Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Pendapat Guru Kedaulatan Rakyat, Kamis, 23 Juli 2009
HAMPIR selalu diperbincangkan bahwa kegemaran membaca masyarakat di negeri ini belum menggembirakan. Disadari atau tidak, rendahnya budaya membaca masyarakat tidak terlepas dari kebiasaan yang ditumbuhkan sejak kecil. Pada titik ini, kita bisa melihat seberapa besar budaya membaca ditumbuhkan kepada anak-anak sejak di bangku sekolah, bahkan dari lingkungan keluarga.
Mungkin kita bisa mengatakan bahwa penanaman budaya membaca bagi anak-anak seusia sekolah begitu minim. Ada beragam faktor yang seringkali dikatakan, seperti perpustakaan sekolah yang kurang menunjang dengan persediaan buku terbatas. Faktor lainnya, orangtua yang memang tidak membiasakan anak-anaknya gemar membaca. Tontonan televisi seringkali lebih dominan dalam lingkungan keluarga, sehingga anak-anak di rumah jauh dari kegiatan membaca.
Terkait perpustakaan sekolah, upaya tentu saja perlu terus dilakukan agar perpustakaan sekolah benar-benar berdaya guna bagi pengembangan kemampuan membaca anak-anak sekolah.Iktikad pihak sekolah bersama pemerintah untuk mengembangkan perpustakaan sekolah sebagai tempat menimba ilmu pengetahuan dan wawasan perlu mendapatkan dukungan.
Sebagaimana diutarakan di atas, pembiasaan membaca sejak kecil tidak bisa diabaikan. Orangtua sebenarnya memiliki peran penting menjadikan anaknya gemar membaca. Bahkan, orangtua perlu menanamkan kegemaran membaca anak-anak sejak dalam kandungan. Meskipun anak belum lahir, orangtua bisa membacakan bahan bacaan. Membacakan bahan bacaan sejak dari kandungan sampai anak-anak menginjak bangku TK memiliki dampak baik bagi pembentukan kemampuan membaca.
Kita mungkin bisa membayangkan seberapa banyak kosakata bisa dikuasai anak-anak sebelum duduk di kelas 1 SD. Dari penelitian disebutkan bahwa 4.000 - 12.000 kosakata baru bisa didapatkan seorang anak dalam satu tahun melalui buku-buku yang dibacakan untuknya. Betapa luar biasanya. Artinya, anak-anak memiliki sekitar 24.000 - 72.000 kosakata ketika menginjak sekitar usia 6 tahun.
Dengan demikian, peran keluarga dalam menumbuhkan kegemaran membaca begitu penting. Penyediaan bahan bacaan di rumah sesuai tingkat perkembangan dan usia anak tentu saja perlu dilakukan orangtua. Hal ini selaras dengan UU No 43/2007 pasal 48 yang menyebutkan bahwa tidak hanya satuan pendidikan dan masyarakat yang bertanggung jawab terhadap pembudayaan kegemaran membaca, tapi juga pihak keluarga.
Kegemaran membaca anak-anak yang tertanam di rumah perlu terus dikuatkan ketika duduk di bangku sekolah. Selain menambah pengetahuan dan wawasan, budaya membaca memiliki beragam manfaat seperti memperluas cakrawala berpikir dan meningkatkan kepercayaan diri anak-anak. Bahkan, anak-anak yang memiliki kemampuan membaca tinggi cenderung tidak berlaku agresif dan menjadi pribadi yang santun dan kalem. Ada kecenderungan anak-anak yang kemampuan membacanya rendah semakin mudah frustrasi. Sebagaimana dikatakan Sarah Miles dan Deborah Stipek, bahwa anak-anak kelas 1 SD yang rendah kemampuan membacanya cenderung tinggi agresivitasnya saat kelas 3 SD. Anak-anak kelas 3 SD yang kemampuan membacanya rendah cenderung memiliki sikap agresif saat kelas 5 SD.
Apa yang dikatakan Sarah Miles dan Deborah Stipek tampaknya bisa menjadi perenungan. Dari 1996 sampai 2002, Sarah Miles dan Deborah meneliti dan mengikuti perkembangan 400 anak TK dan SD di pedesaan dan wilayah kota miskin di AS. Dalam penelitian selama 6 tahun ditemukan keterkaitan antara kemampuan membaca dan tingkat agresivitas. Dalam penelitian itu, sikap agresif dibatasi dalam empat golongan, yakni suka berkelahi, tidak sabaran, suka mengganggu dan kebiasaan menekan anak lain/bullying (H Witdarmono: 2006). Pada simpul ini, maraknya kasus bullying, tawuran pelajar, kenakalan remaja dan semacamnya bisa diredam dengan menumbuhkan kemampuan membaca anak-anak sejak dini.
