Memilih untuk Parlemen Lebih Baik

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Opini Suara Karya, Selasa 7 April 2009

Kampanye usai dan pemilihan umum anggota legislatif di depan mata. Di tengah minimnya kepercayaan masyarakat terhadap kinerja parlemen, kita tetap berharap agar para caleg yang kelak terpilih mampu mengemban amanah sebaik-baiknya. Wajah bangsa dan negara ini ke depan sedikit banyak ditentukan mereka yang kelak duduk di parlemen. Maka, kita senantiasa membentangkan optimisme bahwa harapan itu masih ada. Harapan agar tercipta wajah parlemen yang lebih baik, bersih, kontributif, dan bermartabat.
Adanya harapan sedikit banyak telah menjadi modal perubahan. Harapan itu tentunya harus berlanjut pada dua titik: komitmen caleg dan kecerdasan pemilih. Dua hal ini perlu dilakukan untuk menciptakan parlemen yang bersih, mampu bekerja maksimal, dan bertanggung jawab. Caleg yang selama masa kampanye diperkenankan mengutarakan program-programnya hendaknya tidak berhenti pada tataran kata-kata. Janji-janji perubahan tidak sekadar retorika untuk memikat hati pemilih. Lebih dari itu, caleg harus menyuguhkan apa yang pernah disampaikan selama kampanye di alam realitas ketika nantinya terpilih. Asumsinya, caleg adalah sosok yang cerdas sehingga program-program dan janji-janji selama kampanye dipikirkan secara matang. Program-program yang diutarakan selama kampanye memang didasarkan pada analisis kondisi masyarakat yang mencita-citakan kehidupan penuh kemapanan dan kesejahteraan. Setelah kelak benar-benar terpilih, caleg harus menjadikan setiap janji perubahan sebagai pengikat komitmen. Jika selama kampanye selalu berteriak peduli masyarakat, maka perlu dibuktikan ketika duduk di parlemen.

Hal yang perlu diperhatikan, setiap caleg harus siap menerima kemenangan sekaligus kekalahan. Pemilu legislatif bisa dikatakan merupakan medan kompetisi untuk menentukan siapa caleg yang memang benar-benar menjadi pilihan masyarakat. Masa kampanye sekiranya cukup bagi caleg mencitrakan diri dan memaparkan visi-misi dan programnya kepada masyarakat. Di hari pemilihan, masyarakatlah yang menentukan pilihan. Jika memang nantinya tidak terpilih sebagai anggota legislatif, caleg hendaknya lapang dada. Dalam kompetisi tidak semuanya harus menang. Dari sekitar 11.215 caleg hanya 560 caleg yang akhirnya terpilih menjadi anggota DPR. Di tingkat DPRD provinsi, dari sekitar 112.000 caleg yang bertarung hanya 1.998 caleg yang nantinya terpilih. Dari sekitar 1,5 juta caleg yang memperebutkan kursi DPRD kabupaten/kota hanya 15.750 caleg yang terpilih. Pun, dari sekitar 1.109 caleg DPD hanya 132 caleg yang akhirnya menduduki kursi DPD. Maka, caleg harus bersiap menerima kenyataan apapun yang bakal terjadi. Indikasi akan banyak caleg stress dan masuk rumah sakit jiwa akibat kalah dalam pemilu legislatif harapannya tidak terbukti. Kedewasaan caleg dalam berpolitik merupakan keniscayaan sehingga tidak memaknai kekalahan sebagai malapetaka.
Sisi lain yang juga penting adalah kecerdasan pemilih. Disadari atau tidak, baik dan buruknya wajah parlemen sedikit banyak ditentukan oleh masyarakat. Masyarakat yang memiliki hak pilih bisa menentukan wajah parlemen bersih ataukah terkotori oleh kasus korupsi. Jika kinerja parlemen selama ini masih dipertanyakan, maka masyarakat perlu memperbaiki kinerja parlemen dengan memilih caleg yang berkualitas. Masyarakat yang asal-asalan memilih tanpa mempertimbangkan integritas dan kapabilitas caleg akan membuat wajah parlemen kian kusut penuh permasalahan. Masyarakat hendaknya bisa jernih menilai siapa caleg yang memang benar-benar ingin mengabdi ataukah hanya ingin menjadikan parlemen sebagai lahan mencari nafkah. Kecerdasan masyarakat memang merupakan keniscayaan. Masyarakat hendaknya memilih bukan karena diberi segepok uang, tapi karena didasarkan pertimbangan kapasitas, integritas, dan kapabilitas caleg.
Penilaian kritis masyarakat terhadap caleg-caleg yang ada perlu dilakukan untuk tidak terjebak dengan penampilan fisik dan polesan memikat caleg semata. Di antara banyak caleg yang berkompetisi tidak semuanya buruk. Masih ada caleg yang benar-benar berkomitmen membangun kehidupan bangsa dan negara. Di antara banyak caleg, masyarakat bisa melihat siapa di antara caleg yang jelas pengabdian sosialnya selama ini. Tak dimungkiri ada caleg yang muncul secara mendadak saat pemilu, tapi sebelumnya tidak terlihat rekam jejaknya. Ada caleg yang peduli masyarakat saat kampanye, tapi tidak jelas kemampuannya untuk menjadi anggota legislatif.
Masa hari tenang selama tiga hari sejak Senin (6/4) sampai Rabu (8/4) nanti hendaknya digunakan masyarakat untuk mempertimbangkan pilihan politiknya. Setiap apapun pilihan perlu dipikirkan secara bijak dan matang sehingga tidak menimbulkan penyesalan di kemudian hari. Masyarakat memiliki tugas penting untuk menghadirkan wajah parlemen yang bersih, berwibawa, dan lebih bermartabat. Jika sebelum ini masih dijumpai oknum anggota legislatif yang korup, maka harapannya tidak terjadi lagi di tubuh parlemen hasil pemilu legislatif tahun ini. Masyarakat tentu tidak bisa masa bodoh terhadap pemilu legislatif yang dihelat 9 April nanti. Siapapun warga negara yang memiliki hak pilih dinantikan kontribusinya untuk mewujudkan perubahan yang lebih baik bagi negeri ini. Masyarakat perlu berkontribusi memilih secara tepat wakil-wakilnya yang akan duduk di lembaga legislatif 2009-2014.
Pastinya, siapa pun ingin menyaksikan negeri ini terus bergerak dalam kemajuan. Menjadi kewajiban masyarakat untuk menentukan caleg yang mampu memegang teguh cita-cita nasional. Masyarakat berkewajiban memilih caleg yang siap bekerja dan menjalankan amanah di parlemen berbasis pengabdian. Dengan pilihan yang tepat, semoga masyarakat mampu menghadirkan anggota-anggota legislatif yang memahami dan bekerja mewujudkan visi besar negara Indonesia, yakni terwujudnya negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Pemilu legislatif menanti suara kita. Suara kita adalah suara perubahan, mari gunakan hak pilih sebaik-baiknya untuk menciptakan wajah parlemen yang lebih baik. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Aktivis peduli Pemilu pada Transform Institute Universitas Negeri Yogyakarta
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=224057

