini menyaksikan sendiri jika Zionisme telah merampas hak warga Palestina, melakukan penganiayaan, penyiksaan, dan pembunuhan. Dikatakan kelompok ini dalam situsnya bahwa kaum Yahudi Taurat di dunia terkejut dan terlukai dengan dogma irreligius dan kejam dari Zionisme dan mengutuk gerakan tersebut. Gerakan Zionisme telah melukai hubungan baik kaum Yahudi dan Muslimin sebelumnya di Tanah Suci (Palestina). Dengan tegas kelompok ini mengatakan bahwa negara Israel yang disangsikan itu berdiri menentang Taurat. Kelompok Neturei Karta telah berada di garis depan dalam perang melawan Zionisme selama lebih dari seabad. Kehadiran kelompok ini adalah untuk menolak kebohongan dan kejahatan Zionisme yang sedikit banyak mengatasnamakan orang-orang Yahudi (Lihat lebih jauh dalam www.nkusa.org).
Yang jelas, misi Zionisme menginspirasi pasukan militer Israel sehingga dapat kita saksikan perbuatannya di Jalur Gaza saat ini. Dalam membangun negara, kata ZA Maulani (2002), segala cara memang dihalalkan termasuk terorisme. Pastinya, pemaparan di atas sekadar memperkaya referensi kita dalam memahami akar persoalan. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Karangmalang Yogyakarta 55281
Email: hendra_lenteraindonesia@yahoo.co.id

Hapus Hak Veto DK PBB!

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Suara Pembaca Era Muslim, Kamis, 15 Januari 2009

Hak veto adalah hak istimewa yang dimiliki oleh Anggota Tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB). Sejak berdirinya PBB, hak veto itu dimiliki oleh Amerika Serikat (AS), Inggris, Rusia (dulu Uni Soviet), Perancis, dan China (yang menggantikan Republik China (Taiwan) pada tahun 1979). Dengan dimilikinya hak veto, maka masing-masing perwakilan yang berada di PBB dari kelima negara tersebut berhak membatalkan keputusan atau resolusi yang diajukan PBB atau DK PBB.

Bertepatan dengan berkecamuknya agresi Israel di wilayah Gaza saat ini, hak veto yang dimiliki Anggota Tetap DK PBB terasa menarik untuk dibahas dan dikaji ulang. Tak dimungkiri jika hak veto sering kali menjadi alat salah satu negara (baca: AS) untuk melegalkan penindasan Israel terhadap sebuah negara (baca: Palestina). Padahal jelas, hampir mayoritas negara mengecam dan mengutuk aksi brutal Israel di wilayah Gaza. Bahkan, Riyad Mansoir yang merupakan peninjau tetap Palestina di PBB memperingatkan agar perang segera dihentikan karena ribuan warga sipil Palestina akan meninggal atau cedera. Sejak meletus agresi Israel, sidang DK PBB pada akhir pekan lalu sudah ketiga kalinya dan hasilnya selalu nihil untuk meredakan serangan ke wilayah Gaza yang sudah hampir berlangsung dua pekan.
Jika kita berpikir jernih, penggunaan hak veto yang dimiliki Anggota Tetap DK PBB seakan-akan bertentangan dengan asas keadilan dan mengingkari realitas sosial. Adakalanya sebuah keputusan yang telah ditetapkan dalam forum PBB dibatalkan oleh negara pemilik hak veto. Tidak hanya sekali-dua kali hak veto digunakan AS untuk melapangkan jalan bagi Israel melancarkan perang, tapi sudah berulang kali terutama menyangkut Timur Tengah. Pada tahun 2006 lalu, misalnya, AS juga sering menggunakan hak vetonya untuk menolak keputusan agar Israel menghentikan serangannya ke Lebanon.
Pada dasarnya, adanya hak veto itu bukan menjadi masalah jika digunakan sebagaimana mestinya. Persoalannya adalah jika penggunaan hak veto justru bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran atau malah mencederai hukum PBB sendiri. Jika mau jujur, agresi Israel ke wilayah Gaza sebenarnya sudah melanggar hukum-hukum humaniter internasional yang ditetapkan PBB, tapi karena adanya hak veto justru membiarkan hukum-hukum humaniter internasional itu dilanggar oleh Israel.
Maka, kita perlu menyuarakan agar hak veto dikaji ulang. Seperti kita ketahui, pemberian hak veto bagi Anggota Tetap DK PBB tidak terlepas dari faktor Perang Dunia II dimana negara-negara pemenang perang memiliki hak veto dan dikuatkan melalui Pasal 27 Piagam PBB. Artinya, pemberian hak veto sedikit banyak merupakan ambisi negara-negara pemenang perang untuk tetap memiliki kekuatan mengendalikan jalannya dunia.
Melihat ke belakang, ide penghapusan hak veto sebenarnya sudah dilakukan sejak lama. Mantan Sekjend PPB Kofi Annan pun pernah mengusulkan penghapusan hak veto karena menjadi penghambat reformasi di tubuh PBB. Berpikir bijak, keputusan PBB menyangkut urusan apapun tetap berada di Majelis Umum (MU) sebagai representasi seluruh anggota tanpa intervensi negara-negara di DK PBB. Pungkasnya, kita dituntut untuk menyuarakan penghapusan hak veto itu secara konsisten termasuk mendesak kelima negara pemilik hak veto agar bersedia melepaskan hak vetonya. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
pekerja media di Universitas Negeri Yogyakarta
Karangmalang Yogyakarta 55281

Zionisme, Nazisme Zaman Modern?

