Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Surat Pembaca Jurnal Nasional, Rabu, 14 Januari 2009
Nabi Musa pernah mendapatkan 10 perintah Tuhan di Gunung Sinai yang salah satunya adalah jangan kamu membunuh. Adanya perintah Tuhan ini tentu mengandung seruan kepada Bani Israil agar mereka tidak melakukan pembunuhan. Melakukan pembunuhan yang mengakibatkan pertumpahan darah jelas merupakan perbuatan yang tercela dan dilarang dalam Kitab Taurat. Bahkan, pembunuhan satu nyawa manusia saja bisa diibaratkan membunuh umat manusia semuanya.
Meskipun tragedi pembunuhan selalu terjadi sepanjang sejarah, Tuhan terus memperingatkan manusia agar tidak saling membunuh. Sebagaimana perintah Tuhan kepada Nabi Musa, bani Israel dilarang membunuh. Setiap manusia yang diciptakan adalah pemakmur kehidupan dan tidak ada yang lebih tinggi kecuali didasarkan pada peribadatannya kepada Tuhan. Pada titik ini, kekejaman pembunuhan prajurit Israel terhadap himpunan manusia di Jalur Gaza Palestina tampaknya perlu ditelusuri lebih lanjut.
Sungguh sudah jelas jika dalam agama tidak diperbolehkan melakukan pembunuhan. Taurat sebagai kitab yang dipegang bangsa Israel selalu menekankan cinta kasih, keadilan, kebenaran, dan kedamaian. Persoalan terjadi terkait dengan ketaatan manusianya. Dengan kata lain, manusia yang taat terhadap Kitab Taurat pasti akan menjalankan perintah Tuhan itu dengan sekuat-kuatnya. Lantas, apa yang kita simpulkan dari kebengisan militer Israel di Palestina dan juga secara luas di Timur Tengah? Jika menggunakan kacamata tadi, militer Israel berarti tidak menaati Kitab Taurat lahir dan batin.
Dalam hal ini, kesimpulan ketidaktaatan terhadap Kitab Taurat sebenarnya bisa kita kaji dari sejarah berdirinya paham Zionisme. Paham Zionisme ini hanya ciptaan manusia, bukan Tuhan. Manusia yang menciptakan paham itu adalah Theodore Herzl yang memang mengkonsep Zionisme secara matang. Di awal kongresnya di Basel Swiss pada 1897, Herzl berhasil mengumpulkan sekitar 200-an orang-orang Yahudi terutama dari wilayah Eropa. Terkait dengan sejarah berdirinya Zionisme ini bisa ditelaah lebih lanjut yang tentu dari berbagai literatur yang bening dan jernih. Yang ingin ditegaskan di sini adalah bahwa Yahudi yang merancang dan menjadi penyampai ideologi Zionisme bukanlah orang-orang Yahudi yang memiliki keimanan yang kuat, bahkan bisa dibilang tidak mengakui keberadaan Tuhan.
Di simpul inilah kita bisa memahami mengapa ada orang-orang Yahudi yang menentang berdirinya Negara Israel , bahkan menyebutnya menyimpang dari ajaran agama. Bisa dikatakan pula jika Zionisme menggunakan agama Yahudi sebagai alat untuk sekadar melancarkan ide gilanya mendirikan tanah air bagi kaum Yahudi. Lalu pertanyaannya, mengapa jika menyimpang dari ajaran agama bisa begitu kuat pengaruhnya sampai saat ini?
Perlu dicatat, paham Zionisme tidak mendefinisikan Yahudi sebagai agama, tapi ras yang unggul sehingga layak memusnahkan bangsa selainnya. Dengan demikian, kita tidak kaget jika militer Israel begitu kejinya membunuh bayi dan anak-anak. Warga sipil yang tak bersenjata pun dibantai. Pungkasnya, kita berharap agar paham ini tidak abadi yang justru menghancurkan kemanusiaan. Bangsa Israel jelas layak dan berhak hidup, tapi paham Zionisme perlu dihilangkan. Allah tentu mengetahui segalanya.