Pemilu 2009, Masyarakat Perlu Kritis

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Jagongan Harian Jogja, Selasa 7 April 2009

HIRUK-pikuk kampanye legislatif telah berakhir. Dari kampanye caleg, persoalan terjadi jika ternyata diwarnai pelanggaran-pelanggaran. Bukan rahasia lagi jika sebagian caleg dalam pemasangan alat peraga kampanye, misalnya, tidak mengindahkan peraturan-peraturan yang telah dirumuskan. Di sisi lain, indikasi politik uang (money politics) juga marak dilakukan caleg. Pertanyaan lebih lanjut, bagaimana respons masyarakat menyaksikan hiruk-pikuk kampanye kemarin?
Dalam menyikapi Pemilu tak dimungkiri terdapat kelompok masyarakat yang apolitis. Dengan kata lain, mereka tidak terlalu mempedulikan apapun wacana politik dan hiruk-pikuk kampanye yang berlangsung. Titik ekstrimnya, kelompok masyarakat ini dilanda pesimisme begitu besar sehingga tidak melihat setitik cerah pun perubahan yang akan dihasilkan melalui Pemilu. Pemilu dianggap sebagai angin lalu yang tidak menjamin perbaikan apapun terhadap kehidupan mereka. Di sisi lain, masyarakat yang apolitis ada yang didasari ketertekanan hidup akibat tak terjaminnya akses kehidupan layak bagi mereka sehingga lebih mementingkan bagaimana bisa menyambung hidup. Untuk menafkahi kebutuhan hidup sehari-hari saja kelimpungan dan tidak sempat memikirkan sedikit pun hajatan Pemilu yang sudah di depan mata.

Yang menjadi catatan penting di sini adalah kecenderungan pragmatisme (sebagian) caleg sekadar untuk memenuhi tujuan jangka pendeknya memenangkan pemilu legislatif. Tidak bisa dimungkiri jika konsistensi dan kesinambungan elite politik memperjuangkan kemaslahatan masyarakat masih minim. Yang terlihat, (sebagian) elite politik hanya peduli dengan masyarakat jika menjelang hajatan Pemilu, tetapi sering kali menghasilkan kebijakan tidak prorakyat ketika berada di lingkaran kekuasaan. Pengalaman menunjukkan tidak ada jaminan janji-janji perubahan dan perbaikan yang disuarakan caleg saat kampanye akan ditepati nantinya ketika menduduki kursi kekuasaan. Dalam hal ini, masyarakat harapannya kritis dan tidak begitu saja terpikat oleh bujuk rayu caleg. Jika masing-masing caleg menjanjikan perbaikan dan kesejahteraan bagi kehidupan masyarakat saat kampanye, maka itu memang niscaya dilakukan. Tidak mungkin bagi caleg mengkampanyekan dirinya negatif. Pastinya, caleg akan mencitrakan dirinya bersih, peduli, dan layak untuk dipilih. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Email: lpmtransformasi_uny@yahoo.co.id