PROGRESS



Mubariz, Ketua UKKI UNY 2010

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Jagongan Harian Jogja, Kamis 31 Desember 2009

Unit Kegiatan Kerohanian Islam (UKKI) Jama’ah Al-Mujahidin UNY melakukan suksesi kepengurusan. Sebagai lembaga di tingkat universitas, UKKI Jama’ah Al-Mujahidin UNY telah menyelesaikan amanah kepengurusannya pada periode 2009 dibawah kepemimpinan Sigit Setyawan.

Setelah dilangsungkan Musyawarah Tahunan (Mustah) XIX pada Sabtu-Minggu (19-20/12) dan dilanjutkan Rabu (23/12) di Gedung Student Center UNY, Mubariz Nazuhaddin akhirnya ditetapkan sebagai Ketua UKKI Jama’ah Al-Mujahidin UNY periode 2010. Adapun Tsaniyatul Mawadah menduduki posisi Ketua II UKKI Jama’ah Al-Mujahidin UNY untuk periode satu tahun mendatang.

Dengan ditetapkannya posisi ketua, UKKI Jama’ah Al-Mujahidin UNY akan menjalankan kepengurusan pada periode mendatang dengan agenda kerja sesuai dengan khithah-nya sebagai unit kerohanian Islam di lingkup UNY.
Hendra Sugiantoro
Karangmalang Yogyakarta 55281

Unit Kerohanian Islam se-UNY Gelar Mustah

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Jagongan Harian Jogja, Rabu 30 Desember 2009

Unit kerohanian Islam setiap fakultas di Universitas Negeri Yogyakarta secara serentak menggelar musyawarah tahunan (Mustah), Jum'at-Sabtu (25-27/12). Mustah ini diselenggarakan terkait suksesi kepengurusan dari periode 2009 ke periode 2010. Masing unit kerohanian Islam tersebut meliputi Keluarga Muslim Musthafa (KMM) FT UNY, UKMF Al- Ishlah FISE UNY, UKMF Al-Huda FBS UNY, Haska JMF FMIPA UNY, UKMF Keluarga Muslim Ilmu Pendidikan FIP UNY, dan Al-Hidayah FIK UNY. Adapun unit kerohanian Islam tingkat universitas (UKKI Jama'ah Al-Mujahidin UNY) telah melaksanakan Mustah pada pekan lalu.

Di tengah kerja panjang perwujudan visi UNY, keberadaan unit kerohanian Islam ini merupakan hal penting. Dengan suksesi kepengurusan akhir tahun ini harapannya mampu belajar dari masa lalu dan terus bergerak ke depan dalam membangun kualitas mahasiswa UNY yang integratif. Sebagai bagian dari lembaga kampus di lingkup UNY, kerja-kerja unit kerohanian Islam se-UNY memang terus dinantikan untuk mengejawantahkan secara nyata visi UNY dalam mencetak insan yang bernurani, cendekia, dan mandiri di bawah kepemimpinan rektor Rachmat Wahab saat ini. Melalui peran unit kerohanian Islam, mahasiswa yang hendak dilahirkan adalah mahasiswa integratif yang tak sekadar cakap secara intelektual, tapi juga bernurani dan bermoral. Meskipun bukan pekerjaan sederhana, unit kerohanian Islam selalu diharapkan konsisten melakukan hal tersebut.
Hendra Sugiantoro
Karangmalang Yogyakarta 55281

Kebenaran Takkan Kalah

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Surat Pembaca Suara Merdeka, Senin 21 Desember 2009

Kebohongan-kebohongan mengitari kekuasaan. Ketidakjujuran jauh dari kehidupan. Keadilan dikoyak-koyak dan bersimpuh pada segepok uang. Ada yang begitu percaya diri memanipulasi kebenaran. Menutupi keburukan telah menjadi kewajaran. Kepalsuan merajalela dan kekuasaan disalahgunakan.

