Keumalahayati, Sang Laksamana Laut

Surat Pembaca Lampung Post, Senin 28 Juni 2010
Dari sekian banyak sosok perempuan, mungkin ada yang lupa terhadap sosok perempuan yang satu ini: Keumalahayati. Perempuan kelahiran Aceh ini adalah seorang laksamana. Medan juang di laut telah menunjukkan kepiawaiannya. Konon, ia adalah pemimpin armada laut perempuan pertama di dunia. Suatu ketika ia memiliki armada perempuan yang dinamakan inong balee (ada yang menulis inong bale). Ia sempat memimpin dan melatih para perempuan janda yang suaminya gugur dalam medan perang untuk turut terjun di kancah perjuangan.

Dalam rubrik Tarikh Nanggroe, Tabloid Berita Mingguan Modus Aceh, Edisi 48 Tahun VI, Rabu, 25 Maret 2009, dikemukakan, “Keumalahayati diberi gelar laksamana (admiral) karena jasanya dalam mengawal kepentingan Aceh di lautan di masa pemerintahan Sultan Alaiddin Riayatsyah Al Mukammil (1589-1604) atau yang sering disebut Sultan Al Mukammil. Sebelum diangkat menjadi laksamana, Keumalahayati meniti karir sebagai komandan pasukan wanita dengan tugas sebagai pengawal istana sekaligus intelijen kerajaan dan tugas ini dijalankan dengan sukses. Karena keberhasilannya ini Sultan mempercayainya untuk mengemban tugas memimpin pasukan angkatan laut dengan pangkat laksamana. Tugas sebagai panglima angkatan laut bagi Keumalahayati bukan hal yang asing karena ayahnya sendiri, yang bernama Mahmud Syah, adalah seorang laksamana. Demikian juga kakeknya, Muhammad Said Syah, putera Sultan Salahuddin Syah yang memerintah pada tahun 1530-1539 M, adalah seorang laksamana laut yang gagah perkasa.”

Dari paparan di atas, fakta sejarah menjelaskan bahwa Keumalahayati mendapatkan gelar laksamana setelah melewati jenjang karir yang panjang. Dengan berbagai posisi yang diduduki, Keumalahayati dipastikan mengetahui seluk beluk dan perkembangan kerajaan. Entah seperti apa kemampuan perempuan ini, tugas sebagai intelijen kerajaan pun pernah dilakoninya.

Teuku H. Ainal Mardhiyah Aly dalam tulisan “Pergerakan Wanita di Aceh Masa Lampau Sampai Kini” pernah menuliskan, “Laksamana Malahayati seorang wanita yang telah berhasil menggagalkan percobaan pengacauan oleh Angkatan Laut Belanda di bawah pimpinan Croulis dan Frederich Houtman 1006 H (1599 M). Sering sekali Armada Inong Bale ikut bertempur di Selat Malaka dan pantai-pantai Sumatera Timur dan Melayu”(Ismail Suny ed., Bunga Rampai Tentang Aceh (Jakarta: Penerbit Bhratara Karya Aksara, 1980), hlm. 286). Dari kalimat tersebut, tertulis “...Angkatan Laut Belanda di bawah pimpinan Croulis..” Entah salah ketik atau pengucapan yang lain, Croulis yang dimaksud adalah Cornelis. Croulis dan Frederich Houtman adalah dua bersaudara (Cornelis De Houtman dan Frederich De Houtman).

Teuku H. Ainal Mardhiyah Aly melanjutkan, “Seorang pengarang wanita Belanda Marie Van Zuchtelen dalam bukunya “Vrouwelijke Admiral Malahayati” sangat memuji-muji Laksamana Malahayati dengan Armada Inong Bale yang terdiri dari 2.000 prajurit wanita yang gagah-gagah, yang tangkas dan berani. Ia sangat cerdik dan bijaksana dalam memimpin armadanya.”

Dari apa yang dipaparkan di atas hanyalah sepenggal dari kisah dan sepak terjang Keumalahayati. Tulisan ini tak seberapa dan semoga bisa melawan lupa. Di negeri ini pernah ada seorang perempuan yang menjadi pimpinan di laut: Laksamana Keumalahayati. Wallahu a’lam.