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Opini Radar Jogja, Kamis, 15 Januari 2009

Siapapun memahami bahwa konstitusi negara ini telah menegaskan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Lahirnya kalimat itu tentu berangkat dari pengalaman empiris negeri ini yang pernah mengalami penjajahan selama 3,5 abad lebih. Dengan spirit konstitusi itu, para pendahulu negeri ini juga memainkan perannya di dunia internasional untuk memerdekakan negara-negara yang masih berkubang dalam jeratan kaum kolonial, sebut saja upaya dalam Konferensi Asia Afrika (KAA) yang diadakan di Bandung pada tahun 1955. KAA yang dihadiri 29 negara dari Asia dan Afrika itu merumuskann Komunike Akhir Konferensi, “Mengingat ketegangan di Timur Tengah yang disebabkan oleh keadaan di Palestina serta ketegangan tersebut dapat membahayakan perdamaian dunia, Konferensi Asia - Afrika menyatakan dukungannya terhadap hak-hak penduduk Arab Palestina dan menyerukan agar resolusi tentang Palestina dilaksanakan serta dicapainya penyelesaian damai persoalan Palestina.” Perjuangan memerdekakan Palestina ini juga terus berkumandang dan menjadi spirit dalam KAA pada 23-24 April 2005 di Jakarta.

Melihat agresi Israel ke wilayah Gaza saat ini kita boleh jadi akan merasakan keheranan, pasalnya masih ada penjajahan dan penindasan di abad 21 ini di negara yang termasuk dalam wilayah Asia-Afrika. Pada masa yang dikatakan telah maju dan modern saat ini masih saja ada sebuah entitas yang mengangkat senjata dan melajukan kendaraan militer ke wilayah negara lain. Memori kita pun seakan-akan diingatkan kembali pada penjajahan Belanda tempo lalu dimana pesawat-pesawat tempur dan tank-tank menghujani negeri ini dengan tembakan dan bom. Jika penduduk Indonesia saat itu menderita, penduduk di wilayah Gaza Palestina saat ini tentu merasakan hal yang sama. Lantas, apa yang perlu kita telaah mendalam terkait masih adanya perang angkat senjata yang dilakukan pihak militer Israel ?
Kita memang perlu berpikir jernih menyikapi agresi Israel yang tidak hanya terjadi pada saat ini. Tak bisa dimungkiri jika kita akan betanya-tanya, mengapa ada tentara melakukan pembunuhan terhadap ratusan nyawa? Apakah militer Israel merasa tidak berdosa melakukan serangan ke wilayah Gaza dan mengakibatkan anak-anak meninggal dunia? Diakui atau tidak, apa yang terjadi wilayah Gaza sudah dikategorikan pembantaian secara sadis dengan korban ratusan orang.
Pada titik tertentu, kita seolah-olah diajak mengingat peristiwa di zaman Hitler atau Stalin yang tega melakukan pembantaian terhadap ratusan nyawa, bahkan jutaan. Karena merasa menjadi bangsa lebih unggul, bangsa Aria dikatakan Hitler berhak memusnahkan bangsa lainnya. Stalin yang berjuluk “Manusia Baja” konon pernah memerintahkan pembunuhan sekitar 30 juta penduduk Uni Soviet dan negara-negara di sekitarnya.
Kita kaitkan dengan pembunuhan nyawa warga Gaza oleh Israel saat ini. Dalam mayoritas literatur, berdirinya negara Israel pada tahun 1948 tak terlepas dari ide Zionisme. Awalnya ide itu digagas oleh seorang wartawan asal Austria bernama Theodore Herzl. Karena mungkin seorang wartawan boleh jadi bacaannya luas sehingga bisa memunculkan konsep Zionisme. Doktrin Zionisme itulah yang menghendaki berdirinya sebuah tanah air bagi bangsa Yahudi. Artinya, orang-orang Yahudi dari berbagai penjuru dunia perlu disatukan dalam satu wilayah. Dalam Kongres Zionis I di Basel Swiss pada 29-31 Agustus 1897, wilayah Palestina akhirnya dipilih sebagai tempat untuk menyatukan orang-orang Yahudi.
Ditelisik lebih jauh, tokoh penggagas Zionisme bukanlah orang Yahudi yang taat. Mereka yang berkumpul dalam kongres sekitar 101 tahun lalu itu bukanlah orang-orang Yahudi yang memiliki kadar keimanan tinggi. Maka, kita tak heran jika Kongres Zionis I malah diselenggarakan di tempat perjudian yang jelas-jelas dilarang oleh Taurat. Jika disimpulkan, Zionisme hanyalah semacam ideologi yang menggunakan topeng agama Yahudi untuk memuluskan rencananya mendirikan tanah air. Kita pun tidak heran jika saat ini kita saksikan terdapat orang-orang Yahudi yang justru mengecam tindakan Israel . Beberapa puluh tahun lalu, tepatnya 3 Oktober 1978, seorang agamawan Yahudi di surat kabar Washington Post pernah mengatakan bahwa Zionisme melakukan penyimpangan jika mendefinisikan masyarakat Yahudi sebagai sebuah bangsa. Menurut catatan Tiar Anwar Bachtiar (2006), gerakan Zionisme bukanlah murni gerakan keagamaan Yahudi. Zionisme merupakan gerakan nasionalisme bermotif duniawi yang menginginkan bangsa Yahudi memiliki tanah air sendiri dengan merampas
Yang perlu diperhatikan, paham Zionisme tidak terlepas dari pengaruh paham darwinisme sosial yang memang menghangat pada abad itu. Dalam Zionisme, Yahudi bukanlah agama, tapi adalah sebuah ras yang merasa lebih unggul dibandingkan bangsa lainnya dan berhak memusnahkan bangsa selainnya. Maka, mereka pun tak sudi menyatu dengan masyarakat Eropa dan ingin menciptakan tanah air sendiri dengan topeng agama di wilayah Timur Tengah. Pada titik ini, kita semoga bisa memahami mengapa tentara Israel begitu tega membunuh untuk tidak dikatakan membantai ratusan warga Palestina di Gaza, pun warga Lebanon pada 2006 lalu.
Dari penjelasan di atas, kita perlu berpikir jernih dalam menyelesaikan persoalan Palestina. Tidak hanya Palestina, wilayah lainnya di Timur Tengah juga tak luput dari pendudukan negara Israel yang memiliki konsep Negara Israel Raya. Jika ada tuntutan menyeret pejabat tinggi militer Israel ke Mahkamah Internasional untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, itu jelas tidaklah salah. Tidak hanya pejabat saat ini, tapi juga pejabat-pejabat militer dan pemimpin Israel sebelumnya. Tuntutan hancurkan Zionis yang sering kali berkumandang selayaknya ditindaklanjuti. Sesungguhnya kita tidak menghancurkan bangsa Israel , karena mereka tetap berhak hidup sebagai bangsa. Yang kita hancurkan adalah paham Zionisme yang menghalalkan segala cara untuk memusnahkan bangsa lainnya sekadar untuk mendirikan sebuah tanah air. Sebagaimana pada Nazizme ala Hitler, paham Zionisme pun pasti musnah dengan perjuangan tentunya. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Pegiat Profetik Student Center Universitas Negeri Yogyakarta