Intinya, kegemaran membaca perlu ditumbuhkan sejak dini. Dengan pembudayaan membaca sejak dini, kelak akan tercipta masyarakat yang membaca. Masyarakat yang gemar membaca dengan sendirinya akan membangun peradaban. Wallahu a’lam. q - g
*) Penulis, Pustakawan El-pena Yogyakarta,
Dimuat di Pendapat Guru Kedaulatan Rakyat, Kamis, 23 Juli 2009
HAMPIR selalu diperbincangkan bahwa kegemaran membaca masyarakat di negeri ini belum menggembirakan. Disadari atau tidak, rendahnya budaya membaca masyarakat tidak terlepas dari kebiasaan yang ditumbuhkan sejak kecil. Pada titik ini, kita bisa melihat seberapa besar budaya membaca ditumbuhkan kepada anak-anak sejak di bangku sekolah, bahkan dari lingkungan keluarga.
Mungkin kita bisa mengatakan bahwa penanaman budaya membaca bagi anak-anak seusia sekolah begitu minim. Ada beragam faktor yang seringkali dikatakan, seperti perpustakaan sekolah yang kurang menunjang dengan persediaan buku terbatas. Faktor lainnya, orangtua yang memang tidak membiasakan anak-anaknya gemar membaca. Tontonan televisi seringkali lebih dominan dalam lingkungan keluarga, sehingga anak-anak di rumah jauh dari kegiatan membaca.
Terkait perpustakaan sekolah, upaya tentu saja perlu terus dilakukan agar perpustakaan sekolah benar-benar berdaya guna bagi pengembangan kemampuan membaca anak-anak sekolah.Iktikad pihak sekolah bersama pemerintah untuk mengembangkan perpustakaan sekolah sebagai tempat menimba ilmu pengetahuan dan wawasan perlu mendapatkan dukungan.
Sebagaimana diutarakan di atas, pembiasaan membaca sejak kecil tidak bisa diabaikan. Orangtua sebenarnya memiliki peran penting menjadikan anaknya gemar membaca. Bahkan, orangtua perlu menanamkan kegemaran membaca anak-anak sejak dalam kandungan. Meskipun anak belum lahir, orangtua bisa membacakan bahan bacaan. Membacakan bahan bacaan sejak dari kandungan sampai anak-anak menginjak bangku TK memiliki dampak baik bagi pembentukan kemampuan membaca.
Kita mungkin bisa membayangkan seberapa banyak kosakata bisa dikuasai anak-anak sebelum duduk di kelas 1 SD. Dari penelitian disebutkan bahwa 4.000 - 12.000 kosakata baru bisa didapatkan seorang anak dalam satu tahun melalui buku-buku yang dibacakan untuknya. Betapa luar biasanya. Artinya, anak-anak memiliki sekitar 24.000 - 72.000 kosakata ketika menginjak sekitar usia 6 tahun.
Dengan demikian, peran keluarga dalam menumbuhkan kegemaran membaca begitu penting. Penyediaan bahan bacaan di rumah sesuai tingkat perkembangan dan usia anak tentu saja perlu dilakukan orangtua. Hal ini selaras dengan UU No 43/2007 pasal 48 yang menyebutkan bahwa tidak hanya satuan pendidikan dan masyarakat yang bertanggung jawab terhadap pembudayaan kegemaran membaca, tapi juga pihak keluarga.
Kegemaran membaca anak-anak yang tertanam di rumah perlu terus dikuatkan ketika duduk di bangku sekolah. Selain menambah pengetahuan dan wawasan, budaya membaca memiliki beragam manfaat seperti memperluas cakrawala berpikir dan meningkatkan kepercayaan diri anak-anak. Bahkan, anak-anak yang memiliki kemampuan membaca tinggi cenderung tidak berlaku agresif dan menjadi pribadi yang santun dan kalem. Ada kecenderungan anak-anak yang kemampuan membacanya rendah semakin mudah frustrasi. Sebagaimana dikatakan Sarah Miles dan Deborah Stipek, bahwa anak-anak kelas 1 SD yang rendah kemampuan membacanya cenderung tinggi agresivitasnya saat kelas 3 SD. Anak-anak kelas 3 SD yang kemampuan membacanya rendah cenderung memiliki sikap agresif saat kelas 5 SD.
Apa yang dikatakan Sarah Miles dan Deborah Stipek tampaknya bisa menjadi perenungan. Dari 1996 sampai 2002, Sarah Miles dan Deborah meneliti dan mengikuti perkembangan 400 anak TK dan SD di pedesaan dan wilayah kota miskin di AS. Dalam penelitian selama 6 tahun ditemukan keterkaitan antara kemampuan membaca dan tingkat agresivitas. Dalam penelitian itu, sikap agresif dibatasi dalam empat golongan, yakni suka berkelahi, tidak sabaran, suka mengganggu dan kebiasaan menekan anak lain/bullying (H Witdarmono: 2006). Pada simpul ini, maraknya kasus bullying, tawuran pelajar, kenakalan remaja dan semacamnya bisa diredam dengan menumbuhkan kemampuan membaca anak-anak sejak dini.
Intinya, kegemaran membaca perlu ditumbuhkan sejak dini. Dengan pembudayaan membaca sejak dini, kelak akan tercipta masyarakat yang membaca. Masyarakat yang gemar membaca dengan sendirinya akan membangun peradaban. Wallahu a’lam. q - g
*) Penulis, Pustakawan El-pena Yogyakarta,
http://222.124.164.132/web/detail.php?sid=202720&actmenu=43