Hendra Sugiantoro
Koordinator Forum Indonesia
Karangmalang Yogyakarta 55281


http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2010062806433665

Menggapai Sukses Belajar

BEDAH BUKU Kedaulatan Rakyat, Minggu 27 Juni 2007
Judul Buku: FUNTASTIC LEARNING Penulis: Ryan Martian Penerbit: Pro-U Media, Yogyakarta Tebal: 206 halaman Cetakan: I, 2010

Buku yang ditulis Ryan Martian ini menarik untuk disimak. Dengan pengalamannya mengisi pelatihan pembelajaran di lembaga-lembaga pendidikan, penulis buku ingin berbagi. Tak sekadar lewat training-training, Ryan Martian hendak berbagi melalui tulisan sehingga setiap siswa dimana pun bisa mempelajari. Kesuksesan yang diinginkan dalam buku ini tidak hanya terkait sukses Unas, namun lebih dari itu. Tujuan penulisan buku ini adalah agar siswa menggapai sukses studi ketika duduk di bangku sekolah sekaligus sukses di masa depan.
Mengawali buku ini, penulis menggugah kesadaran akan adanya potensi dahsyat yang dimiliki setiap orang. Siapa pun memiliki potensi sebagaimana Albert Einstein ataupun sosok-sosok jenius lainnya. Potensi yang telah dianugerahkan Tuhan itu adalah otak. Jika mengembangkannya secara konsisten, potensi otak bisa berkali-kali lipat kekuatannya.

Untuk mencapai kesuksesan studi, ada rumus yang ditanamkan penulis buku. Siswa atau siapa pun yang ingin sukses dalam studinya hendaknya selalu berkata Yes I Can dan juga harus memiliki prinsip Yes I Will. Setelah itu, Yes I Do adalah langkah tepat agar kesuksesan tidak hanya di angan-angan, tapi juga bertindak untuk meraih kesuksesan.

Dalam buku ini, tiga rumus itu dikembangkan dan dijabarkan secara menarik. Buku ini juga dilengkapi dengan latihan-latihan dan kegiatan apa yang perlu dilakukan. Penulis buku mengajak pembaca memahami makna sukses, paradigma sukses, dan hukum sukses untuk menjadi diri sendiri yang selalu lebih baik (Be Your Better Self). Selain itu, ada hal menarik lainnya dalam buku ini. Belajar di sekolah yang dirasa membosankan selayaknya tidak lagi dihadapi siswa. Belajar secara menyenangkan bisa diciptakan sehingga setiap siswa bisa melejit potensi dan kecerdasannya. Dengan bahasa yang komunikatif, siswa seolah-olah diajak berbicara oleh penulis buku. Para guru di sekolah pun bisa mencermati isi buku ini untuk menyemangati dan menggairahkan belajar siswa-siswanya. Selamat membaca.
--hendra sugiantoro--
Pegiat Transform Institute UNY

Lawan Zionis Israel

Surat Pembaca Lampung Post, Selasa 22 Juni 2010
TRAGEDI penyerangan kapal Mavi Marmara pada akhir Mei lalu (31 Mei 2010) bisa mencuat akibat pemberitaan media massa. Jika tak diberitakan, penyerangan itu sulit menjadi gelombang perlawanan besar. Tanpa kita ketahui, Israel sebenarnya tak surut membuat onar. Berita-berita dari Palestina tak seluruhnya diekspos media massa, padahal begitu banyak kejahatan yang dilakukan Israel terhadap penduduk Palestina, terutama di wilayah Jalur Gaza.

Menyaksikan fakta di Palestina, kita pastinya memahami ada penjajahan. Permasalahan Palestina telah jelas: tanah Palestina dijajah oleh Israel. Palestina adalah tanah yang ditaklukkan Zionis Israel. Namun, mengapa kita hanya bisa berbuat dengan jalan mengutuk dan menghujat semata?