Israel Melanggar Perintah Tuhan?

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Surat Pembaca Jurnal Nasional, Rabu, 14 Januari 2009

Nabi Musa pernah mendapatkan 10 perintah Tuhan di Gunung Sinai yang salah satunya adalah jangan kamu membunuh. Adanya perintah Tuhan ini tentu mengandung seruan kepada Bani Israil agar mereka tidak melakukan pembunuhan. Melakukan pembunuhan yang mengakibatkan pertumpahan darah jelas merupakan perbuatan yang tercela dan dilarang dalam Kitab Taurat. Bahkan, pembunuhan satu nyawa manusia saja bisa diibaratkan membunuh umat manusia semuanya.
Meskipun tragedi pembunuhan selalu terjadi sepanjang sejarah, Tuhan terus memperingatkan manusia agar tidak saling membunuh. Sebagaimana perintah Tuhan kepada Nabi Musa, bani Israel dilarang membunuh. Setiap manusia yang diciptakan adalah pemakmur kehidupan dan tidak ada yang lebih tinggi kecuali didasarkan pada peribadatannya kepada Tuhan. Pada titik ini, kekejaman pembunuhan prajurit Israel terhadap himpunan manusia di Jalur Gaza Palestina tampaknya perlu ditelusuri lebih lanjut.

Sungguh sudah jelas jika dalam agama tidak diperbolehkan melakukan pembunuhan. Taurat sebagai kitab yang dipegang bangsa Israel selalu menekankan cinta kasih, keadilan, kebenaran, dan kedamaian. Persoalan terjadi terkait dengan ketaatan manusianya. Dengan kata lain, manusia yang taat terhadap Kitab Taurat pasti akan menjalankan perintah Tuhan itu dengan sekuat-kuatnya. Lantas, apa yang kita simpulkan dari kebengisan militer Israel di Palestina dan juga secara luas di Timur Tengah? Jika menggunakan kacamata tadi, militer Israel berarti tidak menaati Kitab Taurat lahir dan batin.
Dalam hal ini, kesimpulan ketidaktaatan terhadap Kitab Taurat sebenarnya bisa kita kaji dari sejarah berdirinya paham Zionisme. Paham Zionisme ini hanya ciptaan manusia, bukan Tuhan. Manusia yang menciptakan paham itu adalah Theodore Herzl yang memang mengkonsep Zionisme secara matang. Di awal kongresnya di Basel Swiss pada 1897, Herzl berhasil mengumpulkan sekitar 200-an orang-orang Yahudi terutama dari wilayah Eropa. Terkait dengan sejarah berdirinya Zionisme ini bisa ditelaah lebih lanjut yang tentu dari berbagai literatur yang bening dan jernih. Yang ingin ditegaskan di sini adalah bahwa Yahudi yang merancang dan menjadi penyampai ideologi Zionisme bukanlah orang-orang Yahudi yang memiliki keimanan yang kuat, bahkan bisa dibilang tidak mengakui keberadaan Tuhan.
Di simpul inilah kita bisa memahami mengapa ada orang-orang Yahudi yang menentang berdirinya Negara Israel , bahkan menyebutnya menyimpang dari ajaran agama. Bisa dikatakan pula jika Zionisme menggunakan agama Yahudi sebagai alat untuk sekadar melancarkan ide gilanya mendirikan tanah air bagi kaum Yahudi. Lalu pertanyaannya, mengapa jika menyimpang dari ajaran agama bisa begitu kuat pengaruhnya sampai saat ini?
Perlu dicatat, paham Zionisme tidak mendefinisikan Yahudi sebagai agama, tapi ras yang unggul sehingga layak memusnahkan bangsa selainnya. Dengan demikian, kita tidak kaget jika militer Israel begitu kejinya membunuh bayi dan anak-anak. Warga sipil yang tak bersenjata pun dibantai. Pungkasnya, kita berharap agar paham ini tidak abadi yang justru menghancurkan kemanusiaan. Bangsa Israel jelas layak dan berhak hidup, tapi paham Zionisme perlu dihilangkan. Allah tentu mengetahui segalanya.
Hendra Sugiantoro
Karangmalang, Yogyakarta

Koreksi Total Paham Zionisme!

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Suara Pembaca Duta Masyarakat, Selasa, 13 Januari 2009

Sampai sejauh ini agresi militer Israel ke Jalur Gaza belum berakhir. Anak-anak dan perempuan pun harus menjemput kematian akibat tingkah polah Israel yang sudah berlangsung bertahun-tahun. PBB sepertinya juga tak berkutik jika berhadapan dengan nafsu Israel mencabik-cabik tanah Palestina dan juga wilayah Timur Tengah umumnya.
Tentu saja, fakta sejarah tak mungkin ditutupi bahwa agresi Israel adalah sebuah upaya mencaplok tanah Palestina. Sejak negara itu didirikan pada 1948, kita dapat menyaksikan berkurangnya luas wilayah Palestina yang sejatinya berhak untuk hidup merdeka. Jika saat ini sudah lebih dari 600 jiwa yang meninggal dunia, maka jumlah itu kian menambah deretan panjang jumlah korban jiwa sejak ide Negara Israel Raya dimunculkan. Tak ada kata yang lebih tepat untuk menggambarkan kisah pilu di Timur Tengah yang dilakukan Israel kecuali pembantaian nyawa manusia. Upaya perluasan wilayah Israel juga dilakukan dengan pengusiran penduduk asli Palestina.

