Gaza, Tegarlah di Jalan Kepiluan

Surat Pembaca, Pontianak Post, Selasa, 6 Januari 2009
Apa yang kita rasakan jika dalam kondisi tidak aman? Tercekam tentunya. Apalagi jika setiap saat dihantui ledakan bom dari pesawat tempur, kita pasti tidak pernah bisa memejamkan mata. Hati kita tidak tenang karena suatu waktu tanpa pernah diduga pesawat tempur itu meluncurkan bom dan meluluhlantakkan bangunan. Boleh jadi bangunan itu adalah rumah kita, tempat tinggal yang digunakan untuk kita berteduh bersama keluarga kita. Perasaan tidak aman itu tak hanya di dalam rumah, tapi kita juga merasa tidak aman di luar rumah. Kemanapun kaki melangkah, serangan dari udara bisa datang tiba-tiba. Kondisi psikologis kita pastinya akan merasa terancam karena bom-bom itu bisa saja menimpa kita, keluarga kita atau anak-anak kita.

Dalam bayangan saja, perasaan tercekam dan tidak aman menghantui kita, apalagi jika kita benar-benar dalam kondisi seperti itu. Dan, kondisi mencekam yang kita bayangkan itu ternyata bukan sekadar bayangan, tapi benar-benar nyata. Ya, benar-benar nyata dan kini dialami warga di tempat yang jauhnya ratusan kilometer dari negara kita. Jika kita bertempat tinggal di negeri itu, kita akan terus menjerit pilu. Kita akan menangis karena keluarga terdekat kita bisa saja menghembuskan nafas terakhir saat sedang bekerja ataupun berjalan di luar rumah. Pun, anak-anak kita bisa saja meninggal saat sedang asyik-asyiknya bermain.

Seperti kita saksikan, kondisi yang mencekam itu benar-benar nyata di wilayah yang kita kenal dengan Gaza. Sudah berhari-hari ini wilayah yang berpenghuni 1,5 juta jiwa itu diluluhlantakkan tentara Israel lewat serbuan dari udaranya. Di wilayah Gaza itulah bom-bom siap meluncur dari pesawat tempur Israel yang datang tanpa bisa diperkirakan. Sampai detik ini, kita menyaksikan sudah lebih dari 400 jiwa meninggal dan ribuan jiwa lainnya mengalami luka-luka. Entah, berapa manusia lagi harus merenggang nyawa di wilayah itu. Kita tidak akan pernah tahu berapa jiwa lagi yang menjemput kematian karena pihak Israel seolah-olah tak mengenal rasa kemanusiaan. Meskipun dikecam oleh hampir seluruh dunia, pihak Israel justru ingin menambah daya serangan lewat jalur darat.

Memang kita tidak tinggal di wilayah Gaza. Kita tidak merasakan penderitaan secara langsung sebagaimana dialami warga Gaza. Tapi, hati kita ikut merasakan kepedihan. Kita menaruh empati yang mendalam terhadap kepiluan yang menimpa penduduk Gaza. Sebelum serangan Israel saat ini, mereka pun telah hidup menderita akibat blokade yang dilakukan pihak Israel. Kebutuhan-kebutuhan keseharian mereka perlahan menyusut dan habis total karena tidak ada pasokan dari luar. Warga Gaza yang telah diblokade selama hampir 2 tahun pun tidak hidup sebagaimana wajarnya. Akibat blokade, sebagaimana dikatakan Ferry Nur (2008), sekitar 80% masyarakat Gaza hidup dalam kegelapan setiap hari karena tidak ada aliran listrik, 150 jenis obat yang dibutuhkan mereka yang sakit sudah tidak ada lagi dan persediaan obat yang ada makin menipis, 80% pabrik roti sudah tutup karena tidak ada lagi gandum yang tersedia, bahkan ada keluarga dengan delapan orang anak tidak lagi makan sebagaimana layaknya, sehingga untuk mempertahankan hidupnya harus makan rumput. Saat ini makanan yang seharusnya diberikan kepada kambing atau sapi itu sudah menjadi makanan di Gaza.

Yang jelas, betapa pilunya kehidupan di wilayah Gaza. Kita tidak tinggal di sana, tapi ikut merasakan penderitaan mereka. Jika kita berada di Gaza hari ini, kita akan berontak dan ingin memerdekakan diri. Sungguh mereka ingin hidup merdeka sebagaimana kita di negeri ini. Merdeka tanpa pernah melihat ulah Israel lagi. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Aktivis Profetik Student Center Universitas Negeri Yogyakarta

Peduli Gaza, Peduli Kemanusiaan

Jagongan, Harian Jogja, Senin, 5 Januari 2009
SERANGAN tentara Israel ke wilayah Gaza , Palestina, pada Sabtu (27/12) lalu sungguh di luar perikemanusiaan. Ratusan jiwa mengalami luka-luka dan merenggang nyawa akibat kebrutalan negeri Zionis itu. Kejadian yang terjadi di Gaza bisa dikatakan sebagai tragedi memilukan di saat masyarakat dunia tengah menghadapi pergantian tahun. Apa mau dikata, Israel seakan-akan sulit dikendalikan dan terus berulang-ulang melakukan tindakan barbar di wilayah Timur Tengah. Bahkan, sampai detik ini Israel belum bersedia menghentikan serangannya.