Wajah-wajah topeng bertebaran seolah-olah menjadi ”pahlawan”.
Dalam kehidupan, kebaikan dan keburukan memang senantiasa beradu. Itulah kenyataan yang tak terhindarkan. Masing-masing sisi ditopang oleh pendukungnya dan kita entah bersama pendukung kebaikan atau keburukan.

Keburukan yang berlalu-lalang di Negeri ini telah menghadirkan wajah kepiluan. Ketika ada yang rakus melakukan korupsi, ada yang menjerit kelaparan. Ketika ada yang menginjak-injak hukum dan keadilan, ada yang tertindas dan tak mendapatkan haknya.

Menyaksikan kenyataan itu, kita akan terus mengingat keburukan adalah keburukan. Kejahatan tetaplah kejahatan. Mungkin kita sesak menyaksikan laju kebatilan di Negeri ini, namun kita tak boleh takluk. Kita akan melawan kebatilan. Kita tak mungkin diam dan akan terus melakukan perlawanan karena keburukan tak berhak nyaman di Negeri ini.

Sungguh, perjuangan kita adalah kemuliaan. Biarlah barisan kebatilan tertawa dengan aksinya, sedangkan kita akan tetap berada di barisan kebenaran. Kita tetap teguh meniti kebenaran meskipun barisan kebatilan tak surut menebar kezaliman.

Jalan kebenaran adalah jalan kita. Jika tak ada lagi yang bertahan di jalan ini, kita takkan goyah. Kita berada di jalan kebenaran meskipun harus seorang diri. Kita percaya kebatilan takkan bertahan dan pasti lenyap. Adapun kebenaran benar-benar berkuasa.

Hendra Sugiantoro
Karangmalang Yogyakarta 55281

UKKI UNY Gelar Pekan Raya Peradaban

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Surat Pembaca Suara Karya, Senin,14 Desember 2009
Pekan Raya Peradaban 2009 diselenggarakan UKKI Jama'ah Al-Mujahidin UNY pada akhir tahun ini. Pekan Raya Peradaban 2009 yang mengambil tema "Membangun Intelektual dan Integritas Moral Masyarakat Kampus menuju Tatanan Peradaban" berupa rangkaian kegiatan yang berlangsung mulai Sabtu (12/12) sampai Selasa (22/12).

Selain membangun kesadaran watak dan sikap mahasiswa dan masyarakat kampus, kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam Pekan Raya Peradaban 2009 ini bertujuan memasifkan wacana keumatan di kampus. Tidak sekadar meningkatkan intelektualitas mahasiswa dan masyarakat kampus, tapi juga hendak menumbuhkembangkan kesalehan sosial.

Pekan Raya Peradaban 2009 UKKI Jama'ah Al-Mujahidin UNY diawali dengan semiloka keprofesian (12-13/12), dengan tema "Menguatkan Kompetensi dan Profesionalitas Mahasiswa dalam Menghadapi Tantangan Dunia Global Pascakampus".
Kegiatan ini, menurut rencana, menghadirkan pembicara antara lain Sabar Nurrahman, MPd (staf pengajar UNY), Sutrisno, AMd (Humas RSI Kalasan, Sleman), Lilik Reza Nur (trainer Yogya), Muh Zuhdan, SPd (Ketua PKMB Sumber Raharjo), Very Adi SS.Kom (Direktur Entrepreneur STMIK Amikom Yogyakarta), dan lain-lain.

Sekitar sepekan kemudian (18/12), kupas tuntas Palestina dilaksanakan dalam Pekan Raya Peradaban 2009 ini. Pembahasan problem dan solusi Palestina dalam kegiatan ini dicoba ditelaah melalui perspektif pendidikan, sosial, budaya, politik, dan ekonomi.

Narasumber di antaranya Ahmad Sumiyanto, SE, M.Si (Komisaris PT Ises Consulting Indonesia dan Ketua BMT Al-Ikhlas), Prof Wuryadi (Guru Besar UNY), dan pembicara lainnya.