Sedari dulu dunia hanya bisa menghujat tanpa melakukan aksi konkret membebaskan Palestina dari kekejaman Israel. Demonstrasi bolehlah bergema ketika Israel membuat ulah, namun sayangnya tersapu angin secara perlahan-lahan. Ketika berita kekejaman Israel lenyap dari suguhan media massa, lenyaplah demonstrasi. Padahal, pengadilan terhadap Israel selayaknya terus dikawal dan disuarawacanakan. Demonstrasi bisa mengangkat isu menyeret pembesar Israel ke Mahkamah Internasional atas kejahatan perang dan kemanusiaan yang dilakukan. Bukankah agresi Israel ke Jalur Gaza pada akhir 2008 sampai awal 2009 silam adalah bukti absah kejahatan Israel? Israel pun sepantasnya mendapatkan hukuman internasional atas agresi ke Lebanon pada 2006 silam.

Sayang, demonstrasi tak pernah bernapas panjang. Di tengah mandulnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), demonstrasi perlu terus dilakukan sebagai kekuatan massa. Pengadilan Israel perlu terus-menerus dikawal sampai pembesar Israel benar-benar telah mendapatkan hukuman selayaknya.

Perlawanan terhadap Israel mutlak terus dilakukan. Jangan pernah lelah. Tugas kemanusiaan kita untuk membebaskan Palestina dari penjajahan Israel. Jika PBB masih lemah, kita sebagai masyarakat jangan pernah lelah mendorong lembaga dunia itu berfungsi sebagaimana mestinya. Israel harus dilawan. Israel harus diadili. Israel harus pergi dari tanah Palestina seperti dahulu Belanda dan Jepang pergi dari Indonesia.

Menarik apa yang dituturkan Masmuroh, Mahasiswa Fakultas Dakwah IAIN Raden Intan Lampung, berikut ini: "Persoalan Palestina sejatinya ada dua macam, yakni korban dan pembantai. Korbannya masyarakat Palestina, sedangkan pembantainya adalah zionis Yahudi. Untuk korban solusinya tentu makanan, obat-obatan dan sebagainya. Bagi pembantai, solusinya adalah jihad fi sabilillah, mengusir mereka dari tanah Palestina." (Surat Pembaca Lampung Post, Jumat, 18 Juni 2010).

Masmuroh melanjutkan, "Sebenarnya Israel itu tidaklah menakutkan. Terbukti mereka sempat keteteran ketika menghadapi cuma dengan sekelompok dari umat Islam, yakni Hizbullah. Begitu juga pada invasi terakhir, tentara zionis berhasil dipaksa mundur oleh pejuang-pejuang Palestina karena kerepotan menghadapi sengitnya perlawanan para mujahidin. Namun persoalannya, zionis biadab tersebut masih bercokol di Palestina. Israel masih bertengger."

Ya, Israel masih bertengger. Israel masih bertengger di tanah yang bukan miliknya. Palestina berada dalam penjajahan. Maka, sudah selayaknya bagi masyarakat dunia untuk melawan Israel. Mengusir Israel dari tanah Palestina, sekarang juga! Wallahu ‘alam.

Hendra Sugianto
Karangmalang, Yogyakarta 55281
http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2010062204415256

Saatnya Menghukum Israel

Jagongan Harian Jogja, Kamis 10 Juni 2010
Penyerangan atas kapal Mavi Marmara akhir Mei 2010 lalu hanya sekelumit kepongahan Israel. Ada banyak korban, ada yang terluka. Di atas kapal itu ada kegetiran. Namun, di tempat yang hendak dituju kapal itu, kegetiran telah berlangsung lama. Jalur Gaza, tanah persada para pahlawan tak surut menyenandungkan darah, air mata, sekaligus gelora juang dalam doa memanjang.