Menyikapi aksi Israel , pihak Indonesia jelas tidak tinggal diam. Pemerintah melalui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengecam keras tindakan Israel yang dinilai berlebihan dan tidak proporsional. Dengan dalih apapun, kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, agresi Israel merupakan kezaliman dan kebiadaban nyata yang tidak bisa dibenarkan. Berbagai pernyataan lain juga dilontarkan yang pada intinya mengecam tindakan Israel yang membombardir wilayah Gaza. Namun anehnya, Israel seolah-olah tidak peduli dan justru ingin meneruskan penyerangan ke wilayah Gaza meskipun dikecam hampir seluruh dunia. Di sisi lain, Amerika Serikat malah cenderung membela Israel sebagaimana dilakukan selama ini.

Yang jelas, apa yang terjadi di wilayah Gaza membutuhkan perhatian segenap pihak, baik dari masyarakat Indonesia maupun masyarakat dunia. Desakan pemerintah agar PBB dan DK PBB menggelar sidang formal sudah selayaknya dilakukan. Siapa pun berharap agar penyelesaian konflik Israel-Palestina yang ditempuh melalui jalur formal dapat terselenggara dengan baik. Lebih dari itu, resolusi yang mungkin akan dimunculkan mampu menciptakan keadilan khususnya bagi warga Palestina. Jika mau jujur berkata, sejatinya pihak Israel yang banyak menciptakan penderitaan di negeri Palestina sampai detik ini. Sebagai bentuk solidaritas, apa yang diserukan kalangan anggota DPR yang tergabung dalam Kaukus Palestina DPR juga ada benarnya. Seperti diberitakan, Kaukus Palestina mendesak pimpinan DPR untuk segera menggalang kekuatan di Inter-Parliamentary Union (IPU) untuk mencoret keanggotaan Israel dari IPU.

Selain itu, tak kalah mendesak adalah bantuan kemanusiaan untuk warga Palestina. Di luar bantuan obat-obatan, pemerintah Indonesia akan memberikan bantuan senilai 1 juta dollar AS. Bantuan kemanusiaan itu dipastikan akan terus mengalir yang digalang oleh lembaga nonpemerintah sebagaimana himbauan Majelis Ulama Indonesia (MUI) agar masyarakat memberikan bantuan berupa uang dan obat-obatan ke Jalur Gaza.

Kita memang berharap agar warga Palestina umumnya dan warga Gaza khususnya dapat menikmati indahnya menatap masa depan tanpa cekaman rasa takut akibat konflik dan perang senjata. Konstutisi negara ini pun telah menegaskan bahwa penjajahan di atas muka bumi harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Karangmalang Yogyakarta 55281

Kepiluan Gaza, Kepiluan Kita

Bebas Bicara, Bernas Jogja, Sabtu, 3 Januari 2009
Siapa pun takkan menyangka jika di akhir tahun 2008 lalu harus terjadi peristiwa mencekam. Peristiwa yang menyita perhatian mata dunia itu terjadi di bumi Palestina, tepatnya di wilayah Gaza. Israel dengan serangannya meluluhlantakkan infrastruktur di wilayah Gaza dan menimbulkan kematian ratusan jiwa (27/12). Di antara yang meninggal itu ada anak-anak kecil yang masih memiliki masa depan. Sampai detik ini serangan ke wilayah Gaza masih terjadi yang tentu saja kian menambah kepiluan.

Menyikapi tragedi kemanusiaan di wilayah Gaza, berbagai pihak pun melancarkan respon. Tidak hanya dari Indonesia, respon pun datang dari berbagai belahan dunia. Masing-masing warga di hampir setiap negara menggelar demonstrasi mengecam tindakan Israel yang dikatakan Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin sebagai kezaliman dan kebiadaban yang nyata. Pemerintah Indonesia pun mengecam tindakan Israel itu dan meminta PBB dan DK PBB untuk mengadakan sidang formal menyelesaikan kemelut di wilayah Gaza. Bantuan kemanusiaan juga diberikan pemerintah Indonesia dengan dana sebesar 1 juta dollar AS dan bantuan obat-obatan untuk warga Gaza yang tengah menderita. Apa yang dilakukan pemerintah itu juga mendapatkan dukungan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Pastinya, bantuan kemanusiaan dari pemerintah Indonesia terhadap kondisi di wilayah Gaza memang selayaknya dilakukan. Jika ada usulan agar pemerintah Indonesia juga mengirimkan pasukan perdamaian, itu tentu harus menunggu analisis yang tepat. Untuk saat ini, kepedulian terhadap tragedi kemanusiaan di wilayah Gaza dapat dilakukan dengan memberikan dana sesuai kemampuan. Sebagaimana imbauan MUI, masyarakat perlu meningkatkan kepedulian dengan menghimpun dan menggalang dana untuk membantu meringankan beban penderitaan rakyat Palestina. Selain itu, masyarakat juga diimbau melaksanakan Salat Ghaib dan Qunut Nazilah.

