Puasa, Pendidikan Antikekerasan Anak

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Nguda Rasa Koran Merapi, Selasa 10 Agustus 2010

Puasa Ramadan akan mulai dijalani umat Islam. Puasa Ramadan tentu tidak sekadar menahan lapar dan dahaga sejak terbit fajar sampai terbenam matahari, tapi pengendalian diri dari setiap perkataan dan perbuatan tercela. Salah satu pengendalian diri itu adalah menghilangkan perilaku kekerasan terhadap anak. Apakah puasa Ramadan juga dijadikan sarana latihan untuk mengekang hawa nafsu yang menjadikan anak sebagai korban tindak kekerasan? Bisakah kasus kekerasan terhadap anak yang sering kali muncul ke permukaan menghilang setelah puasa Ramadan usai?

Pertanyaan di atas tentu penting direnungkan. Sebagai pertanyaan reflektif, kita selayaknya bisa membaca fenomena kasus kekerasan terhadap anak. Sebut saja adanya orang tua yang tega berlaku kasar dan melukai fisik anak. Anak yang semestinya mendapatkan pengasuhan dan kasih sayang orang tua ternyata belum menemukannya secara maksimal dalam lingkungan keluarga. Tak hanya kekerasan secara fisik, tapi anak sering kali mendapatkan kekerasan psikis, kekerasan verbal, bahkan kekerasan seksual.

Melalui puasa Ramadan, orang tua sekiranya perlu melakukan perenungan (muhasabah) terkait interaksinya terhadap anak selama ini. Bagaimana pun, munculnya kekerasan terhadap anak yang dilakukan orang tua menjadi keprihatinan. Anak yang masih dalam tahap tumbuh berkembang tidak mendapatkan lingkungan kondusif dari lingkungan terdekatnya. Keluarga sebagai lingkungan yang terdekat dengan anak justru sering kali menciptakan suasana tidak nyaman. Orang tua sering kali tidak terkontrol emosinya sehingga begitu mudahnya memukul dan menampar anak. Kekerasan verbal dengan cara membentak anak pun dilakukan orang tua. Tidak hanya dengan membentak dan memaki, tapi juga pernyataan-pernyataan yang merendahkan anak. Ketika orang tua mendapati anaknya bernilai buruk di sekolahnya, ungkapan anak bodoh sering kali mencuat. Ungkapan seperti anak bodoh, anak malas, dan semacamnya meskipun terlihat sepele, tapi tanpa disadari justru berefek kurang baik bagi psikologis anak.
Sikap abai orang tua dalam memelihara dan mengasuh anaknya juga bagian dari kekerasan tersendiri. Ada kalanya anak membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua, tapi orang tua terlalu sibuk sehingga kurang perhatian terhadap anak. Tak berhenti pada kekerasan fisik, psikis, dan verbal, anak juga sering kali mendapatkan perlakuan tak senonoh. Kekerasan seksual terhadap anak biasanya dilakukan orang-orang terdekat, sebut saja ada ayah tega memperkosa anaknya atau kakek yang mencabuli anak yang masih polos. Kekerasan seksual terhadap anak ini tidak hanya dilakukan orang terdekat, tapi orang lain yang tidak dikenal sebagaimana kita saksikan dalam kasus kekerasan seksual yang sering kali diberitakan. Belum lagi ketika kita membicarakan perdagangan anak dan anak yang dipekerjakan. Di perempatan jalan, misalnya, kita masih menyaksikan anak-anak meminta-minta ataupun melakukan pekerjaan yang selayaknya tidak dilakukan.

Kasus kekerasan terhadap anak tentu saja bukan hanya catatan hitam orang tua. Puasa Ramadan sebagai media penempaan akhlak hendaknya dijadikan momentum bagi orang tua dan siapa pun untuk memperbaiki sikap dan perilakunya terhadap anak. Pemerintah, masyarakat, dan industri pers yang tanpa disadari menciptakan kekerasan terhadap anak juga perlu melakukan introspeksi. Kekerasan yang bisa disebut adalah sulitnya akses kebutuhan pangan yang sering kali menyebabkan anak menderita busung lapar dan gizi buruk. Kemiskinan penduduk menjadi penyebab hak-hak dasar anak untuk tumbuh berkembang kurang terpenuhi secara layak. Hak anak mendapatkan pendidikan bermutu juga sering kali terhambat karena persoalan biaya sekolah yang tidak proporsional dengan tingkat pendapatan ekonomi orang tua. Kekerasan terhadap anak lainnya yang bisa diungkap adalah kurangnya perlindungan anak terhadap bahaya rokok. Tidak hanya orang tua yang merokok, orang dewasa di sekitar anak juga memberikan contoh perilaku merokok pada anak. Anak yang terkena asap rokok atau yang berani merokok karena mencontoh orang dewasa pastinya akan berdampak pada kesehatan. Begitu juga dengan keberadaan industri pers yang sering kali tidak ramah terhadap anak. Tayangan kekerasan dan kurang mengedepankan moralitas di televisi tentu membahayakan tumbuh kembang anak. Berdasarkan studi psikologi, tayangan kekerasan mudah merasuk pada perilaku anak. Anak yang semestinya mendapatkan asupan yang bergizi bagi tumbuh kembangnya justru tercemari oleh tayangan-tayangan televisi yang tidak ramah anak. Di lingkungan sekolah, anak juga sering kali tidak terlepas dari kekerasan, baik dilakukan oleh oknum guru maupun sesama siswa. Perilaku kekerasan guru terhadap siswanya beberapa kali mencuat ke permukaan. Pun, tindakan kekerasan pelajar (bullying) dimana anak yang lemah selalu menjadi korban anak yang kuat dan sok arogan.