Pastinya, kita dituntut berpikir jernih dalam memandang persoalan konflik Israel dan Timur Tengah. Wilayah Palestina yang di dalamnya terdapat kota Yerusalem memang seolah-olah menjadi bahan rebutan tiga agama besar di dunia. Dilihat dari ide Zionisme, pendirian Negara Israel Raya mencakup wilayah dari Sungai Nil sampai Sungai Eufrat. Jadi, persoalan terletak pada aneksasi wilayah oleh Israel tidak hanya di negara Palestina, tapi juga negara-negara Timur Tengah lainnya. Catatan sejarah menyebut telah terjadi begitu banyak perperangan di wilayah Timur Tengah.
Dengan prinsip kemanusiaan, siapapun jelas tidak menginginkan berkecamuknya senjata yang dilancarkan Israel di Palestina. Upaya-upaya lobi dan diplomasi harus terus diupayakan agar tercipta kehidupan yang penuh keamanan dan kedamaian di tanah tempat diutusnya banyak para Nabi itu. Di sisi lain, kita juga perlu mengoreksi total paham Zionisme. Diplomasi yang dilakukan ataupun resolusi yang diputuskan tidak akan memiliki makna jika paham Zionisme masih bercokol di otak pembesar Israel . Bagi kalangan Yahudi, paham Zionisme ini sebenarnya tidak disepakati secara keseluruhan, bahkan dikatakan sebagai paham yang menyimpang dari ajaran agama. Pendiri paham ini pun adalah orang Yahudi yang memiliki keimanan lemah, bahkan mengingkari keberadaan Tuhan. Theodore Herzl sebagai seorang wartawan dari Austria memang pandai menciptakan opini sehingga mampu menamamkan pengaruh kuat Zionisme.
Pada titik ini, perlu ditegaskan bahwa Yahudi bukanlah agama dalam paham Zionisme, melainkan ras yang merasa lebih unggul dibandingkan ras lainnya. Maka, tak aneh jika kita melihat ketegaan militer Israel membunuh ratusan nyawa. Seperti Nazizme, paham Zionisme pasti bisa dilenyapkan. Pernyataan Roger Garaudy (1996) sekiranya pantas direnungkan bahwa tidak ada keamanan bagi Israel dan Timur Tengah kecuali jika Israel meninggalkan paham Zionismenya dan kembali ke agama Ibrahim, yang adalah warisan bersama, bersifat keagamaan, dan persaudaraan dari tiga agama wahyu: Yudaisme, Nasrani, dan Islam. Ya, kita berharap agar kemerdekaan Palestina sebagai sebuah negara berdaulat bisa diwujudkan. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Karangmlang Yogyakarta 55281

Agresi Militer Israel adalah Pembantaian

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Surat Pembaca, Jurnal Nasional, Selasa, 13 Januari 2009
Serangan militer Israel ke wilayah Gaza Palestina tak kunjung berhenti. Setelah melancarkan serangan lewat udara, serangan lewat darat pun dilakukan dan mengakibatkan pertempuran hebat. Kini telah lebih dari 800 jiwa meninggal dunia dan ribuan jiwa lainnya dalam kondisi luka-luka dan kritis. Menyaksikan tragedi di bumi Gaza Palestina itu, siapapun akan dibuat menangis. Tidak hanya penduduk di wilayah Gaza, warga dunia yang masih memiliki hati nurani akan menangis melihat kekejaman militer Israel yang kian membabibuta.
Terkait agresi militer Israel, bukannya tidak ada upaya untuk menghentikannya. Imbauan internasional telah disuarakan. Pada akhir pekan lalu (Minggu 4 Januari 2009 WIB), DK PPB pun telah mengadakan pertemuan darurat dengan hasil tanpa kesepakatan berarti. Bahkan, Sekjen PBB Ban Ki-Moon berulang kali telah menegur Israel agar melakukan gencatan senjata. Pernyataan menentang agresi militer Israel juga datang dari sebagian para pemimpin seluruh negara. Pun, masyarakat dari berbagai negara tak henti-hentinya melancarkan demonstrasi besar-besar yang intinya mengecam dan mengutuk tindakan beringas Israel di wilayah Gaza. Pertanyaannya, mengapa Israel seakan-akan bersikap masa bodoh dan mengabaikan kecaman dunia internasional?