Yang jelas, apa yang terjadi di wilayah Gaza merupakan keprihatinan kita bersama. Sebagai warga dunia, kita senantiasa memperhatikan saudara-saudara kita di wilayah Gaza yang tengah ditimpa kezaliman. Kepedulian kita adalah kepeduliaan terhadap kemanusiaan. Kita berdoa agar tatanan yang damai dapat tercipta di wilayah Gaza. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Profetik Student Center UNY

Mungkinkah Menghukum Israel?

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Surat Pembaca, Jurnal Nasional, Jum'at, 2 Januari 2009
Sungguh memilukan menyaksikan agresi militer Israel yang dilancarkan ke kawasan Gaza, Palestina pada Sabtu (27/12) lalu dan berlangsung sampai hari ini. Tindakan itu sebagaimana dikatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memang terlalu berlebihan dan tidak proporsional. Kita harus mengatakannya terus terang bahwa tindakan Israel merupakan kezaliman dan bisa dikatakan sebagai kejahatan kemanusiaan.

Pastinya, serangan-serangan yang dilakukan pihak Israel telah menyebabkan penduduk di wilayah Gaza menderita. Berbagai infrastruktur di wilayah Gaza pun luluh lantak sehingga kehidupan sehari-hari masyarakat menjadi tercekam. Wilayah Gaza telah dicabik-cabik dan dirusak kedaulatannya. Lantas, apakah tindakan Israel di wilayah Gaza layak disebut terorisme?
Diakui atau tidak, definisi terorisme selama ini seakan rancu dan diarahkan sesuai kepentingan AS. Bahkan, telah menjadi lagu lama jika PBB pun bertekut lutut dan kurang mampu meredam keinginan-keinginan ambisius AS di atas bumi ini. Malah tindakan Israel tak pernah dikatakan sebagai kejahatan terorisme dan sebaliknya justru Hamaslah yang selalu disebut sebagai teroris.

Jika mau berkata jujur, konflik antara Arab dan Israel sepertinya sengaja digoreskan dalam sejarah kehidupan di muka bumi ini. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, upaya-upaya diplomasi memang masih dimungkinkan, namun tidak berarti konflik di Timur Tengah akan berhenti. Memang kelihatan pesimistik, tapi itulah kenyataannya. Upaya perdamaian memang sedikit banyak akan meredakan konflik dalam beberapa waktu, namun dalam beberapa waktu lagi konflik akan kembali muncul. Pertanyaannya kemudian, apakah kita harus terus-menerus pesimis terkait penciptaan tatanan damai di Timur Tengah dan khususnya di kawasan Gaza?

Berpikir jernih, upaya menciptakan tatanan damai akan sulit jika negara-negara di muka bumi ini masih takut untuk menolak segala kepentingan dan kezaliman Israel yang selalu mendapat dukungan AS. Kita ambil contoh tragedi yang menimpa Lebanon pada 2006 lalu dimana apa yang dilakukan Israel tak pernah diusut sebagai kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan, padahal siapapun menyaksikan jika warga sipil dan anak-anak harus menjadi korban dari serangan Israel di negeri tempat kelompok Hizbullah itu. Pun, kita tidak bisa melupakan agresi militer Israel lainnya yang pernah dilakukan di wilayah Timur Tengah dimana telah banyak ribuan jiwa menjemput kematian.

Maka, sudah saatnya jika saat ini negara-negara di dunia mulai membangun kekuatan global. Negara-negara di dunia perlu menguatkan barisan dan berkata tegas bahwa apa yang dilakukan Israel merupakan kejahatan terorisme. Tidak cukup mengecam dan mengutuk, tapi juga perlu membawa petinggi militer Israel ke mahkamah internasional untuk mendapatkan pengadilan sebagaimana mestinya. Langkah berani selanjutnya yang tak kalah penting adalah melucuti senjata dan peralatan militer Israel agar tidak terus-menerus mencabik-cabik wilayah Palestina dan juga wilayah Timur Tengah. Kekuatan global perlu membangun bumi anugerah Tuhan yang telah diwariskan kepada anak cucu Adam ini tanpa menyaksikan lagi kemelut di Timur Tengah. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
pekerja media di Universitas Negeri Yogyakarta
Karangmalang Yogyakarta 55281