Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Gagasan Suara Merdeka, Selasa 27 Oktober 2009
Kepada Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono, selamat menjalankan amanah kepemimpinan. Presiden dan wakil presiden Republik Indonesia 2009-2004 telah dilantik dan siap berjerih payah dan bekerja tekun membangun kemaslahatan kehidupan rakyat. Kita yakin SBY-Boediono mampu melakukan itu. Dengan didukung menteri-menteri kabinet, SBY-Boediono memang wajib memperhatikan kehidupan rakyat.
Mungkin ada pesimisme memandang kinerja Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II, namun kita persilahkan dulu KIB Jilid II untuk bekerja. Kita dukung sepenuhnya SBY-Boediono beserta kabinetnya untuk berpikir, berjuang, dan berkarya membangun negeri ini. Kewajiban kita tentu akan selalu mengingatkan SBY-Boediono dan jajaran kabinetnya agar berjalan di atas rel yang lurus. Tak ada kepentingan lain bagi SBY-Boediono kecuali menjalankan kewajiban sebagai pemimpin yang sejati-jatinya. Pemimpin yang mampu bertindak benar dan berpikir lurus. Pemimpin yang selalu melayani rakyat dengan salah satu tugas pentingnya tidak akan membiarkan rakyat kelaparan sedikit pun. Menjadi tugas pemimpin untuk menyejahterakan rakyat dan membuat rakyat berdaya.
Bagi SBY yang memimpin negeri ini untuk kedua kalinya, pengalaman dan fakta lima tahun lalu hendaknya menjadi refleksi. Sungguh tak layak seorang pemimpin bangga dengan kinerjanya jika masih ada rakyatnya yang sulit mencukupi kebutuhan makannya. Busung lapar dan kelaparan adalah fakta yang masih terjadi di negeri ini. Anak-anak pun mengalami gizi buruk sehingga menghambat aktualisasi diri. Karena tak kuasa mencukupi kebutuhan pangannya, ada sebagian rakyat yang harus rela memakan “makanan sisa”. Itulah kenyataan yang hendaknya tidak akan terjadi lagi pada periode lima tahun ke depan. SBY-Boediono beserta jajaran kabinetnya harus bekerja sungguh-sungguh agar tidak ada rakyat negeri ini yang kelaparan!
SBY boleh saja mengklaim kemiskinan berangsur turun dalam periode pemerintahan sebelumnya, namun SBY tentu tak bisa menutup mata bahwa kemiskinan masih ada. Pertumbuhan ekonomi memang boleh dikatakan baik, tapi pertumbuhan ekonomi tanpa pemerataan mencerminkan ketidakadilan. Adanya kelaparan adalah imbas dari kemiskinan. Sebagian rakyat di negeri ini masih ada yang tidak berdaya secara ekonomi sehingga sulit untuk sekadar memenuhi kebutuhan pangannya.
Dengan menyaksikan adanya sebagian rakyat yang masih kelaparan, pemimpin seyogianya merasa bersalah dan berdosa. Rakyat yang kelaparan itu berada dalam tanggung jawab pemimpin. Selain kebijakan yang memberdayakan ekonomi rakyat, pemimpin juga harus memiliki empati. Yang namanya empati bukan ucapan bibir, namun kepedulian yang ditunjukkan lewat sikap dan perilaku. Sungguh bukan sesuatu yang bijak jika pemimpin dan jajarannya bermewahan di tengah rakyatnya yang masih berkubang kemiskinan. Bukan sikap yang mulia jika pemimpin dan jajarannya kekenyangan, padahal ada rakyatnya yang kelaparan. SBY-Boediono harus mampu membangun jajaran KIB Jilid II dengan sosok-sosok yang hidup sederhana dan tidak berlebih-lebihan. Bukankah pemimpin yang sejati akan mengatakan lebih baik dirinya yang kelaparan daripada rakyatnya yang kelaparan? Rakyat pastinya tak ingin melihat pemimpinnya kelaparan, maka jangan biarkan rakyat kelaparan! Wallahu a’lam.
