Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Perada Koran Jakarta, Kamis 21 Oktober 2010
Judul Buku: Resign And Get Rich: Berhenti Kerja, Jadi Pengusaha Penulis: Edo Segara Penerbit: Leutika, Yogyakarta Cetakan: I, Juni 2010 Tebal: x+212 hlm Harga: Rp. 39.000,00
Pekerjaan formal seolah-olah menjadi keniscayaan di tengah kepentingan dan kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Bekerja di kantor/perusahaan mungkin diimpikan banyak orang, karena setidaknya bisa menjamin pendapatan finansial. Berbeda dengan yang bekerja serabutan, penghasilan setiap bulan relatif tak bisa dipastikan. Maka, banyak orang yang ingin menjadi pekerja di kantor/perusahaan.
Buku yang ditulis Edo Segara ini bisa dipandang dari pelbagai perspektif. Dari judulnya, buku ini sepertinya “memprovokasi” para pegawai/karyawan untuk keluar dari kantor/perusahaan. Tidak menjadi pegawai/karyawan pun bisa memperoleh kecukupan finansial, bahkan dimungkinkan berpenghasilan lebih besar dibandingkan ketika menjadi pegawai/karyawan. Namun, pemaknaan terhadap isi buku ini tidak semata seperti itu. Bagaimana pun, pegawai/karyawan tetap dibutuhkan dalam menjalankan roda perekonomian.
Mencermati persoalan manusia dan dunia pekerjaan kerapkali terjadi beberapa. Tak dimungkiri jika ada pegawai/karyawan yang bosan dengan pekerjaannya atau mungkin stress akibat tekanan dari atasannya. Bisa pula ada pegawai/karyawan yang memang ingin berusaha mandiri, sehingga tak ingin lagi bekerja di kantor/perusahaan. Di sisi lain, ada pegawai/karyawan yang menerima pemutusan hubungan kerja (PHK). Terkait beberapa persoalan tersebut, jika memang solusi yang diambil keluar dari kantor, maka harapannya tidak memunculkan masalah lebih lanjut. Begitu pula bagi pegawai/karyawan yang terkena PHK tidak harus berlarut-larut meratapi pengangguran.
Pada dasarnya, banyak bisnis yang bisa dijalankan ketika tak menjadi karyawan/pegawai, seperti bisnis retail, bisnis franchise, bisnis rumahan, bisnis online, bisnis event organizer, bisnis property, dan bisnis bidang jasa. Penulis buku menjelaskan siasat memulai dan menjalankan bisnis tersebut. Agar tidak berujung mengkhawatirkan, kondisi tidak menjadi “orang kantoran” perlu disikapi secara baik dan bijak. Bagi pegawai/karyawan yang mengambil keputusan keluar dari kantor/perusahaan dibutuhkan persiapan dan perencanaan matang. Pelbagai persiapan justru lebih baik telah dilakukan ketika masih menjadi pegawai/karyawan. Pendapatan dari pekerjaan disisihkan sebagai persiapan dan modal ketika benar-benar telah keluar dari kantor/perusahaan. Artinya, memulai usaha mandiri tidak dimulai dari nol. Pegawai/karyawan yang keluar dari kantor dianjurkan berkomunikasi dengan pimpinan kantor dan pihak keluarga agar tak sepihak mengambil keputusan.
Perencanaan dan persiapan penting lainnya adalah dalam memilih usaha bisnis. Kecintaan pada bisnis yang dijalankan menjadi penting agar dapat menikmati dalam pengembangan usaha. Jika tak menikmati, kesuksesan menjadi sulit diraih. Beban mental yang didapatkan dengan mengerjakan bisnis yang tidak dinikmati harus dibayar mahal. Dalam memilih bidang usaha tak harus dengan ide usaha baru. Memperhatikan peluang kebutuhan juga diperlukan dalam menentukan pilihan usaha. Untuk menjalankan bisnis mandiri, fokus pada pasar (market) penting dilakukan. Yang juga ditekankan, manajemen bisnis yang dijalankan hendaknya tanpa menyalahi kaidah moral dan ketentuan agama. Kepedulian sosial perlu dimiliki setiap pebisnis. Usaha mandiri yang dikembangkan perlu kiranya menerapkan corporate social responsibility, termasuk tak lupa dengan zakat perusahaan. Bagaimana pun, setiap usaha yang kita jalankan tak hanya untuk urusan dunia semata, tapi juga investasi akhirat.
Pastinya, berbagai hal dalam buku ini penting dicermati oleh setiap pegawai/karyawan. Bukan tidak mungkin jika pegawai/karyawan harus berhenti bekerja akibat PHK. Agar tidak kelabakan, persiapan dan antisipasi semestinya harus dilakukan semenjak bekerja di kantor /perusahaan. Bukankah begitu?