Dengan fakta itu, kita layak berkata terus terang bahwa Israel telah melakukan kejahatan kemanusiaan. Menyerang kapal dengan misi kemanusiaan menuju Jalur Gaza adalah bukti nyata aksi barbar Israel. Lebih tak manusiawi lagi, Jalur Gaza telah menjadi “penjara besar” akibat blokade Israel sekitar 3 tahun. Tindakan Israel di wilayah Jalur Gaza layaklah disebut terorisme. Dalam skala luas, kita memang memandang tragedi ini sebagai kisah tragis yang telah berlarut-larut tanpa penyelesaian. Israel sedari lama memang berkehendak mencaplok tanah Palestina meskipun dengan dalih tak masuk akal. Dunia pun telah melihat Israellah yang kerapkali menciptakan keonaran.
Berpikir jernih, para petinggi Israel telah absah diadili di Mahkamah Internasional. Banyak bukti-bukti kejahatan kemanusiaan yang telah dilakukan Israel. Tidak hanya penyerangan atas kapal Mavi Marmara, tapi tragedi yang menimpa Lebanon pada 2006 silam juga menjadi bukti absah. Begitu juga penyerangan Israel atas Jalur Gaza pada 27 Desember 2008-18 Januari 2009. Banyak warga sipil dan anak-anak harus menjadi korban dari kebrutalan Israel.

Kini, tak ada kata lain, PBB sebagai lembaga perdamaian dunia mutlak bertindak tegas. Aksi Israel terlampau parah, maka layaklah mendapatkan hukuman sebagai penjahat perang dan penjahat kemanusiaan. Di sisi lain, seluruh masyarakat harus bersatu padu mengawal tanpa henti agar kejahatan Israel diproses secara hukum. Tanpa tindakan tegas terhadap Israel, kejadian destruktif Israel akan terus berlajut di kemudian hari. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Karangmalang Yogyakarta 55281

Palestina Merdeka, Kewajiban Kita

Surat Pembaca Lampung Pos, Selasa, 8 Juni 2010
Hassan Wirajuda (2009) mengatakan masalah inti di Palestina adalah penjajahan Israel atas Palestina. Oleh karena itu solusinya adalah pembentukan negara Palestina merdeka. Apa yang disampaikan Hassan Wirajuda itu tentu menjadi tekad dan cita-cita masyarakat bijak yang memahami makna sebuah kehidupan aman, damai, dan dipenuhi kebaikan. Masyarakat yang bijak tidak menghalalkan penindasan dan penjajahan. Masyarakat yang bijak justru berupaya menciptakan tatanan kehidupan dimana masing-masing bangsa saling menghormati dan bergerak bersama menuju tatanan dunia dalam naungan berkah Ilahi.

Namun sayangnya, cita-cita masyarakat bijak itu sepertinya menjauh dari pandangan para pembesar negara Israel atas perilaku tidak bijaknya. Para pembesar negara Israel seolah-olah tidak kapok melakukan pembunuhan ataupun pembantaian sadis terhadap nyawa manusia. Peristiwa penyerangan terhadap kapal Mavi Marmara yang ditumpangi aktivis kemanusiaan dari 50 negara pada akhir Mei lalu hanya sekelumit tindakan tak beradab Israel. Tentu masih hangat dalam benak kita terkait kisah pilu penduduk Gaza, Palestina, akibat bombardir serdadu Israel pada 2009 silam. Kita pun tak bisa melupakan aksi brutal pasukan perang Israel pada tahun-tahun silam, sehingga tanah Palestina terus-menerus bersimbah darah .

Melihat dengan mata jernih, pembesar-pembesar Israel sudah selayaknya diadili dan mendapatkan hukuman. Para pembesar Israel telah absah diseret ke Pengadilan Kriminal Internasional atas pelanggaran dan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan. Untuk itu, masyarakat dunia harapannya bisa konsisten mengawal kemerdekaan dan kedaulatan Palestina. Konsistensi juga diperlukan untuk mengawal Perserikatan Bangsa-Bangsa agar bergegas mengadili para petinggi Israel.

Kita jelas berharap agar warga Palestina umumnya dan warga Gaza khususnya dapat menikmati indahnya menatap masa depan tanpa cekaman rasa takut akibat konflik dan perang senjata. Konstutisi negara ini pun telah menegaskan bahwa penjajahan di atas muka bumi harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Masih ingatkah Konferensi Asia Afrika (KAA) pada 1955 di Bandung yang menghendaki kemerdekaan bagi seluruh negara di Asia dan Afrika? Palestina adalah sebuah negara di Asia-Afrika yang belum 100% merdeka, maka kita pun memiliki kewajiban memerdekakan Palestina! Wallahu a’lam.

