Membangkitkan Tradisi Menulis

Oleh: HENDRA SUGIANTORO Dimuat di Pustaka Kedaulatan Rakyat, Minggu 9 Januari 2011
Judul Buku: Menulis, Tradisi Intelektual Muslim Penulis: Dwi Suwiknyo, Edo Segara, Ifa Avianty, dkk Penerbit: Youth Publisher, Yogyakarta Cetakan: I, November 2010 Tebal: X+183 halaman

Laku menulis di kalangan intelektual muslim sejauh yang kita tahu tak pernah berhenti. Di Indonesia saja selalu muncul tulisan-tulisan dari para tokoh yang disebut sebagai cendekiawan muslim, intelektual muslim, ataupun istilah sejenisnya. Namun, di sisi lain, laku menulis di kalangan umat Islam boleh diasumsikan mengalami degradasi dan perlu ditumbuhkan.
Buku yang berisi kumpulan artikel ini mungkin saja benar jika berkehendak membangkitkan tradisi menulis di kalangan umat Islam.

Pada dasarnya, rendahnya laku menulis menjadi persoalan umum meskipun tanpa menyertakan identitas muslim. Meskipun kita akui karya-karya ulama dan intelektual muslim tetap mengalir, namun belumlah seberapa dilihat dari kuantitas umat Islam yang besar di Indonesia.


Untuk itu, melalui buku ini, umat Islam diajak mengambil spirit dari ulama dan intelektual muslim yang memiliki tradisi menulis dalam hidupnya. Dalam agama pun, laku menulis begitu ditekankan, sehingga umat Islam seharusnya memiliki motivasi besar untuk menulis.

Dengan membaca buku ini, pembaca juga bisa mengetahui pengalaman beberapa penulis yang telah menghasilkan karya-karya kepenulisan. Ada sekitar 25 penulis yang telah malang-melintang di dunia kepenulisan Indonesia memberikan kontribusi tulisan dalam buku ini. Di tengah adanya kekurangan dan kelemahan yang mungkin disengaja, buku ini bisa dijadikan bacaan untuk menggiatkan laku menulis. Begitu.

HENDRA SUGIANTORO
Pegiat Pena Profetik Yogyakarta

Ketika Socrates Mati

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Forum Harian Jogja, Sabtu 8 Januari 2011

Ada banyak nama yang selalu tercatat dalam perjalanan sejarah. Dari sekian banyak nama itu salah satunya adalah Socrates. Kematiannya bisa dikatakan dengan jalan tidak wajar.

Banyak referensi yang memaparkan peristiwa kematian Socrates. Salah satu referensi itu bisa didapatkan dalam buku Masalalu Selalu Aktual karya P. Swantoro (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, cetakan I Januari 2007). Berikut pemaparan P. Swantoro dalam tulisan Hukuman Mati dalam buku itu pada halaman 35: “Socrates, seorang filsuf Yunani yang sangat menonjol, meninggal dunia pada usia 70 tahun secara tidak wajar. Ia harus mengakhiri hidupnya dengan minum racun atas putusan pengadilan Athena karena dituduh mengesampingkan dewa-dewa yang menjadi pujaan negara-kota itu, dan menyebarkan ajaran baru.

Kegiatannya itu dianggap merusak generasi muda. Tetapi Socrates sendiri menyatakan tidak pernah melakukan kesalahan yang dituduhkan itu. Malahan sebaliknya, ia sebenarnya harus diberi hadiah karena jasa-jasanya. Namun demikian, ia menolak ajakan kawannya, Crito, untuk melarikan diri. Alasannya, meskipun putusan pengadilan itu bertentangan dengan fakta-nyata tetapi lembaga tersebut sah. Jadi, putusannya harus dipatuhi. Peristiwa ini terjadi tahun 399 sebelum Masehi.”

Catatan mengenai akhir hayat Socrates tentu bisa diperoleh lewat referensi lain. Dari pemaparan P. Swantoro di atas, kita mengetahui Socrates harus minum racun atas putusan pengadilan Athena. Yang menjadi menarik adalah pernyataan Socrates bahwa ia tetap harus mematuhi putusan pengadilan meskipun merasa tak bersalah. Socrates mematuhi putusan pengadilan itu karena lembaga itu sah.
Bagi kita, apa yang dinyatakan Socrates itu tetap bisa ditafsirkan. Terlepas benar atau salah, itulah sikap dan pendirian Socrates. (*)