Hendra Sugiantoro
Penulis lepas, tinggal di Yogyakarta
http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=65666
Dimuat di Perada Koran Jakarta, Kamis 21 Oktober 2010
Judul Buku: Resign And Get Rich: Berhenti Kerja, Jadi Pengusaha Penulis: Edo Segara Penerbit: Leutika, Yogyakarta Cetakan: I, Juni 2010 Tebal: x+212 hlm Harga: Rp. 39.000,00
Pekerjaan formal seolah-olah menjadi keniscayaan di tengah kepentingan dan kebutuhan hidup yang harus dipenuhi. Bekerja di kantor/perusahaan mungkin diimpikan banyak orang, karena setidaknya bisa menjamin pendapatan finansial. Berbeda dengan yang bekerja serabutan, penghasilan setiap bulan relatif tak bisa dipastikan. Maka, banyak orang yang ingin menjadi pekerja di kantor/perusahaan.
Buku yang ditulis Edo Segara ini bisa dipandang dari pelbagai perspektif. Dari judulnya, buku ini sepertinya “memprovokasi” para pegawai/karyawan untuk keluar dari kantor/perusahaan. Tidak menjadi pegawai/karyawan pun bisa memperoleh kecukupan finansial, bahkan dimungkinkan berpenghasilan lebih besar dibandingkan ketika menjadi pegawai/karyawan. Namun, pemaknaan terhadap isi buku ini tidak semata seperti itu. Bagaimana pun, pegawai/karyawan tetap dibutuhkan dalam menjalankan roda perekonomian.
Mencermati persoalan manusia dan dunia pekerjaan kerapkali terjadi beberapa. Tak dimungkiri jika ada pegawai/karyawan yang bosan dengan pekerjaannya atau mungkin stress akibat tekanan dari atasannya. Bisa pula ada pegawai/karyawan yang memang ingin berusaha mandiri, sehingga tak ingin lagi bekerja di kantor/perusahaan. Di sisi lain, ada pegawai/karyawan yang menerima pemutusan hubungan kerja (PHK). Terkait beberapa persoalan tersebut, jika memang solusi yang diambil keluar dari kantor, maka harapannya tidak memunculkan masalah lebih lanjut. Begitu pula bagi pegawai/karyawan yang terkena PHK tidak harus berlarut-larut meratapi pengangguran.
Pada dasarnya, banyak bisnis yang bisa dijalankan ketika tak menjadi karyawan/pegawai, seperti bisnis retail, bisnis franchise, bisnis rumahan, bisnis online, bisnis event organizer, bisnis property, dan bisnis bidang jasa. Penulis buku menjelaskan siasat memulai dan menjalankan bisnis tersebut. Agar tidak berujung mengkhawatirkan, kondisi tidak menjadi “orang kantoran” perlu disikapi secara baik dan bijak. Bagi pegawai/karyawan yang mengambil keputusan keluar dari kantor/perusahaan dibutuhkan persiapan dan perencanaan matang. Pelbagai persiapan justru lebih baik telah dilakukan ketika masih menjadi pegawai/karyawan. Pendapatan dari pekerjaan disisihkan sebagai persiapan dan modal ketika benar-benar telah keluar dari kantor/perusahaan. Artinya, memulai usaha mandiri tidak dimulai dari nol. Pegawai/karyawan yang keluar dari kantor dianjurkan berkomunikasi dengan pimpinan kantor dan pihak keluarga agar tak sepihak mengambil keputusan.
Perencanaan dan persiapan penting lainnya adalah dalam memilih usaha bisnis. Kecintaan pada bisnis yang dijalankan menjadi penting agar dapat menikmati dalam pengembangan usaha. Jika tak menikmati, kesuksesan menjadi sulit diraih. Beban mental yang didapatkan dengan mengerjakan bisnis yang tidak dinikmati harus dibayar mahal. Dalam memilih bidang usaha tak harus dengan ide usaha baru. Memperhatikan peluang kebutuhan juga diperlukan dalam menentukan pilihan usaha. Untuk menjalankan bisnis mandiri, fokus pada pasar (market) penting dilakukan. Yang juga ditekankan, manajemen bisnis yang dijalankan hendaknya tanpa menyalahi kaidah moral dan ketentuan agama. Kepedulian sosial perlu dimiliki setiap pebisnis. Usaha mandiri yang dikembangkan perlu kiranya menerapkan corporate social responsibility, termasuk tak lupa dengan zakat perusahaan. Bagaimana pun, setiap usaha yang kita jalankan tak hanya untuk urusan dunia semata, tapi juga investasi akhirat.
Pastinya, berbagai hal dalam buku ini penting dicermati oleh setiap pegawai/karyawan. Bukan tidak mungkin jika pegawai/karyawan harus berhenti bekerja akibat PHK. Agar tidak kelabakan, persiapan dan antisipasi semestinya harus dilakukan semenjak bekerja di kantor /perusahaan. Bukankah begitu?
Hendra Sugiantoro
Penulis lepas, tinggal di Yogyakarta
http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=65666