Menelusuri Jejak Hidup Hatta

Oleh HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Bedah Buku Kedaulatan Rakyat, Minggu 19 Juli 2009

Judul Buku: Mohammad Hatta, Biografi Singkat 1902-1980 Penulis: Salman Alfarizi Penerbit: Garasi, Ar-Ruzz Media Yogyakarta Cetakan: I, Januari 2009 Tebal: 244 halaman Harga: Rp.35.000,00
Begitu banyak tokoh-tokoh bangsa yang lahir di negeri ini. Tokoh-tokoh bangsa itu tidak hanya hidup untuk dirinya sendiri, tapi mengambil tanggung jawab sejarah memikirkan dan berjuang untuk bangsanya. Di antara banyaknya tokoh bangsa itu, kita bisa menyebut Mohammad Hatta, wakil presiden pertama Republik Indonesia. Hatta merupakan tokoh bangsa yang berperan dan memberikan kontribusi sejak zaman prakemerdekaan. Dari sosok Hatta, kita bisa mengambil keteladanan. Hatta dikenal sebagai sosok teguh, jujur, bersih, dan antikorupsi.

Dalam buku yang ditulis Salman Alfarizi berjudul Mohammad Hatta, Biografi Singkat 1902-1980 ini, kita bisa menelusuri kehidupan Hatta yang dilahirkan di Bukit Tinggi pada 12 Agustus 1902. Ayah Hatta bernama Haji Mohammad Djamil dan ibunya bernama Siti Saleha. Hatta kecil memang telah ditempa untuk memiliki karakter dan sikap mental yang kuat. Pada usia 5 tahun, Hatta sudah bisa membaca-menulis dan mulai bersekolah di Sekolah Rakyat saat berusia 6 tahun sampai tahun ketiga. Karena kepintaran dan dapat berbahasa Belanda dengan baik, Hatta pindah ke Europese Lagere School (ELS) di Bukit Tinggi. Setamat ELS pada 1916, ia melanjutkan pendidikannnya di Meer Uitgebreid Lagere School (MULO) Padang. Hatta dapat dengan mudah mengikuti pelajaran sekolah karena ia rajin mengulang pelajaran dan sangat gemar membaca. Kebiasaan membaca bagi Hatta memang luar biasa. Perkenalan Hatta dengan buku secara formal adalah ketika duduk sebagai siswa sekolah menengah dagang di Batavia dimana kerabat orang tuanya membawa ia ke toko buku dan membelikannya tiga buku: Staathuishoudkunde 2 jilid, De Socialisten 6 jilid, dan Het Jaar 2000. Kata Hatta, ketiga buku itu yang bermula dimiliki dan menjadi dasar perpustakaannya.

Kegemaran Hatta membaca buku memang patut diteladani. Saat kuliah di Belanda, kegiatan mengumpulkan buku dan membacanya terus-menerus dilakukan. Betapa menyatunya Hatta dengan buku sehingga tidak mengherankan jika Hatta membawa 16 peti berisi buku saat pulang ke Indonesia seusai kuliah di Belanda. Kebiasaan membaca Hatta ini tak mengenal mati meskipun beberapa kali harus keluar masuk penjara. Bahkan, hadiah pengantin Hatta kepada Rahmi Rachim saat pernikahan adalah sebuah buku yang baru selesai ditulisnya, yaitu Alam Pikiran Yunani. Yang menarik, Hatta menikah dengan Rahmi Rachim pada usia 43 tahun, tepatnya pada 18 November 1945. Hatta memang pernah bersumpah tidak akan menikah sebelum Indonesia merdeka. Pernikahannya itupun karena dijodohkan oleh Soekarno. Rahmi Rachim yang saat menikah dengan Hatta berusia 19 tahun adalah putri sulung Abdul Rachim, teman Soekarno. Selain membaca, Hatta juga menjadi penulis. Karya pertama Hatta dimuat di majalah Jong Sumatra pada 1920 dengan judul ”Namaku Hindania!”. Banyak tulisan yang telah dihasilkan Hatta yang sedikit banyak mencerminkan pemikiran-pemikirannya yang juga diutarakan dalam buku ini, seperti pemikiran Hatta tentang kebangsaan, hak asasi manusia, demokrasi, ekonomi kerakyatan, hubungan Islam dan politik, dan politik luar negeri. Dijelaskan dalam buku ini, Hatta dalam kiprahnya sebagai pejabat negara selalu menekankan pentingnya demokrasi ekonomi kerakyatan yang berbasis pada koperasi, pendidikan politik dan politik luar negeri yang bebas aktif. Pergolakan intelektual Hatta sebagai pemimpin bagi rakyatnya tercermin dalam Pasal 33 UUD 1945. Penegasan akan isi dari pasal tersebut disajikan dalam sebuah tulisan Ekonomi Indonesia di Masa Depan yang merupakan penafsiran asli dari Pasal 33 UUD 1945 secara yuridis-historis. Tulisan itu merupakan pidato Hatta sebagai wakil presiden yang disampaikan saat Konferensi Ekonomi Indonesia di Yogyakarta pada 1946.

Meskipun hanya biografi singkat, buku yang ditulis Salman Alfarizi ini bisa dikatakan merangkum hal-hal yang substansial dari sosok dan pemikiran Hatta. Riwayat organisasi Hatta juga dipaparkan dalam buku ini dimana tampak kepedulian Hatta terhadap kemerdekaan dan kemajuan negeri ini. Dengan buku ini, sebagaimana dikatakan Salman Alfarizi, harapannya bisa menggugah siapa pun untuk berkarya bagi negeri ini. Semangat hidup, cara bekerja, kesederhanaan, dan juga kejujuran Hatta tentu bisa dijadikan teladan.
Hendra Sugiantoro
Penggiat Komunitas El-Pena Yogyakarta