Sebagai puncak dari Pekan Raya Peradaban 2009, seminar nasional Hari Ibu diselenggarakan pada Selasa (22/12) dengan tema "Peran Perempuan dalam Membangun Peradaban".

Kegiatan ini, menurut rencana, dihadiri Neno Warisman (aktivis sosial-pendidikan), Muhammad Fauzil Adhim (penulis buku), dan Apriliyana (aktivis perempuan).

Pekan Raya Peradaban 2009 yang diselenggarakan UKKI Jama'ah Al-Mujahidin UNY ini bersifat nasional dengan mengundang mahasiswa se-Indonesia, lembaga dakwah kampus, aktivis organisasi intra dan ekstrakampus, lembaga swadaya masyarakat, pelajar, dan masyarakat umum.

Untuk contact person semiloka keprofesian: 085793382864 (Wahyu) dan 085282769616 (Tata), Kupas Tuntas Palestina 087839013698 (Apep), dan Seminar Nasional Hari Ibu 08112508362 (Linda) dan 085291476435 (Ratna).

Hendra Sugiantoro
Email:hendra_lenteraindonesia@yahoo.co.id
Karangmalang, Yogyakarta 55281

Jejak Ki Hajar dalam Riwayat Singkat

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Bedah Buku Kedaulatan Rakyat, Minggu...November 2009

Judul Buku : Ki Hajar Dewantara: Biografi Singkat 1889-1959
Penulis : Suparto Rahardjo
Penerbit : Garasi, Yogyakarta
Cetakan : I, September 2009
Tebal : 152 hlm

Membaca jejak Ki Hajar Dewantara penuh dengan dedikasi pada spirit kerakyatan. Meskipun keturunan ningrat, Ki Hajar bukanlah sosok yang menaruh jarak dengan kehidupan masyarakat. Sejak kecil Ki Hajar akrab dengan rakyat jelata. Atribut kebangsawanan yang melekat pada nama Raden Mas Suwardi Suryaningrat pun ditinggalkan. Tepat pada tanggal 23 Februari 1928, nama itu telah berganti menjadi Ki Hajar Dewantara yang kemudian dikenal sebagai Bapak Pendidikan Nasional.

Ki Hajar boleh dikatakan sebagai sosok yang humanis dan merakyat. Ada cerita menarik di sini. Pernah ibunda Ki Hajar berkata kepada beliau ketika pergi ke Candi Borobudur, “Anakku Suwardi, lihatlah stupa di puncak candi itu. Manis dan indah, bukan? Tapi ketahuilah Wardi, bahwa stupa itu takkan berada di puncak candi jikalau tidak ada batu-batu dasar yang mendukungnya. Itulah ibaratnya rakyat jelata, itulah gambaran para budak dan hamba sahaya para raja. Oleh sebab itu, jikalau Tuhan mentakdirkan dirimu menjadi raja, janganlah kau lupa kepada rakyat jelata yang menaikkan dirimu ke atas puncak dari segala puncak kemegahan kerajaan warisan nenek moyangmu. Cintailah dan hargailah sesamamu, terutama rakyatmu yang menderita dan memerlukan uluran tanganmu.” Kata-kata ibunda Ki Hajar ini menjadi petuah bijak yang dihayati Ki Hajar dalam perjalanan hidupnya. Kepribadian Ki Hajar menjadi cermin betapa perhatian dan kepedulian terhadap rakyat tak boleh dilalaikan.

Sikap dan laku kepedulian terhadap rakyat kemudian mengilhami Ki Hajar bersama sahabat-sahabatnya untuk mendirikan perguruan nasional Taman Siswa (Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa) pada 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Lewat Taman Siswa, Ki Hajar berkehendak mendidik rakyat agar mampu mandiri. Pendidikan bagi rakyat adalah niscaya untuk mewujudkan cita-cita memerdekakan diri dari ketertindasan. Melalui metode among, Tamansiswa meletakkan pendidikan sebagai alat dan syarat untuk anak-anak hidup sendiri, mandiri, dan berguna bagi masyarakat. Pendidikan yang diajarkan adalah menegakkan jiwa anak-anak sebagai bangsa, membimbing anak-anak menjadi manusia yang bisa hidup dengan kecakapan dan kepandaiannnya sendiri, menciptakan manusia yang berguna bagi diri sendiri dan masyarakat (hlm. 56-57).

