Koreksi Total Paham Zionisme!

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Suara Pembaca Duta Masyarakat, Selasa, 13 Januari 2009

Sampai sejauh ini agresi militer Israel ke Jalur Gaza belum berakhir. Anak-anak dan perempuan pun harus menjemput kematian akibat tingkah polah Israel yang sudah berlangsung bertahun-tahun. PBB sepertinya juga tak berkutik jika berhadapan dengan nafsu Israel mencabik-cabik tanah Palestina dan juga wilayah Timur Tengah umumnya.
Tentu saja, fakta sejarah tak mungkin ditutupi bahwa agresi Israel adalah sebuah upaya mencaplok tanah Palestina. Sejak negara itu didirikan pada 1948, kita dapat menyaksikan berkurangnya luas wilayah Palestina yang sejatinya berhak untuk hidup merdeka. Jika saat ini sudah lebih dari 600 jiwa yang meninggal dunia, maka jumlah itu kian menambah deretan panjang jumlah korban jiwa sejak ide Negara Israel Raya dimunculkan. Tak ada kata yang lebih tepat untuk menggambarkan kisah pilu di Timur Tengah yang dilakukan Israel kecuali pembantaian nyawa manusia. Upaya perluasan wilayah Israel juga dilakukan dengan pengusiran penduduk asli Palestina.

Pastinya, kita dituntut berpikir jernih dalam memandang persoalan konflik Israel dan Timur Tengah. Wilayah Palestina yang di dalamnya terdapat kota Yerusalem memang seolah-olah menjadi bahan rebutan tiga agama besar di dunia. Dilihat dari ide Zionisme, pendirian Negara Israel Raya mencakup wilayah dari Sungai Nil sampai Sungai Eufrat. Jadi, persoalan terletak pada aneksasi wilayah oleh Israel tidak hanya di negara Palestina, tapi juga negara-negara Timur Tengah lainnya. Catatan sejarah menyebut telah terjadi begitu banyak perperangan di wilayah Timur Tengah.
Dengan prinsip kemanusiaan, siapapun jelas tidak menginginkan berkecamuknya senjata yang dilancarkan Israel di Palestina. Upaya-upaya lobi dan diplomasi harus terus diupayakan agar tercipta kehidupan yang penuh keamanan dan kedamaian di tanah tempat diutusnya banyak para Nabi itu. Di sisi lain, kita juga perlu mengoreksi total paham Zionisme. Diplomasi yang dilakukan ataupun resolusi yang diputuskan tidak akan memiliki makna jika paham Zionisme masih bercokol di otak pembesar Israel . Bagi kalangan Yahudi, paham Zionisme ini sebenarnya tidak disepakati secara keseluruhan, bahkan dikatakan sebagai paham yang menyimpang dari ajaran agama. Pendiri paham ini pun adalah orang Yahudi yang memiliki keimanan lemah, bahkan mengingkari keberadaan Tuhan. Theodore Herzl sebagai seorang wartawan dari Austria memang pandai menciptakan opini sehingga mampu menamamkan pengaruh kuat Zionisme.
Pada titik ini, perlu ditegaskan bahwa Yahudi bukanlah agama dalam paham Zionisme, melainkan ras yang merasa lebih unggul dibandingkan ras lainnya. Maka, tak aneh jika kita melihat ketegaan militer Israel membunuh ratusan nyawa. Seperti Nazizme, paham Zionisme pasti bisa dilenyapkan. Pernyataan Roger Garaudy (1996) sekiranya pantas direnungkan bahwa tidak ada keamanan bagi Israel dan Timur Tengah kecuali jika Israel meninggalkan paham Zionismenya dan kembali ke agama Ibrahim, yang adalah warisan bersama, bersifat keagamaan, dan persaudaraan dari tiga agama wahyu: Yudaisme, Nasrani, dan Islam. Ya, kita berharap agar kemerdekaan Palestina sebagai sebuah negara berdaulat bisa diwujudkan. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Karangmlang Yogyakarta 55281