Siapapun yang memandang kemelut di wilayah Gaza saat ini perlu menggunakan mata hati jernih. Jika pihak Israel mengklaim serangannya ke Gaza dimaksudkan menghentikan tembakan roket dari pihak Hamas, maka alasan itu cenderung untuk melegalkan tindakan brutal Israel. Hamas menembakkan roket tidak lain adalah sebagai upaya membela diri akibat teror Israel yang terus dilancarkan kepada warga Palestina. Kita yang belajar dari sejarah akan mengatakan bahwa Israellah yang berlaku selayaknya penindas dan terus mencaplok tanah Palestina. Sejak negara Israel didirikan pada tahun 1948 sampai detik ini, kita dapat melihat dengan amat jelas bahwa peta negara Palestina terus menyusut wilayahnya akibat pendudukan negara Israel. Pendudukan Israel itu juga terjadi di beberapa negara di kawasan Timur Tengah lainnya.
Maka, tak heran jika banyak tuntutan disuarakan bagi kemerdekaan Palestina. Diakui atau tidak, sampai detik ini Palestina belumlah berdaulat secara penuh sebagai sebuah negara. Negara Israel telah bertahun-tahun melakukan penjajahan terhadap tanah Palestina. Di saat kemerdekaan negeri ini sudah menginjak usia lebih dari 63 tahun, kita tentu saja akan terus bertanya-tanya terkait belum merdekanya negara Palestina. Yang jelas, persoalan Palestina boleh jadi akan terjawab jika kita bisa memahami perilaku tentara Israel yang membunuh warga sipil dalam agresinya di wilayah Gaza. Di antara ratusan jiwa yang gugur itu terdapat anak-anak dan juga perempuan. Mengapa tentara Israel tega membombardir warga sipil? Apakah tentara Israel tidak merasa bersalah membunuh nyawa ratusan penduduk di wilayah Gaza dan anak-anak kecil? Bahkan, agresi Israel terebut sudah mengarah pada pembantaian. Jika kita membunuh satu jiwa saja memiliki perasaan bersalah yang amat besar apalagi jika kita membunuh ratusan nyawa. Lantas, apa yang kita pahami dari perilaku pihak militer Israel di wilayah Gaza saat ini yang telah membunuh lebih dari 500 jiwa? Perilaku yang juga tampak pada tahun 2006 lalu saat menyerbu Lebanon. Jawaban atas pertanyaan tersebut semoga dapat memberikan solusi menghentikan agresi Israel.
Hendra Sugiantoro
Karangmalang, Yogyakarta 55281

Palestina Berhak Merdeka

Bebas Bicara, Bernas Jogja, Kamis, 8 Januari 2009
SERANGAN tentara Israel ke wilayah Gaza, Palestina, belum berhenti sampai hari ini. Bahkan, serangan Israel juga dilakukan lewat jalur darat setelah sepekan dilakukan lewat udara. Selama lebih dari sepekan itu, sekitar 400 jiwa lebih merenggang nyawa dan ribuan jiwa lainnya mengalami luka-luka. Kejadian yang terjadi di Gaza tentu saja merupakan tragedi memilukan. Dari sekitar 400 jiwa lebih yang meninggal dunia itu ada sekitar lebih dari 100 anak yang gugur karena terpaan rudal dan tembakan Israel. Apa mau dikata, Israel seakan-akan sulit dikendalikan dan terus berulang-ulang melakukan tindakan brutal di wilayah Timur Tengah.
Menyikapi aksi Israel, berbagai pihak sebagaimana kita saksikan telah melontarkan hujatan dan kecaman. Dari pihak pemerintah Indonesia, tindakan Israel telah mendapatkan kecaman dan mengharapkan PPB memberikan sanksi tegas. Tak ketinggalan kalangan anggota DPR yang tergabung dalam Kaukus Palestina DPR juga mendesak pimpinan DPR untuk segera menggalang kekuatan di Inter-Parliamentary Union (IPU) agar mencoret keanggotaan Israel dari IPU. Hampir seluruh dunia pun menyuarakan nada mengecam dan mengutuk ulah Israel di wilayah Gaza. Namun anehnya, Israel seolah-olah tidak peduli dan justru tak menghentikan penyerangan ke wilayah Gaza. Di sisi lain, Amerika Serikat malah cenderung membela Israel sebagaimana dilakukan selama ini.

Pastinya, perhatian segenap pihak terkait kemelut di wilayah Gaza yang diciptakan Israel sangat dibutuhkan, baik dari masyarakat Indonesia maupun masyarakat dunia. Siapa pun berharap agar penyelesaian konflik Israel-Palestina yang ditempuh melalui jalur formal dapat terselenggara dengan baik. Lebih dari itu, resolusi yang mungkin akan dimunculkan mampu menciptakan keadilan khususnya bagi warga Palestina. Jika mau jujur berkata, sejatinya pihak Israel yang banyak menciptakan penderitaan di negeri Palestina sejak berpuluh-puluh tahun lalu sampai detik ini.
Berpikir jernih, klaim Israel bahwa serangannya untuk menghentikan tembakan roket pejuang Hamas juga mengada-ada. Terkait Hamas, kelompok itu sebenarnya tidak bisa disalahkan. Justru Hamas-lah yang konsisten berjuang mempertahankan tanah Palestina. Hamas terbentuk juga tidak terlepas dari aksi destruktif Israel yang sering menyerobot tanah Palestina dengan jalan kekerasan. Posisi Hamas hanya membela diri jika melancarkan serangan roket ke Israel. Israel boleh saja mengklaim tindakan militer ke wilayah Gaza untuk membalas serangan rudal Hamas, tapi dunia tidak bisa dibohongi bahwa Israel menjadikan klaim tersebut untuk melapangkan jalan membumihanguskan wilayah Gaza. Kita tentu ingat tragedi kemanusiaan yang menimpa Lebanon dua tahun lalu dimana pihak Israel menciptakan alasan bahwa kelompok Hizbullah telah menawan dua serdadunya. Dengan alasan yang sederhana itu, tentara Israel tanpa belas kasihan meluluhlantakan Lebanon dan menewaskan sekitar lebih dari 1.000 penduduk Lebanon.
Berbagai pihak memang dituntut jujur dalam menyaksikan tragedi kemanusiaan di Palestina dan wilayah Timur Tengah umumnya.
HENDRA SUGIANTORO
Pegiat Profetik Student Center UNY

Bergegaslah Selamatkan Gaza!