Buku yang ditulis Suparto Rahardjo ini memang berupaya menceritakan perjalanan Ki Hajar. Membuka buku ini, kita menjumpai sekilas jejak kehidupan dan aktivitas pergerakan Ki Hajar. Selain merakyat dan humanis, kepribadian Ki Hajar diuraikan sebagai sosok yang keras tapi tidak kasar, nasionalis sejati, pemimpin yang konsisten, berani dan setia, dan bersahaja.

Tak lupa pula pemikiran Ki Hajar terkait aspek pendidikan disajikan dalam buku ini. Membaca buku ini, kita diajak menyelami pemikiran Ki Hajar dalam usaha pendidikan anak-anak bangsa. Meskipun berupa riwayat singkat, buku ini tetap menarik. Ada sosok besar yang pernah dilahirkan di negeri ini yang mungkin kita lupakan. Kita hanya menghargai beliau dengan sebutan Bapak Pendidikan Nasional semata, namun pemikiran pendidikan beliau alpa dikaji dan ditelaah. Lewat riwayat singkat ini, kita menelusuri laku hidup Ki Hajar.
Hendra Sugiantoro
Pegiat Gapura Trans-F UNY

Kiamat 2012, Peduli Apa!?

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Surat Pembaca Suara Merdeka, Selasa 24 November 2009

Kiamat 2012 adalah hiruk-pikuk yang menghadirkan tanda tanya. Terpaan media massa pun menyetir rasa ingin tahu sehingga mencuatkan penasaran penduduk bumi. Ada tanya besar ketika entah ribuan atau jutaan manusia bisa terbawa larut.

Dalam referensi agama, peristiwa kiamat bukanlah kedustaan. Mempercayai kiamat adalah keniscayaan. Bagi kita, kiamat adalah wilayah Tuhan. Kapan terjadinya kiamat adalah hak prerogatif Tuhan untuk menentukan waktunya. Entah 2012, sepuluh tahun lagi, seratus tahun lagi atau beribu-ribu tahun lagi, kiamat pasti terjadi. Kita bukanlah manusia bodoh yang lantas melegalkan kiamat akan terjadi pada 2012.

Yang menjadi petaka, isu kiamat 2012 justru mempertontonkan tragedi: kisah manusia “mempermainkan” hari kiamat. Tanda-tanda itu kentara ketika kita berbicara kiamat dengan tetap memamerkan aurat dan berperilaku korupsi. Kiamat hanya menjadi senda gurau di tengah lemahnya penegakan hukum dan keadilan di negeri ini. Kita yang hidup bermewahan bisa begitu percaya diri mengungkap kiamat, padahal betapa pilunya kehidupan masyarakat kecil. Kiamat hanya menjadi perbincangan, namun kita tak kuasa memperbaiki diri.

Kiamat adalah satu kata yang menyimpan misteri. Pun, ada kiamat kecil dan kiamat besar. Kiamat kecil telah kita saksikan dan akan kita saksikan nantinya. Kiamat-kiamat kecil yang mengandung pelajaran. Kelak akan ada kiamat besar dimana kita memang (harus) bersiap menghadapinya. Tak peduli kapan kiamat itu, kita terus berusaha meluruskan syahadat. Entah kapan pun kiamat itu, kita akan terus menegakkan penghambaan terhadap-Nya. Kita akan terus belajar mencintai-Nya. Kiamat pasti datang dan kita mempersiapkannya dengan membangun kesalehan sosial, bukan kesalahan sosial. Kita yakin ada kiamat. Adapun waktunya adalah urusan Tuhan. Wallahu a’lam.
Hendra Sugiantoro
Karangmalang Yogyakarta 55281

Kiamat, Rahasia Ilahi

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Surat Pembaca Jurnal Nasional,Senin 23 November 2009

Kiamat adalah kepastian yang merupakan rahasia Tuhan. Kita meyakini kelak dunia ini akan berakhir. Kehidupan dunia hanyalah bersifat sementara. Perihal kiamat tak seorang pun bisa mengetahui.