Hendra Sugiantoro
Karangmalang Yogyakarta 55281
http://www.suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetak&id_beritacetak=85569
Dimuat di Gagasan Suara Merdeka, Selasa 27 Oktober 2009
Kepada Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono, selamat menjalankan amanah kepemimpinan. Presiden dan wakil presiden Republik Indonesia 2009-2004 telah dilantik dan siap berjerih payah dan bekerja tekun membangun kemaslahatan kehidupan rakyat. Kita yakin SBY-Boediono mampu melakukan itu. Dengan didukung menteri-menteri kabinet, SBY-Boediono memang wajib memperhatikan kehidupan rakyat.
Mungkin ada pesimisme memandang kinerja Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II, namun kita persilahkan dulu KIB Jilid II untuk bekerja. Kita dukung sepenuhnya SBY-Boediono beserta kabinetnya untuk berpikir, berjuang, dan berkarya membangun negeri ini. Kewajiban kita tentu akan selalu mengingatkan SBY-Boediono dan jajaran kabinetnya agar berjalan di atas rel yang lurus. Tak ada kepentingan lain bagi SBY-Boediono kecuali menjalankan kewajiban sebagai pemimpin yang sejati-jatinya. Pemimpin yang mampu bertindak benar dan berpikir lurus. Pemimpin yang selalu melayani rakyat dengan salah satu tugas pentingnya tidak akan membiarkan rakyat kelaparan sedikit pun. Menjadi tugas pemimpin untuk menyejahterakan rakyat dan membuat rakyat berdaya.
Bagi SBY yang memimpin negeri ini untuk kedua kalinya, pengalaman dan fakta lima tahun lalu hendaknya menjadi refleksi. Sungguh tak layak seorang pemimpin bangga dengan kinerjanya jika masih ada rakyatnya yang sulit mencukupi kebutuhan makannya. Busung lapar dan kelaparan adalah fakta yang masih terjadi di negeri ini. Anak-anak pun mengalami gizi buruk sehingga menghambat aktualisasi diri. Karena tak kuasa mencukupi kebutuhan pangannya, ada sebagian rakyat yang harus rela memakan “makanan sisa”. Itulah kenyataan yang hendaknya tidak akan terjadi lagi pada periode lima tahun ke depan. SBY-Boediono beserta jajaran kabinetnya harus bekerja sungguh-sungguh agar tidak ada rakyat negeri ini yang kelaparan!
SBY boleh saja mengklaim kemiskinan berangsur turun dalam periode pemerintahan sebelumnya, namun SBY tentu tak bisa menutup mata bahwa kemiskinan masih ada. Pertumbuhan ekonomi memang boleh dikatakan baik, tapi pertumbuhan ekonomi tanpa pemerataan mencerminkan ketidakadilan. Adanya kelaparan adalah imbas dari kemiskinan. Sebagian rakyat di negeri ini masih ada yang tidak berdaya secara ekonomi sehingga sulit untuk sekadar memenuhi kebutuhan pangannya.
Dengan menyaksikan adanya sebagian rakyat yang masih kelaparan, pemimpin seyogianya merasa bersalah dan berdosa. Rakyat yang kelaparan itu berada dalam tanggung jawab pemimpin. Selain kebijakan yang memberdayakan ekonomi rakyat, pemimpin juga harus memiliki empati. Yang namanya empati bukan ucapan bibir, namun kepedulian yang ditunjukkan lewat sikap dan perilaku. Sungguh bukan sesuatu yang bijak jika pemimpin dan jajarannya bermewahan di tengah rakyatnya yang masih berkubang kemiskinan. Bukan sikap yang mulia jika pemimpin dan jajarannya kekenyangan, padahal ada rakyatnya yang kelaparan. SBY-Boediono harus mampu membangun jajaran KIB Jilid II dengan sosok-sosok yang hidup sederhana dan tidak berlebih-lebihan. Bukankah pemimpin yang sejati akan mengatakan lebih baik dirinya yang kelaparan daripada rakyatnya yang kelaparan? Rakyat pastinya tak ingin melihat pemimpinnya kelaparan, maka jangan biarkan rakyat kelaparan! Wallahu a’lam.
Hendra Sugiantoro
Karangmalang Yogyakarta 55281
http://www.suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetak&id_beritacetak=85569