Hendra Sugiantoro
Karangmalang Yogyakarta 55281

Merevitalisasi Pers Mahasiswa

Nguda Rasa, Koran Merapi, 7 Juni 2010
Dinamika kehidupan kampus tidak dapat terlepas dari keberadaan pers mahasiswa. Sebagai sebuah lembaga penerbitan pers, pers mahasiswa memiliki arti penting sebagaimana dilakukan pers umum. Fungsi pers mahasiswa pada dasarnya mencakup fungsi yang dijalankan pers nasional, yakni sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial (UU No. 40/1999 tentang Pers). Yang menjadi pertanyaan, bagaimana kondisi pers mahasiswa dalam kurun waktu belakangan ini?

Entah disadari atau tidak, pers mahasiswa seperti kehilangan elan vitalnya. Ada beragam alasan pers mahasiswa di beberapa kampus kurang menggigit, bahkan cenderung bergerak apa adanya. Pers mahasiswa kurang memberikan daya pengaruh dan kontrol sosial terhadap kehidupan kampus. Alasan yang sering kali mengemuka adalah tuntutan akademik yang bisa dikatakan ”membelenggu” pers mahasiswa berekspresi. Keharusan masuk kuliah dengan prosentase 75%, misalnya, menjadi hambatan tersendiri. Alasan yang sering kali diungkapkan itu ditambah dengan mahalnya biaya kuliah yang menyeret pegiat pers mahasiswa pada sikap pragmatis. Alasan tersebut sebenarnya tidak hanya milik pers mahasiswa semata, tapi juga aktivitas organisasi kemahasiswaan lainnya. Adanya peraturan masuk kuliah dan tuntutan ”cepat kuliah hemat biaya” semestinya bukan menjadi alasan pers mahasiswa meredup. Manajemen sivitas pers mahasiswa menjadi keniscayaan sehingga setiap potensi bisa dioptimalkan. Apalagi tuntutan 75% masuk kuliah bukan berarti tidak ada waktu untuk menggarap pers mahasiswa. Dalam hal ini, orientasi menjadi titik tekan yang sedikit banyak menentukan arah gerak pers mahasiswa.

Berbicara lebih jauh, ada tantangan yang sebenarnya membuat kehidupan pers mahasiswa kurang gereget. Keterlibatan mahasiswa untuk berkecimpung dalam dunia pers mahasiswa, misalnya, bisa dikatakan merupakan pilihan. Di lingkup kampus, medan aktivitas mahasiswa tidak hanya di dunia pers, tapi ada medan lain yang juga menjadi pilihan mahasiswa. Sebut saja misalnya mahasiswa lebih tertarik terjun dalam bidang penelitian ketimbang aktif dalam bidang pers. Terlibat aktif dalam kegiatan mahasiswa di bidang terkait penelitian sering kali dilihat mahasiswa lebih bergengsi daripada bergumul dalam dunia pers. Pada titik ini, daya tawar kegiatan pers mahasiswa seakan-akan masih kalah kuat dengan kegiatan penelitian. Kegiatan penelitian yang mengarahkan mahasiswa turut serta dalam berbagai macam lomba karya tulis diakui lebih memikat. Pihak universitas atau fakultas yang rajin menstimulasi mahasiswa untuk memenangkan lomba karya tulis kian menguatkan daya tawar kegiatan penelitian di mata mahasiswa. Memang kegiatan penelitian tetap penting bagi mahasiswa, namun rendahnya daya tawar kegiatan pers menyebabkan mahasiswa enggan aktif menghidupkan pers mahasiswa. Mahasiswa lebih enjoy ikut ajang lomba karya tulis dimanapun ketimbang mondar-mandir meliput berita. Meskipun keduanya berkaitan dengan dunia tulis-menulis, kegiatan penelitian dan pers tetap berbeda pada sisi tertentu.