Dalam Al-Qur'an, Allah SWT bersabda, "Mereka menanyakan kepadamu tentang kiamat, "Bilakah terjadinya?" Katakanlah, "Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba". Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui". (QS Al-A'raf:187).

Jelasnya, manusia tak memiliki pengetahuan sedikit pun perihal waktu kiamat. Kiamat pasti datang, entah besok, setahun lagi, sepuluh tahun lagi, seratus tahun lagi atau beribu-ribu tahun lagi. Hanya Allah SWT yang mengetahui.
Hendra Sugiantoro
Karangmalang Yogyakarta 55281
Alamat Email : hendra_lenteraindonesia@yahoo.co.id

Kita adalah Pahlawan

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Surat Pembaca Suara Merdeka,Kamis 19 Nopember 2009
Indonesia saat ini tentu saja merupakan jerih payah para pahlawan. Beribu-ribu pahlawan telah merelakan jiwa raganya untuk memerdekakan tanah persada dari hegemoni penjajahan. Tidak ada kata lain bagi para pahlawan bangsa ini kecuali berkorban dan berjuang demi tegaknya Indonesia Raya. Negeri elok rupawan ini harus tetap bertahan dan dipertahankan sebagai negara yang merdeka sekaligus berdaulat. Para pahlawan itu telah berjasa bagi negara. Kita berkewajiban menghargai mereka dengan bersungguh-sungguh membangun negara.

Diakui jika para pahlawan dalam lintasan sejarah Indonesia telah meletakkan pondasi kokoh bagi keberlangsungan republik ini. Bagi kita yang kini hidup di alam kemerdekaan diharapkan tidak sekadar menghargai perjuangan mereka hanya dengan memperingati Hari Pahlawan setiap tahunnya. Lebih dari itu, kita dituntut untuk dapat meneladani dan meneruskan perjuangan mereka. Bangsa besar yang menghargai jasa para pahlawan tidak sekadar menggunakan nama-nama mereka sebagai nama jalan raya.

Pastinya, perjuangan membangun Indonesia tidak akan pernah berakhir. Perjuangan yang juga menuntut sikap mengutamakan kepentingan bangsa sebagaimana dicontohkan para pahlawan. Merusak dan tidak ramah terhadap lingkungan merupakan perilaku negatif yang amat bertentangan dengan sikap mengutamakan kepentingan bangsa. Begitu juga dengan perilaku korupsi yang banyak merugikan kepentingan bangsa dan negara.

Mencermati kondisi Indonesia yang penuh permasalahan, maka kehadiran sosok pahlawan memang senantiasa dinantikan. Namun demikian, hadirnya sosok pahlawan itu tidak perlu dicari-cari. Kita tidak perlu mencari pahlawan lingkungan, karena sikap peduli lingkungan telah menjiwai perilaku kita. Tidak perlu mencari-cari pahlawan antikorupsi, karena setiap diri kita telah bersih dari perilaku korupsi.

Di zaman kemerdekaan ini kita berkewajiban menjadi pahlawan Indonesia . Pahlawan yang siap sedia membangun negeri tanpa pernah berpikir soal keuntungan pribadi. Menjadi pahlawan Indonesia dengan sendirinya juga mampu menampilkan perilaku positif dan kepribadian utama. Wallahu a’lam.
Hendra Sugiantoro
Karangmalang Yogyakarta 55281

