Menakar Spirit Hidup Kita

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Pustaka SKH KEDAULATAN RAKYAT, Minggu 25 September 2011

Judul Buku: Mengalir Bukan Air (Percikan Spirit Hidup) Penulis: Imaroh Syahida, Ika Feni Setiyaningrum, dkk Penerbit: LeutikaPrio, Yogyakarta Cetakan: I, 2011 Tebal: x+103 hlm

Dalam kelistrikan, kita mengenal adanya hukum Ohm. Hukum Ohm menyatakan bahwa besarnya arus (I) berbanding lurus dengan tegangan (V) dan berbanding terbalik dengan besarnya resistensi atau hambatan (R). Mungkin persamaan I=V/R itu hanya kita pahami sebagai rumusan belaka. Ternyata hukum Ohm menyimpan pelajaran hidup bagi kita. Dalam diri kita, ada juga hubungan antara tegangan, arus, dan hambatan itu. Sebagaimana arus yang mengalir karena adanya sumber tegangan, potensi dan kemampuan yang kita miliki akan tampak jika ada obsesi, kemauan, dan keyakinan. Namun, hambatan kedangkala menghadang aktualisasi potensi kita. Hambatan itu bisa berupa kemalasan, sikap masa bodoh dan tidak peduli, kesombongan, egoisme diri kita atau sikap kurang positif lainnya.

Pelajaran dari hukum Ohm tersebut coba dijelaskan penulis buku ini. Untuk mendayakan segala potensi demi menggapai cita-cita, kita perlu memperbesar sumber tegangan. Kita harus memiliki kemauan dan keyakinan yang kuat. Sebaliknya, hambatan-hambatan harus diperkecil mengingat hubungannya yang berbanding terbalik dengan arus potensi kita.

Membaca buku ini, kita sepertinya diajak menyelami segala sesuatu untuk diambil hikmah dan pelajaran. Kita mungkin saja menghadapi hidup ini kurang begitu percaya diri. Kita yang mudah menyerah mewujudkan harapan dan cita-cita. Masihkah kita ingat ketika mengejar layang-layang sewaktu kecil dahulu? Tak ada istilah takut, minder atau menyerah. Meskipun tubuh kita pendek, misalnya, kita tak mundur dari perebutan layang-layang. Kita malah mencari ranting untuk menyiasati kekurangan kita. Kita selalu optimis mendapatkan layang-layang. Lalu, apa yang terjadi setelah kita dewasa? Kita kerapkali pesimis dan mudah takluk akan rintangan dan keterbatasan kita.

Mari kita renungkan paparan penulis buku terkait berang-berang. Untuk dapat hidup layak bersama keluarganya, berang-berang jantan dan betina bekerja keras membuat rumah idamannya. Mereka memperoleh kayu dari hutan, mengerat sedikit demi sedikit batang pohon sampai pohon tersebut tumbang. Berang-berang lantas membawa kayu-kayu ke sungai sampai membentuk suatu bendungan sebagai rumah yang nyaman. Tahukah kita? Bendungan yang dibuat berang-berang itu mirip dengan konstruksi bendungan modern yang berada di Amerika Serikat. Rayap pun juga merupakan arsitek hebat. Dengan menggunakan lumpur dan ludahnya, rumah yang mereka bangun bisa setinggi kira-kira tiga sampai empat meter. Bagaimana dengan kita yang diamanahi sebagai arsitek kehidupan?

Buku ini layak menjadi renungan kita bersama. Uraian yang dipaparkan begitu menarik. Melalui buku ini, kita diajak untuk memiliki spirit kebaikan. Kita hidup tentu perlu memberikan kontribusi bagi kehidupan. Kita memang berhak memiliki mimpi-mimpi, tapi bisakah mimpi itu juga berdampak positif bagi sekitar kita? Pohon pisang yang kerapkali kita jumpai mungkin mengalahkan kita dalam memberikan kemanfaatan. Bahkan, ketika mati pun pohon pisang masih memberikan manfaat. Kita yang dianugerahi Tuhan kenikmatan melimpah justru terjebak pada urusan diri sendiri tanpa peduli dengan sekeliling kita.

Pastinya, banyak hal lainnya yang diuraikan lewat buku ini. Ada renungan-renungan berharga, ada hikmah bermakna, ada pelajaran bernilai yang bisa kita peroleh dengan menyelami setiap halaman buku ini. Selamat membaca.(HENDRA SUGIANTORO, pembaca buku, tinggal di Yogyakarta)

bisnis syariah