Diakui atau tidak, pihak universitas ataupun fakultas memang lebih mengarahkan mahasiswa aktif dalam bidang penelitian. Ada berbagai sebab dari yang idealis sampai yang pragmatis. Yang idealis seperti kegiatan penelitian akan menopang kelancaran studi karena nantinya mahasiswa harus menempuh tugas akhir yang tentu saja berhubungan dengan penelitian. Adapun yang pragmatis karena memenangkan ajang lomba karya tulis akan meningkatkan citra universitas ke eksternal kampus atau prestise fakultas satu dengan fakultas yang lain. Adanya mahasiswa yang fasih membuat berita investigatif masih kalah jauh dengan mahasiswa yang menjadi juara lomba karya tulis ilmiah. Sisi lain yang bukan rahasia lagi, ada sebagian universitas ataupun fakultas takut terhadap taring pers mahasiswa. Pers mahasiswa sering kali mengungkap ”fakta-fakta tersembunyi” sehingga ada kekhawatiran tersendiri bagi pihak birokrasi kampus. Adanya tantangan rendahnya daya tawar kegiatan pers di mata mahasiswa memang sulit dibantah. Tidak hanya berhadap-hadapan dengan daya tarik kegiatan penelitian, kegiatan pers juga berhadapan dengan sebuah pilihan mahasiswa yang lebih tertarik berkecimpung dalam kegiatan politik kampus.

Meskipun dijumpai tantangan yang menurut penulis menjadi keniscayaan, idealisme harus tetap terjaga di benak para pegiat pers mahasiswa. Untuk tetap menjaga kesinambungan pers mahasiswa, kaderisasi merupakan hal yang tak bisa diabaikan. Kaderisasi ini tidak sebatas rekrutmen, tapi juga pewarisan nilai dan pembinaan. Perlu dibangun kebanggaan tersendiri di lingkup internal pers mahasiswa terkait pekerjaan di bidang pers dan jurnalistik. Motivasi dan semangat pegiat pers mahasiswa senantiasa perlu dijaga sehingga konsisten terlibat aktif dalam dunia pers dan jurnalistik. Kesadaran terhadap pentingnya posisi pers mahasiswa dalam kehidupan kampus harus terpelihara. Kegiatan pers mahasiswa tidak sekadar belajar ketrampilan jurnalistik, tapi juga membawa misi mencerdaskan masyarakat kampus. Dengan bergerak di bidang garapannya, pers mahasiswa perlu berkontribusi membentuk pemikiran, sikap, dan perilaku masyarakat kampus. Selaras dengan fungsinya, pers mahasiswa bisa melakukan kontrol sosial terhadap kehidupan kampus.
Pungkasnya, pers mahasiswa memang tidak boleh mati. Pers mahasiswa dibutuhkan kontribusinya dalam upaya mencerdaskan masyarakat kampus dengan penerbitan persnya. Dengan sikap kritis, analitis, dan progresifnya, siapa pun yang bergerak di pers mahasiswa adalah pekerja peradaban. Pers mahasiswa membawa unsur pencerahan dengan semangat menegakkan kejujuran, kebenaran, keadilan, dan mencegah kemungkaran dalam kehidupan masyarakat kampus. Wallahu a’lam.
ENDRA SUGIANTORO
Pegiat Transform Institute pada Universitas Negeri Yogyakarta

Mahasiswa, Angkatlah Pena!

Kampus Suara Merdeka, Sabtu, 5 Juni 2010
M embaca biografi tokoh-tokoh bangsa di negeri ini, kita akan membaca sebuah rekam jejak pers. Dalam sejarah kehidupannya, para tokoh bangsa memiliki kesadaran akan pentingnya senjata pena untuk menyampaikan pemikiran. Pers telah menjadi strategi mendidik bangsa. Lewat pers, opini dibangun dan akhirnya menjadi arus perubahan. Lewat torehan pena, para tokoh bangsa juga merekam pemikiran dan mendokumentasikan peristiwa. Para tokoh bangsa telah mengangkat senjata pena selagi muda dan sekiranya layaklah dijadikan renungan bagi mahasiswa.