Menjadi Generasi Pembelajar

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Bedah Buku Kedaulatan Rakyat, Minggu 15 November 2009
Judul Buku:
Prophetic Learning; Menjadi Cerdas dengan Jalan Kenabian Penulis: Dwi Budiyanto Penyunting: Yusuf Maulana Penerbit: Pro-U Media, Yogyakarta Cetakan: I, 2009 Tebal: 268 hlm
Ilmu dalam kehidupan sangatlah penting. Dengan ilmu, kedudukan manusia mendapatkan kemuliaan. Allah SWT telah mewajibkan bagi siapa pun untuk menuntut ilmu sebagai bekal kehidupan di dunia dan di akhirat. Untuk mendapatkan ilmu, seseorang dituntut untuk senantiasa belajar. Belajar untuk mendapatkan ilmu sekaligus mengamalkannya.

Berbicara mengenai tradisi belajar, ada contoh luar biasa yang diperlihatkan generasi awal Islam (salafush-shalih). Agar beroleh ilmu, generasi Islam zaman awal memiliki kemauan yang kuat dan semangat yang membara. Maka, tidaklah heran jika kita menyaksikan kehidupan mereka sarat dengan aktivitas belajar. Untuk mendapatkan ilmu, mereka tidak segan-segan melakukan pengembaraan intelektual, berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Sebut saja perjalanan menuntut ilmu yang dilakukan Imam Syafi’i. Pada awalnya, Imam Syafi’i belajar sastra Arab kepada Muslim bin Khalid az-Zanji. Setelah itu, ia mendatangi beberapa ulama untuk belajar fikih di Mekah. Pergi ke Madinah, Imam Syafi’i belajar kepada Abu Abdullah Malik bin Anas. Tidak berhenti di Madinah, Imam Syafi’i melanjutkan perjalanan menuntut ilmu ke Yaman dan Irak. Ada banyak kisah tradisi belajar yang dimiliki generasi salafush-shalih yang dipaparkan dalam buku ini. Di zaman Nabi Muhammad SAW, Zaid bin Tsabit pernah belajar bahasa Ibrani dan menguasainya hanya dalam waktu 15 hari. Semangat untuk belajar pernah dipertunjukkan Abu Raihan al-Biruni yang masih menyempatkan bertanya tentang perkara berkaitan dengan fikih meskipun ajal hampir menjemputnya.

Dengan membaca buku ini, kita bisa melakukan refleksi terkait tradisi belajar yang kita miliki. Ada kecenderungan minimnya motivasi belajar yang terdapat di benak pelajar dan mahasiswa saat ini. Bahkan, kegigihan belajar tampak kurang dengan perilaku jalan pintas yang sering kali diperlihatkan. Banyak pelajar dan mahasiswa yang menghalalkan perilaku mencontek agar mendapatkan nilai memuaskan. Padahal, perilaku mencontek menyebabkan ilmu yang didapatkan tidak menjadi berkah. Berbeda dengan generasi Islam awal yang sangat hati-hati dalam aktivitas belajarnya sehingga menghindari perbuatan-perbuatan buruk. Sikap menghindari perbuatan kemaksiatan terlihat nyata dalam generasi salafush-shalih untuk menjaga keimanan dan keilmuan mereka. Dengan menyaksikan tradisi belajar generasi salafush-shalih, ada pelajaran yang bisa kita petik. Motivasi yang ikhlas (ikhlas an-niyah) sangat tampak pada generasi salafush-shalih. Mereka belajar semata-mata untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT. Dalam belajar, generasi salafush-shalih melakukannya dengan sebaik-baiknya (itqan al-’amal). Belajar dilakukan sebaik mungkin dengan etos belajar yang tinggi. Generasi salafush-shalih memanfaatkan hasil belajarnya dengan tepat.

Buku yang ditulis Dwi Budiyanto ini mengajak siapa pun untuk menyadari pentingnya belajar. Generasi salafush-shalih telah memperlihatkan contoh luar biasa dalam kebiasaan membaca, menulis, pengembaraan ilmiah, dan tradisi berpikir yang perlu kita teladani.
HENDRA SUGIANTORO
Pembaca buku, tinggal di Yogyakarta