Hendra Sugiantoro
Karangmalang, Yogyakarta
Dimuat di Surat Pembaca Jurnal Nasional, Rabu, 14 Januari 2009
Nabi Musa pernah mendapatkan 10 perintah Tuhan di Gunung Sinai yang salah satunya adalah jangan kamu membunuh. Adanya perintah Tuhan ini tentu mengandung seruan kepada Bani Israil agar mereka tidak melakukan pembunuhan. Melakukan pembunuhan yang mengakibatkan pertumpahan darah jelas merupakan perbuatan yang tercela dan dilarang dalam Kitab Taurat. Bahkan, pembunuhan satu nyawa manusia saja bisa diibaratkan membunuh umat manusia semuanya.
Meskipun tragedi pembunuhan selalu terjadi sepanjang sejarah, Tuhan terus memperingatkan manusia agar tidak saling membunuh. Sebagaimana perintah Tuhan kepada Nabi Musa, bani Israel dilarang membunuh. Setiap manusia yang diciptakan adalah pemakmur kehidupan dan tidak ada yang lebih tinggi kecuali didasarkan pada peribadatannya kepada Tuhan. Pada titik ini, kekejaman pembunuhan prajurit Israel terhadap himpunan manusia di Jalur Gaza Palestina tampaknya perlu ditelusuri lebih lanjut.
Sungguh sudah jelas jika dalam agama tidak diperbolehkan melakukan pembunuhan. Taurat sebagai kitab yang dipegang bangsa Israel selalu menekankan cinta kasih, keadilan, kebenaran, dan kedamaian. Persoalan terjadi terkait dengan ketaatan manusianya. Dengan kata lain, manusia yang taat terhadap Kitab Taurat pasti akan menjalankan perintah Tuhan itu dengan sekuat-kuatnya. Lantas, apa yang kita simpulkan dari kebengisan militer Israel di Palestina dan juga secara luas di Timur Tengah? Jika menggunakan kacamata tadi, militer Israel berarti tidak menaati Kitab Taurat lahir dan batin.
Dalam hal ini, kesimpulan ketidaktaatan terhadap Kitab Taurat sebenarnya bisa kita kaji dari sejarah berdirinya paham Zionisme. Paham Zionisme ini hanya ciptaan manusia, bukan Tuhan. Manusia yang menciptakan paham itu adalah Theodore Herzl yang memang mengkonsep Zionisme secara matang. Di awal kongresnya di Basel Swiss pada 1897, Herzl berhasil mengumpulkan sekitar 200-an orang-orang Yahudi terutama dari wilayah Eropa. Terkait dengan sejarah berdirinya Zionisme ini bisa ditelaah lebih lanjut yang tentu dari berbagai literatur yang bening dan jernih. Yang ingin ditegaskan di sini adalah bahwa Yahudi yang merancang dan menjadi penyampai ideologi Zionisme bukanlah orang-orang Yahudi yang memiliki keimanan yang kuat, bahkan bisa dibilang tidak mengakui keberadaan Tuhan.
Di simpul inilah kita bisa memahami mengapa ada orang-orang Yahudi yang menentang berdirinya Negara Israel , bahkan menyebutnya menyimpang dari ajaran agama. Bisa dikatakan pula jika Zionisme menggunakan agama Yahudi sebagai alat untuk sekadar melancarkan ide gilanya mendirikan tanah air bagi kaum Yahudi. Lalu pertanyaannya, mengapa jika menyimpang dari ajaran agama bisa begitu kuat pengaruhnya sampai saat ini?
Perlu dicatat, paham Zionisme tidak mendefinisikan Yahudi sebagai agama, tapi ras yang unggul sehingga layak memusnahkan bangsa selainnya. Dengan demikian, kita tidak kaget jika militer Israel begitu kejinya membunuh bayi dan anak-anak. Warga sipil yang tak bersenjata pun dibantai. Pungkasnya, kita berharap agar paham ini tidak abadi yang justru menghancurkan kemanusiaan. Bangsa Israel jelas layak dan berhak hidup, tapi paham Zionisme perlu dihilangkan. Allah tentu mengetahui segalanya.
Hendra Sugiantoro
Karangmalang, Yogyakarta