Surat Pembaca, Jurnal Nasional, Rabu, 7 Januari 2009
Penentangan atas serangan Israel ke wilayah Gaza terus berlanjut. Aksi-aksi demonstrasi kian meningkat intensitasnya seiring kian hebatnya serangan Israel yang terus menimbulkan kematian jiwa. Hingga hari ini tercatat lebih dari 400 orang yang gugur dan lebih dari 2000 orang mengalami luka-luka selama penyerangan Israel dilakukan. Pun, dua petinggi Hamas telah menjemput kematian, yakni Nizar Rayyan dan Abu Zakaria al-Jamal.
Tentu saja, apa yang kita saksikan di wilayah Gaza saat ini menimbulkan keprihatinan mendalam. Namun anehnya, dunia internasional hanya sekadar mengecam tanpa tindakan konkret menghentikan agresi Israel. Para pemimpin dunia hanya mengeluarkan retorika perdamaian dan sekadar berperang dengan kata-kata. Tak ada yang lebih baik yang ditunjukkan para pemimpin dunia melihat penderitaan warga Gaza yang terus-menerus dibombardir pihak militer Israel. Jelasnya, apa yang dilakukan para pemimpin dunia tak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan masyarakat yang menggelar demonstrasi. Jika para pemimpin dunia hanya berperang dengan kata-kata, lalu apa bedanya dengan masyarakat yang tak memiliki kendali kekuasaan?

Sesungguhnya tidaklah layak bagi para pemimpin dunia sekadar mengecam dan mengutuk karena para pemimpinlah yang memiliki kekuasaan. Dari kekuasaan itulah seharusnya melahirkan kekuatan untuk meredam dan membelenggu nafsu Israel agar tidak membumihanguskan wilayah Gaza. Jika mau berterus terang, para pemimpin dunia telah melakukan kezaliman tersendiri dengan tidak bergegas mengambil tindakan tegas terhadap Israel. Kezaliman yang telah dilakukan para pemimpin dunia telah membiarkan anak-anak dan perempuan harus merenggang nyawa.
Pastinya, siapapun tak pernah berpikir jika ada pembunuhan nyawa bisa dibiarkan berlarut-larut lebih dari sepekan. Nalar kemanusiaan kita jelas tak rela menyaksikan begitu banyak kematian jiwa yang bisa mencapai ratusan. Nurani kita tentu akan berontak dan berteriak: hentikan Israel! Ya, hentikan darah mengalir di wilayah Gaza! Hentikan setiap serangan yang mengakibatkan jiwa berguguran!
Bagi para pemimpin dunia terutama dunia Arab, dengarkanlah suara hati kalian. Begitu tegakah kalian mendiamkan tragedi memilukan di daerah dekat negaramu? Kalian memang bisa tidur di bangunan yang berdiri kokoh, tapi lihatlah penduduk di wilayah Gaza yang tidurpun tidak bisa nyenyak. Lihatlah mereka yang setiap saat merasakan ketakutan karena rudal-rudal Israel siap menghancurkan tempat tinggal dan membunuh mereka. Kalian memang bisa menyantap makanan lezat berkali-kali dalam sehari, tapi lihatlah penduduk di wilayah Gaza yang harus kelaparan. Anak-anak kalian memang bisa hidup dengan tenang, tapi lihatlah anak-anak di wilayah Gaza yang kini hampir tidak memiliki kepastian hidup di hari depan. Lihatlah mereka dan pedulilah!
Dengarkanlah wahai para pemimpin di dunia Arab, sesungguhnya kalian tak layak berpecah belah dan membiarkan penduduk di wilayah Gaza menderita. Pun, kalian perlu ketahui jika Umar bin Khaththab masih hidup, Umar takkan bisa tidur dan takkan menunda untuk menyelamatkan penduduk Gaza yang berada di ambang kehancuran. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
pekerja media di Universitas Negeri Yogyakarta
Karangmalang Yogyakarta 55281

Gaza, Tegarlah di Jalan Kepiluan

Surat Pembaca, Pontianak Post, Selasa, 6 Januari 2009
Apa yang kita rasakan jika dalam kondisi tidak aman? Tercekam tentunya. Apalagi jika setiap saat dihantui ledakan bom dari pesawat tempur, kita pasti tidak pernah bisa memejamkan mata. Hati kita tidak tenang karena suatu waktu tanpa pernah diduga pesawat tempur itu meluncurkan bom dan meluluhlantakkan bangunan. Boleh jadi bangunan itu adalah rumah kita, tempat tinggal yang digunakan untuk kita berteduh bersama keluarga kita. Perasaan tidak aman itu tak hanya di dalam rumah, tapi kita juga merasa tidak aman di luar rumah. Kemanapun kaki melangkah, serangan dari udara bisa datang tiba-tiba. Kondisi psikologis kita pastinya akan merasa terancam karena bom-bom itu bisa saja menimpa kita, keluarga kita atau anak-anak kita.

Dalam bayangan saja, perasaan tercekam dan tidak aman menghantui kita, apalagi jika kita benar-benar dalam kondisi seperti itu. Dan, kondisi mencekam yang kita bayangkan itu ternyata bukan sekadar bayangan, tapi benar-benar nyata. Ya, benar-benar nyata dan kini dialami warga di tempat yang jauhnya ratusan kilometer dari negara kita. Jika kita bertempat tinggal di negeri itu, kita akan terus menjerit pilu. Kita akan menangis karena keluarga terdekat kita bisa saja menghembuskan nafas terakhir saat sedang bekerja ataupun berjalan di luar rumah. Pun, anak-anak kita bisa saja meninggal saat sedang asyik-asyiknya bermain.

Seperti kita saksikan, kondisi yang mencekam itu benar-benar nyata di wilayah yang kita kenal dengan Gaza. Sudah berhari-hari ini wilayah yang berpenghuni 1,5 juta jiwa itu diluluhlantakkan tentara Israel lewat serbuan dari udaranya. Di wilayah Gaza itulah bom-bom siap meluncur dari pesawat tempur Israel yang datang tanpa bisa diperkirakan. Sampai detik ini, kita menyaksikan sudah lebih dari 400 jiwa meninggal dan ribuan jiwa lainnya mengalami luka-luka. Entah, berapa manusia lagi harus merenggang nyawa di wilayah itu. Kita tidak akan pernah tahu berapa jiwa lagi yang menjemput kematian karena pihak Israel seolah-olah tak mengenal rasa kemanusiaan. Meskipun dikecam oleh hampir seluruh dunia, pihak Israel justru ingin menambah daya serangan lewat jalur darat.