Di antara tokoh bangsa yang bisa disebut adalah Bung Karno. Presiden Indonesia pertama itu dikenal aktif menggoreskan pena. Bung Karno selagi muda pernah menulis di surat kabar Oetoesan Hindia di Surabaya yang dipimpin H.O.S Tjokoroaminoto. Ia mengaku tak kurang dari 500 artikel dituangkan dalam Oetoesan Hindia. Ketika menjadi mahasiswa Technische Hoge School (THS) di Bandung, Bung Karno terlibat dalam surat kabar Sama Tengah. Keluar dari Sama Tengah, Bung Karno berkecimpung dalam surat kabar Fadjar Asia. Tak tanggung-tanggung Bung Karno juga pernah menerbitkan majalah yang langsung di bawah pimpinannya. Majalah-majalah itu adalah Suluh Indonesia Muda, Persatuan Indonesia, dan Fikiran Rakyat.

Bung Hatta juga tak jauh berbeda. Ketika bersekolah di Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik School, Batavia, Wakil Presiden Indonesia pertama itu ikut mengelola majalah Jong Sumatera. Sekitar usia 18 tahun muncullah tulisan pertama Bung Hatta di majalah tersebut yang diberi judul Namaku Hindania! Ia juga mengelola majalah Hindia Poetra milik Perhimpunan Indonesia ketika kuliah di negeri Belanda. Dari negeri Belanda, Bung Hatta juga turut memantau dan membantu majalah Daulat Rakyat yang ada di Indonesia (dulu Hindia Belanda). Produktivitas menulis Bung Hatta memang tak diragukan lagi. Dalam buku Bung Hatta, Sebuah Bibliografi (1988) saja dapat terbaca sekitar 86 karya tulis, amanat, dan pidato Bung Hatta dengan beragam topik. Bung Hatta juga menulis pelbagai buku.

Tokoh bangsa lainnya yang tentu tak bisa dilupakan adalan H.O.S Tjokroaminoto. Lahir pada 16 Agustus 1882, H.O.S Tjokroaminoto merupakan sosok yang ditakdirkan sejarah menjadi “guru tokoh pergerakan”. Bung Karno pernah ngangsu kawruh pada H.O.S Tjokroaminoto. Rumah H.O.S Tjokroaminoto di Surabaya tercatat dalam sejarah menjadi tempat belajar politik yang sekaligus menjadi rumah pergerakan. Maka, Bung Karno juga pernah membantu penerbitan surat kabar pimpinan H.O.S Tjokroaminoto, Oetoesan Hindia. Tulisan H.O.S Tjokroaminoto bisa dibilang menjadi salah satu senjata perlawanan yang digunakannya. H.O.S Tjokroaminoto tak hanya cakap dalam berorasi yang konon tanpa mikrofon pun bisa terdengar keras, tapi ia juga bersuara keras lewat pena. Ide-idenya terbilang luar biasa. Selain disampaikan lewat ceramah, surat kabar menjadi lahan untuknya menyampaikan pemikiran. Surat kabar yang menjadi lahan menulis dan/ didirikan Tjokroaminoto seperti Bintang Soerabaia, Oetoesan Hindia, Fadjar Asia, dan Bandera Islam.

Dalam penerbitan Fadjar Asia, Haji Agus Salim juga terlibat di dalamnya. Haji Agus Salim yang dijuluki Bung Karno sebagai “The Grand Old Man” telah terlibat dalam dunia pers sejak muda. Jejak persnya dimulai sebagai pembantu dan penulis lepas untuk Bataviaasche Nieuwsblad. Pada usia 24 tahun, ia menjadi pemimpin redaksi Neratja selama tujuh tahun. Haji Agus Salim juga pernah terlibat dalam penerbitan Hindia Baroe, Kaoem Kita, Bandera Islam, dan Mestika.

Ki Hajar Dewantara pun memiliki jejak pers. Torehan penanya berjudul Als Ik eens Nederlander was (Andaikata Aku Seorang Nederland) yang ditulis pada usia sekitar 24 tahun menggemparkan penjajah kolonial Belanda. Tulisan ini memang membuat berang pemerintah kolonial sehingga berniat memberikan hukuman kepada Ki Hajar Dewantara. Menanggapi hal itu, Ki Hajar Dewantara bukannya takut, malah kian berani dengan mengeluarkan tulisan Een voor Allen, maar ook Allen voor Een (Satu untuk Semua dan Semua untuk Satu) yang terbit di De Expres pada 28 Juli 1913. Akibat sikap beraninya itu, Ki Hajar Dewantara akhirnya memang benar-benar diberi hukuman pengasingan. Riwayat Ki Hajar Dewantara bisa dikatakan tak jauh dari jejak pers. Tulisannya beredar di pelbagai terbitan surat kabar pada saat itu. Pelbagai penerbitan surat kabar yang pernah dirambahnya sebagai jurnalis atau kontributor tulisan, antara lain Midden Java, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaya Timoer, dan Poesara.

