Meneladani Nabi SAW

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Fadhilah Jum'at Bernas Jogja, Jum'at 6 Maret 2009
Setiap tanggal 12 Rabi’ul Awwal, kita memperingati Maulid Nabi. Dalam kalender Masehi, Maulid Nabi tahun ini jatuh pada Senin (9/3) pekan depan. Peringatan Maulid Nabi sampai kini masih menimbulkan perdebatan mengenai boleh atau tidaknya kelahiran Nabi Muhammad SAW diperingati. Hal ini didasari bahwa Nabi Muhammad dan para sahabat tidak menjadikan kelahiran Nabi Muhammad sebagai hari khusus yang harus diperingati. Pada titik ini, kita tidak akan memasuki wilayah perdebatan itu. Bagi yang menolak peringatan Maulid Nabi dipastikan ada dasarnya. Begitupun yang menerima peringatan Maulid Nabi juga memiliki dasar. Peringatan Maulid Nabi pada hakikatnya bertujuan untuk mengingatkan diri kita mengenai perjalanan hidup Rasulullah SAW berserta keteladanannya. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Qs. Al-Ahzab: 21).

Dengan peringatan Maulid Nabi, kita diingatkan untuk selalu bersyukur ke hadirat Allah SWT dengan diutusnya Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul. Allah SWT telah mengutus Nabi Muhammad SAW untuk menyampaikan risalah Islam kepada segenap alam demi tercapainya kemaslahatan kehidupan. Pastinya, kita sebagai umat Islam perlu menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai teladan dan panutan (uswatun hasanah). Kita mengingat dan meneladani Nabi Muhammad SAW tentu saja tidak hanya pada peringatan Maulid Nabi, tapi sepanjang hari dalam kehidupan kita. Peringatan Maulid Nabi hanya kita jadikan titik refleksi seberapa jauh diri kita telah meneladani Baginda Rasulullah SAW. Sungguh, kata Yusuf Qardhawy, teladan yang nyata bagi kesempurnaan dan keseimbangan antara idealisme dan realita, antara hati dan akal pikiran, antara ilmu dan amal, antara ruh dan materi, antara individu dan masyarakat, antara hak Tuhan dan hak diri, serta pemenuhan hak masing-masing tanpa mengurangi atau melebihkan adalah Rasulullah SAW.
Keteladanan Rasulullah SAW dapat kita jumpai di setiap peran kehidupan, entah itu sebagai seorang ayah, pedagang, pemimpin, suami, panglima militer, dan peran lainnya. Kehidupan Rasulullah SAW seimbang antara hubungan dengan Allah SWT dan hubungan dengan manusia lainnya. Rasulullah SAW hidup bermasyarakat dan menjadi tetangga yang baik. Membaca sejarah kehidupan Rasulullah SAW, kita dapat menjumpai empati dan kasih sayang beliau terhadap kaum yang tertindas. Beliau begitu menyayangi cucu-cucunya ketika menjadi seorang kakek dan tidak mengabaikan hak-hak istrinya. Rasulullah SAW adalah sosok yang menepati janji, bahkan dengan nonmuslim sekalipun. Sebagai seorang pemimpin, Rasulullah SAW mampu memerintah secara adil dan bijaksana. Selain itu. keteladanan Rasulullah SAW tentu masih banyak lagi.
Pungkasnya, kita akan terus belajar dan berusaha meneladani Rasulullah SAW. Meneladani Rasulullah SAW bukanlah permintaan Nabi, tapi anjuran langsung dari Allah SWT. Untuk dapat meneladani Nabi Muhammad SAW, kita bisa mengkaji dan membaca sejarah hidup (sirah) beliau dan mengambil pelajaran darinya. Pada peringatan Maulid Nabi, lantunan shalawat yang terdengar membahana akan menjadi saksi cinta kita kepada Rasulullah SAW. Meskipun masih sulit mencintai Nabi Muhammad SAW, kita akan berusaha sebagaimana kata Muhammad Iqbal, “Cinta kepada Nabi mengalir bak darah di dalam urat-urat umatnya.” Shalawat dan salam selalu terhaturkan kepada Baginda Rasulullah SAW. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Pemerhati Masalah Agama pada Transform Institute Universitas Negeri Yogyakarta