Memang kita tidak tinggal di wilayah Gaza. Kita tidak merasakan penderitaan secara langsung sebagaimana dialami warga Gaza. Tapi, hati kita ikut merasakan kepedihan. Kita menaruh empati yang mendalam terhadap kepiluan yang menimpa penduduk Gaza. Sebelum serangan Israel saat ini, mereka pun telah hidup menderita akibat blokade yang dilakukan pihak Israel. Kebutuhan-kebutuhan keseharian mereka perlahan menyusut dan habis total karena tidak ada pasokan dari luar. Warga Gaza yang telah diblokade selama hampir 2 tahun pun tidak hidup sebagaimana wajarnya. Akibat blokade, sebagaimana dikatakan Ferry Nur (2008), sekitar 80% masyarakat Gaza hidup dalam kegelapan setiap hari karena tidak ada aliran listrik, 150 jenis obat yang dibutuhkan mereka yang sakit sudah tidak ada lagi dan persediaan obat yang ada makin menipis, 80% pabrik roti sudah tutup karena tidak ada lagi gandum yang tersedia, bahkan ada keluarga dengan delapan orang anak tidak lagi makan sebagaimana layaknya, sehingga untuk mempertahankan hidupnya harus makan rumput. Saat ini makanan yang seharusnya diberikan kepada kambing atau sapi itu sudah menjadi makanan di Gaza.

Yang jelas, betapa pilunya kehidupan di wilayah Gaza. Kita tidak tinggal di sana, tapi ikut merasakan penderitaan mereka. Jika kita berada di Gaza hari ini, kita akan berontak dan ingin memerdekakan diri. Sungguh mereka ingin hidup merdeka sebagaimana kita di negeri ini. Merdeka tanpa pernah melihat ulah Israel lagi. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Aktivis Profetik Student Center Universitas Negeri Yogyakarta

Peduli Gaza, Peduli Kemanusiaan

Jagongan, Harian Jogja, Senin, 5 Januari 2009
SERANGAN tentara Israel ke wilayah Gaza , Palestina, pada Sabtu (27/12) lalu sungguh di luar perikemanusiaan. Ratusan jiwa mengalami luka-luka dan merenggang nyawa akibat kebrutalan negeri Zionis itu. Kejadian yang terjadi di Gaza bisa dikatakan sebagai tragedi memilukan di saat masyarakat dunia tengah menghadapi pergantian tahun. Apa mau dikata, Israel seakan-akan sulit dikendalikan dan terus berulang-ulang melakukan tindakan barbar di wilayah Timur Tengah. Bahkan, sampai detik ini Israel belum bersedia menghentikan serangannya.

Menyikapi aksi Israel , pihak Indonesia jelas tidak tinggal diam. Pemerintah melalui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengecam keras tindakan Israel yang dinilai berlebihan dan tidak proporsional. Dengan dalih apapun, kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, agresi Israel merupakan kezaliman dan kebiadaban nyata yang tidak bisa dibenarkan. Berbagai pernyataan lain juga dilontarkan yang pada intinya mengecam tindakan Israel yang membombardir wilayah Gaza. Namun anehnya, Israel seolah-olah tidak peduli dan justru ingin meneruskan penyerangan ke wilayah Gaza meskipun dikecam hampir seluruh dunia. Di sisi lain, Amerika Serikat malah cenderung membela Israel sebagaimana dilakukan selama ini.

Yang jelas, apa yang terjadi di wilayah Gaza membutuhkan perhatian segenap pihak, baik dari masyarakat Indonesia maupun masyarakat dunia. Desakan pemerintah agar PBB dan DK PBB menggelar sidang formal sudah selayaknya dilakukan. Siapa pun berharap agar penyelesaian konflik Israel-Palestina yang ditempuh melalui jalur formal dapat terselenggara dengan baik. Lebih dari itu, resolusi yang mungkin akan dimunculkan mampu menciptakan keadilan khususnya bagi warga Palestina. Jika mau jujur berkata, sejatinya pihak Israel yang banyak menciptakan penderitaan di negeri Palestina sampai detik ini. Sebagai bentuk solidaritas, apa yang diserukan kalangan anggota DPR yang tergabung dalam Kaukus Palestina DPR juga ada benarnya. Seperti diberitakan, Kaukus Palestina mendesak pimpinan DPR untuk segera menggalang kekuatan di Inter-Parliamentary Union (IPU) untuk mencoret keanggotaan Israel dari IPU.

Selain itu, tak kalah mendesak adalah bantuan kemanusiaan untuk warga Palestina. Di luar bantuan obat-obatan, pemerintah Indonesia akan memberikan bantuan senilai 1 juta dollar AS. Bantuan kemanusiaan itu dipastikan akan terus mengalir yang digalang oleh lembaga nonpemerintah sebagaimana himbauan Majelis Ulama Indonesia (MUI) agar masyarakat memberikan bantuan berupa uang dan obat-obatan ke Jalur Gaza.

Kita memang berharap agar warga Palestina umumnya dan warga Gaza khususnya dapat menikmati indahnya menatap masa depan tanpa cekaman rasa takut akibat konflik dan perang senjata. Konstutisi negara ini pun telah menegaskan bahwa penjajahan di atas muka bumi harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Karangmalang Yogyakarta 55281

Kepiluan Gaza, Kepiluan Kita

Bebas Bicara, Bernas Jogja, Sabtu, 3 Januari 2009
Siapa pun takkan menyangka jika di akhir tahun 2008 lalu harus terjadi peristiwa mencekam. Peristiwa yang menyita perhatian mata dunia itu terjadi di bumi Palestina, tepatnya di wilayah Gaza. Israel dengan serangannya meluluhlantakkan infrastruktur di wilayah Gaza dan menimbulkan kematian ratusan jiwa (27/12). Di antara yang meninggal itu ada anak-anak kecil yang masih memiliki masa depan. Sampai detik ini serangan ke wilayah Gaza masih terjadi yang tentu saja kian menambah kepiluan.