Selain tokoh yang disebutkan di atas, terdapat banyak tokoh lain yang jejak hidupnya terlibat dalam dunia pers. Sebut saja Mohammad Natsir, Buya Hamka, Abdoel Moeis, dan lainnya. Keterlibatan tokoh-tokoh bangsa dalam dunia pers karena dilandasi pemahaman jernih akan pentingnya media massa sebagai alat penyampai pemikiran dan gagasan. Media massa diakui merupakan alat jitu membangun opini publik. Memperhatikan jejak tokoh-tokoh bangsa, kita memang akan menyaksikan jejak pers mereka. Dunia pers menyatu dalam denyut nadi perjuangan bangsa ini dalam upaya meraih kemerdekaan. Dikatakan Soebagijo (1981), pers nasional semenjak lahir sepak terjangnya senantiasa sejalan atau paralel dengan perjuangan nasional itu sendiri. Dan dalam kenyataannya, pers nasional memang merupakan alat yang ampuh bagi perjuangan nasional. Setiap pemimpin pergerakan (dan agama) pada zaman penjajahan mempergunakan mass-media sebagai sarana penyampaian gagasan-gagasan serta alam pikirannya kepada pengikut masing-masing.

Peran pers jelas tak bisa dipandang remeh. Begitu banyak penerbitan pers di zaman kolonial yang turut menggerakkan spirit mencapai Indonesia merdeka. Pers bumiputera berperan membentuk pendapat umum menuju pengusiran kaum kolonial. Sebagaimana tutur Takashi Shiraishi (1997) bahwa para jurnalis bumiputera yang dalam kegiatannya menulis artikel, memberi komentar terhadap surat pembaca, dan menyunting isi surat kabar bagi sejumlah (yang mereka tidak ketahui) orang (yang tidak mereka kenal), sesungguhnya memimpin “embiro bangsa” dan mengungkapkan solidaritas mereka dengan para pembaca sebagai bumi putera dan kaum muda.

Bercermin pada tokoh-tokoh bangsa, mahasiswa perlu mengangkat pena dan terlibat aktif dalam dunia pers. Tokoh-tokoh bangsa telah berani menggoreskan penanya saat mereka masih dalam usia muda. Kesadaran pentingnya pers sebagai alat penyampai gagasan dan pemikiran tentu harus dimiliki mahasiswa. Pers juga penting sebagai upaya pendokumentasian sejarah. Dengan berfungsinya kerja pers, maka gagasan dan pemikiran akan terbaca dan terdengar ke khalayak lebih luas. Melalui kerja pers, setiap gagasan dan kegiatan bisa terekam dengan baik yang kelak akan menjadi dokumen sejarah yang bermakna bagi generasi kemudian. Kalimat Tinta Zaitun (2009) ini menarik disimak, “Penulis adalah pemimpin. Ia memimpin dengan ide dan pemikiran....Penulis yang memiliki idealisme sejati menjadi sangat berbahaya bagi sebuah rezim ataupun penguasa yang busuk.” Wallahu a’lam.

Hendra Sugiantoro
Pegiat Transform Institute pada Universitas Negeri Yogyakarta

hurup awal

hurup awal

hurup awal

hurup awal

hurup awal

hurup awal

hurup awal

hurup awal

hurup awal

hurup awal

hurup awal

hurup awal

hurup awal

hurup awal

hurup awal

hurup awal

hurup awal

hurup awal

hurup awal

hurup awal

hurup awal

hurup awal

hurup awal

hurup awal

hurup awal

hurup awal

hurup awal

hurup awal

hurup awal

hurup awal

hurup awal

hurup awal