Agresi Militer Israel adalah Pembantaian

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Surat Pembaca, Jurnal Nasional, Selasa, 13 Januari 2009
Serangan militer Israel ke wilayah Gaza Palestina tak kunjung berhenti. Setelah melancarkan serangan lewat udara, serangan lewat darat pun dilakukan dan mengakibatkan pertempuran hebat. Kini telah lebih dari 800 jiwa meninggal dunia dan ribuan jiwa lainnya dalam kondisi luka-luka dan kritis. Menyaksikan tragedi di bumi Gaza Palestina itu, siapapun akan dibuat menangis. Tidak hanya penduduk di wilayah Gaza, warga dunia yang masih memiliki hati nurani akan menangis melihat kekejaman militer Israel yang kian membabibuta.
Terkait agresi militer Israel, bukannya tidak ada upaya untuk menghentikannya. Imbauan internasional telah disuarakan. Pada akhir pekan lalu (Minggu 4 Januari 2009 WIB), DK PPB pun telah mengadakan pertemuan darurat dengan hasil tanpa kesepakatan berarti. Bahkan, Sekjen PBB Ban Ki-Moon berulang kali telah menegur Israel agar melakukan gencatan senjata. Pernyataan menentang agresi militer Israel juga datang dari sebagian para pemimpin seluruh negara. Pun, masyarakat dari berbagai negara tak henti-hentinya melancarkan demonstrasi besar-besar yang intinya mengecam dan mengutuk tindakan beringas Israel di wilayah Gaza. Pertanyaannya, mengapa Israel seakan-akan bersikap masa bodoh dan mengabaikan kecaman dunia internasional?


Siapapun yang memandang kemelut di wilayah Gaza saat ini perlu menggunakan mata hati jernih. Jika pihak Israel mengklaim serangannya ke Gaza dimaksudkan menghentikan tembakan roket dari pihak Hamas, maka alasan itu cenderung untuk melegalkan tindakan brutal Israel. Hamas menembakkan roket tidak lain adalah sebagai upaya membela diri akibat teror Israel yang terus dilancarkan kepada warga Palestina. Kita yang belajar dari sejarah akan mengatakan bahwa Israellah yang berlaku selayaknya penindas dan terus mencaplok tanah Palestina. Sejak negara Israel didirikan pada tahun 1948 sampai detik ini, kita dapat melihat dengan amat jelas bahwa peta negara Palestina terus menyusut wilayahnya akibat pendudukan negara Israel. Pendudukan Israel itu juga terjadi di beberapa negara di kawasan Timur Tengah lainnya.
Maka, tak heran jika banyak tuntutan disuarakan bagi kemerdekaan Palestina. Diakui atau tidak, sampai detik ini Palestina belumlah berdaulat secara penuh sebagai sebuah negara. Negara Israel telah bertahun-tahun melakukan penjajahan terhadap tanah Palestina. Di saat kemerdekaan negeri ini sudah menginjak usia lebih dari 63 tahun, kita tentu saja akan terus bertanya-tanya terkait belum merdekanya negara Palestina. Yang jelas, persoalan Palestina boleh jadi akan terjawab jika kita bisa memahami perilaku tentara Israel yang membunuh warga sipil dalam agresinya di wilayah Gaza. Di antara ratusan jiwa yang gugur itu terdapat anak-anak dan juga perempuan. Mengapa tentara Israel tega membombardir warga sipil? Apakah tentara Israel tidak merasa bersalah membunuh nyawa ratusan penduduk di wilayah Gaza dan anak-anak kecil? Bahkan, agresi Israel terebut sudah mengarah pada pembantaian. Jika kita membunuh satu jiwa saja memiliki perasaan bersalah yang amat besar apalagi jika kita membunuh ratusan nyawa. Lantas, apa yang kita pahami dari perilaku pihak militer Israel di wilayah Gaza saat ini yang telah membunuh lebih dari 500 jiwa? Perilaku yang juga tampak pada tahun 2006 lalu saat menyerbu Lebanon. Jawaban atas pertanyaan tersebut semoga dapat memberikan solusi menghentikan agresi Israel.
Hendra Sugiantoro
Karangmalang, Yogyakarta 55281