Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Suara Pembaca Duta Masyarakat, Kamis 9 April 2009
Hari ini, Kamis (9/4), adalah momentum perubahan. Masyarakat Indonesia menuju tempat pemungutan suara untuk menentukan wakil-wakilnya yang akan duduk di kursi DPR/DPRD/DPD periode 2009-2014. Dengan segenap kesadaran, pilihan politik yang dilakukan di bilik suara berpengaruh terhadap perjalanan bangsa dan negara. Maka, tak ada pilihan lain kecuali memilih caleg secara cerdas dan tidak asal-asalan.
Dalam hal ini, masyarakat hendaknya tidak mudah dibohongi begitu saja dengan janji-janji para caleg. Masyarakat tentu memahami bahwa setiap kampanye para caleg selalu menjanjikan suatu perbaikan. Tidak mungkin ada caleg malah berkampanye yang tidak prorakyat. Masyarakat perlu menilai rekam jejak caleg selama ini untuk menentukan pilihan secara cerdas. Pengabdian sosial caleg menjadi salah satu kriteria yang menentukan layak tidaknya caleg dipilih. Amat naif ada caleg yang menampakkan kepedulian terhadap masyarakat saat kampanye, tapi selama ini tidak pernah terjun nyata di tengah masyarakat. Jika ada caleg menggunakan jargon-jargon prorakyat saat kampanye, maka itu adalah kewajaran. Pertanyaannya, apakah selama ini caleg tersebut hidup bersama masyarakat?
Tak bisa dilupakan, masyarakat hendaknya tidak terpengaruh dengan politik uang (money politics) yang mungkin dilakukan caleg. Masyarakat berhak memilih tanpa tekanan dan paksaan. Masyarakat hendaknya memilih bukan karena sejumlah uang yang diterima untuk memilih caleg tertentu. Perlu menjadi kesadaran bahwa uang yang diterima hanya kenikmatan sesaat, tapi berefek buruk bertahun-tahun lamanya. Dengan melakukan money politics, caleg ketika terpilih akan menyandera negeri ini dengan perilaku korupsi.
Disadari atau tidak, Pemilu 2009 bisa dikatakan merupakan taruhan bagi masyarakat. Artinya, salah memilih akan berdampak buruk lima tahun ke depan dan begitu juga sebaliknya. Tentu saja masyarakat tidak bisa menggeneralisir seluruh caleg jelek. Di antara banyaknya caleg tentu masih ada yang baik, tulus mengabdi, dan peduli. Masyarakat berhak menilai siapa caleg yang memang benar-benar tepat untuk menjadi wakilnya di gedung dewan. Kini saatnya masyarakat menghadirkan lembaga legislatif yang bersih dan yang benar-benar bekerja bagi kepentingan masyarakat. Ketika nantinya menuju tempat pemungutan suara, masyarakat perlu menguatkan tekad bahwa pilihan politik yang diambil adalah pilihan perubahan untuk membawa Indonesia lebih baik. Pilihan perubahan bahwa Indonesia harus menapak ke depan dalam kemajuan. Masyarakat berkewajiban menjadikan lembaga legislatif lebih bermartabat dengan memilih caleg secara tepat. Ya, saatnya Indonesia memilih untuk perubahan! Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Pegiat LPM Transformasi UNY
http://dutamasyarakat.com/1/02dm.php?mdl=dtlartikel&id=14628
Dimuat di Suara Pembaca Duta Masyarakat, Kamis 9 April 2009
Hari ini, Kamis (9/4), adalah momentum perubahan. Masyarakat Indonesia menuju tempat pemungutan suara untuk menentukan wakil-wakilnya yang akan duduk di kursi DPR/DPRD/DPD periode 2009-2014. Dengan segenap kesadaran, pilihan politik yang dilakukan di bilik suara berpengaruh terhadap perjalanan bangsa dan negara. Maka, tak ada pilihan lain kecuali memilih caleg secara cerdas dan tidak asal-asalan.
Dalam hal ini, masyarakat hendaknya tidak mudah dibohongi begitu saja dengan janji-janji para caleg. Masyarakat tentu memahami bahwa setiap kampanye para caleg selalu menjanjikan suatu perbaikan. Tidak mungkin ada caleg malah berkampanye yang tidak prorakyat. Masyarakat perlu menilai rekam jejak caleg selama ini untuk menentukan pilihan secara cerdas. Pengabdian sosial caleg menjadi salah satu kriteria yang menentukan layak tidaknya caleg dipilih. Amat naif ada caleg yang menampakkan kepedulian terhadap masyarakat saat kampanye, tapi selama ini tidak pernah terjun nyata di tengah masyarakat. Jika ada caleg menggunakan jargon-jargon prorakyat saat kampanye, maka itu adalah kewajaran. Pertanyaannya, apakah selama ini caleg tersebut hidup bersama masyarakat?
Tak bisa dilupakan, masyarakat hendaknya tidak terpengaruh dengan politik uang (money politics) yang mungkin dilakukan caleg. Masyarakat berhak memilih tanpa tekanan dan paksaan. Masyarakat hendaknya memilih bukan karena sejumlah uang yang diterima untuk memilih caleg tertentu. Perlu menjadi kesadaran bahwa uang yang diterima hanya kenikmatan sesaat, tapi berefek buruk bertahun-tahun lamanya. Dengan melakukan money politics, caleg ketika terpilih akan menyandera negeri ini dengan perilaku korupsi.
Disadari atau tidak, Pemilu 2009 bisa dikatakan merupakan taruhan bagi masyarakat. Artinya, salah memilih akan berdampak buruk lima tahun ke depan dan begitu juga sebaliknya. Tentu saja masyarakat tidak bisa menggeneralisir seluruh caleg jelek. Di antara banyaknya caleg tentu masih ada yang baik, tulus mengabdi, dan peduli. Masyarakat berhak menilai siapa caleg yang memang benar-benar tepat untuk menjadi wakilnya di gedung dewan. Kini saatnya masyarakat menghadirkan lembaga legislatif yang bersih dan yang benar-benar bekerja bagi kepentingan masyarakat. Ketika nantinya menuju tempat pemungutan suara, masyarakat perlu menguatkan tekad bahwa pilihan politik yang diambil adalah pilihan perubahan untuk membawa Indonesia lebih baik. Pilihan perubahan bahwa Indonesia harus menapak ke depan dalam kemajuan. Masyarakat berkewajiban menjadikan lembaga legislatif lebih bermartabat dengan memilih caleg secara tepat. Ya, saatnya Indonesia memilih untuk perubahan! Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Pegiat LPM Transformasi UNY
http://dutamasyarakat.com/1/02dm.php?mdl=dtlartikel&id=14628