Menyikapi tragedi kemanusiaan di wilayah Gaza, berbagai pihak pun melancarkan respon. Tidak hanya dari Indonesia, respon pun datang dari berbagai belahan dunia. Masing-masing warga di hampir setiap negara menggelar demonstrasi mengecam tindakan Israel yang dikatakan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin sebagai kezaliman dan kebiadaban yang nyata. Pemerintah Indonesia pun mengecam tindakan Israel itu dan meminta PBB dan DK PBB untuk mengadakan sidang formal menyelesaikan kemelut di wilayah Gaza. Bantuan kemanusiaan juga diberikan pemerintah Indonesia dengan dana sebesar 1 juta dollar AS dan bantuan obat-obatan untuk warga Gaza yang tengah menderita. Apa yang dilakukan pemerintah itu juga mendapatkan dukungan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Pastinya, bantuan kemanusiaan dari pemerintah Indonesia terhadap kondisi di wilayah Gaza memang selayaknya dilakukan. Jika ada usulan agar pemerintah Indonesia juga mengirimkan pasukan perdamaian, itu tentu harus menunggu analisis yang tepat. Untuk saat ini, kepedulian terhadap tragedi kemanusiaan di wilayah Gaza dapat dilakukan dengan memberikan dana sesuai kemampuan. Sebagaimana imbauan MUI, masyarakat perlu meningkatkan kepedulian dengan menghimpun dan menggalang dana untuk membantu meringankan beban penderitaan rakyat Palestina. Selain itu, masyarakat juga diimbau melaksanakan Salat Ghaib dan Qunut Nazilah.

Yang jelas, apa yang terjadi di wilayah Gaza merupakan keprihatinan kita bersama. Sebagai warga dunia, kita senantiasa memperhatikan saudara-saudara kita di wilayah Gaza yang tengah ditimpa kezaliman. Kepedulian kita adalah kepeduliaan terhadap kemanusiaan. Kita berdoa agar tatanan yang damai dapat tercipta di wilayah Gaza. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Profetik Student Center UNY

Mungkinkah Menghukum Israel?

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Surat Pembaca, Jurnal Nasional, Jum'at, 2 Januari 2009
Sungguh memilukan menyaksikan agresi militer Israel yang dilancarkan ke kawasan Gaza, Palestina pada Sabtu (27/12) lalu dan berlangsung sampai hari ini. Tindakan itu sebagaimana dikatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memang terlalu berlebihan dan tidak proporsional. Kita harus mengatakannya terus terang bahwa tindakan Israel merupakan kezaliman dan bisa dikatakan sebagai kejahatan kemanusiaan.

Pastinya, serangan-serangan yang dilakukan pihak Israel telah menyebabkan penduduk di wilayah Gaza menderita. Berbagai infrastruktur di wilayah Gaza pun luluh lantak sehingga kehidupan sehari-hari masyarakat menjadi tercekam. Wilayah Gaza telah dicabik-cabik dan dirusak kedaulatannya. Lantas, apakah tindakan Israel di wilayah Gaza layak disebut terorisme?
Diakui atau tidak, definisi terorisme selama ini seakan rancu dan diarahkan sesuai kepentingan AS. Bahkan, telah menjadi lagu lama jika PBB pun bertekut lutut dan kurang mampu meredam keinginan-keinginan ambisius AS di atas bumi ini. Malah tindakan Israel tak pernah dikatakan sebagai kejahatan terorisme dan sebaliknya justru Hamaslah yang selalu disebut sebagai teroris.

Jika mau berkata jujur, konflik antara Arab dan Israel sepertinya sengaja digoreskan dalam sejarah kehidupan di muka bumi ini. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, upaya-upaya diplomasi memang masih dimungkinkan, namun tidak berarti konflik di Timur Tengah akan berhenti. Memang kelihatan pesimistik, tapi itulah kenyataannya. Upaya perdamaian memang sedikit banyak akan meredakan konflik dalam beberapa waktu, namun dalam beberapa waktu lagi konflik akan kembali muncul. Pertanyaannya kemudian, apakah kita harus terus-menerus pesimis terkait penciptaan tatanan damai di Timur Tengah dan khususnya di kawasan Gaza?

Berpikir jernih, upaya menciptakan tatanan damai akan sulit jika negara-negara di muka bumi ini masih takut untuk menolak segala kepentingan dan kezaliman Israel yang selalu mendapat dukungan AS. Kita ambil contoh tragedi yang menimpa Lebanon pada 2006 lalu dimana apa yang dilakukan Israel tak pernah diusut sebagai kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan, padahal siapapun menyaksikan jika warga sipil dan anak-anak harus menjadi korban dari serangan Israel di negeri tempat kelompok Hizbullah itu. Pun, kita tidak bisa melupakan agresi militer Israel lainnya yang pernah dilakukan di wilayah Timur Tengah dimana telah banyak ribuan jiwa menjemput kematian.

Maka, sudah saatnya jika saat ini negara-negara di dunia mulai membangun kekuatan global. Negara-negara di dunia perlu menguatkan barisan dan berkata tegas bahwa apa yang dilakukan Israel merupakan kejahatan terorisme. Tidak cukup mengecam dan mengutuk, tapi juga perlu membawa petinggi militer Israel ke mahkamah internasional untuk mendapatkan pengadilan sebagaimana mestinya. Langkah berani selanjutnya yang tak kalah penting adalah melucuti senjata dan peralatan militer Israel agar tidak terus-menerus mencabik-cabik wilayah Palestina dan juga wilayah Timur Tengah. Kekuatan global perlu membangun bumi anugerah Tuhan yang telah diwariskan kepada anak cucu Adam ini tanpa menyaksikan lagi kemelut di Timur Tengah. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
pekerja media di Universitas Negeri Yogyakarta
Karangmalang Yogyakarta 55281