Pastinya, baik orang tua, pemerintah, masyarakat, sekolah maupun industri pers perlu menyadari bahwa kekerasan yang mengancam anak akan bisa berdampak bagi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara di masa mendatang. Pertama, anak akan mewarisi kekerasan dalam kehidupannya kelak. Kedua, lahirnya generasi masa depan yang penuh depresi dan perasaan traumatis akibat kekerasan yang didapatkan sejak kecil. Ketiga, kurang berdayanya potensi generasi masa depan dalam menghadapi dinamika dan tantangan zaman.

Dalam hal ini, puasa Ramadan hendaknya mampu membangun sensibilitas sosial. Dengan menahan lapar dan dahaga, puasa Ramadan harus dimaknai sebagai pembebasan anak dari cengkereman kelaparan, kesehatan yang buruk, dan pendidikan yang terabaikan. Puasa Ramadan harus dimaknai sebagai sarana meredam dan menghilangkan tindak kekerasan terhadap anak. Anak sebagai generasi masa depan harus hidup secara aman dan mendapatkan kasih sayang sepenuhnya. Salah satu keberhasilan ibadah puasa Ramadan adalah jika kondisi yang belum ramah terhadap tumbuh kembang anak menghilang. Ibadah puasa Ramadan dikatakan berhasil jika kehidupan setelah Ramadan tidak ada lagi kekerasan terhadap anak. Wallahu a’lam.

HENDRA SUGIANTORO
Pegiat Transform Institute UNY&Fungsionaris Forum Indonesia

Dunia Kampus Tak Sekadar Akademik

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Harjo Forum Harian Jogja, Sabtu 7 Agustus 2010

Wacana dan persoalan tentang mahasiswa tak pernah usai. Mahasiswa merupakan sosok yang selalu hangat diperbincangkan. Mahasiswa dalam sepak terjangnya tak selalu diapresiasi. Kritik juga menerpa mahasiswa. Pun, ada harapan yang digantungkan kepada mahasiswa. Terkait mahasiswa, banyak pihak telah memperbincangkan dan mengutarakan opini. Begitu juga Ika Feni Setiyaningrum yang mencoba turut memperbincangkan mahasiswa dalam artikelnya di Rema Post edisi 04/Tahun IV/Agustus 2010.
Dikatakan Ika Feni Setiyaningrum bahwa mahasiswa memiliki dunia berbeda dengan dunia siswa SMA. Dunia kampus mengajak mahasiswa bersikap lebih mandiri, pandai menghadapi tantangan dan problematika. Dalam artikelnya yang berjudul Dunia Mahasiswa Tak Sekadar Akademik, Ika Feni Setiyaningrum tampak jelas membangun paradigma bahwa mahasiswa semestinya tak berkutat pada dunia akademik semata. Mahasiswa juga perlu melibatkan diri dalam dunia organisasi mahasiswa. Ika Feni Setiyaningrum, mahasiswi FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), itu menuturkan, “Dunia kampus bukan hanya sekadar dunia mencari nilai akademik. Bukan sekadar dunia nongkrong. Dunia kampus, dunia inspirasi perubahan. Dunia kampus, wadah pencetak kader harapan bangsa.” Lebih lanjut Ika Feni Setiyaningrum berujar bahwa mahasiswa tak cukup hanya berkutat pada diktat-diktat kuliah atau mengurus tugas kuliah. “Organisasi, sarana pembentuk mahasiswa bermental matang, mandiri, dewasa. Organisasi, sarana membangun komunikasi dan jaringan. Pengalaman organisasi sebagai bekalan dunia profesi ke depan,” kata Ika Feni Setiyanigrum. Kenapa organisasi sebagai bekalan profesi? Ika Feni Setiyaningrum menjelaskan, “Dunia profesi tak sekadar membutuhkan nilai akademik, IP cumlaude, tapi butuh pula kemampuan komunikasi, kemandirian, kematangan, dan kedewasaan; hasil pengalaman berkecimpung di dunia organisasi.”

Dalam artikelnya di rubrik Gagasan Rema Post edisi 04/Tahun IV/Agustus 2010 pada halaman 5 itu, Ika Feni Setiyaningrum juga menegaskan peran mahasiswa. Ada tiga peran, yakni director of change, iron stock, dan transformator. Berikut penjelasan Ika Feni Setiyaningrum, “Director of change, peran mahasiswa sebagai agen sekaligus pemimpin perubahan masa depan bangsa. Iron stock, pemuda sebagai benih-benih pemimpin masa depan bangsa, penentu arah dan tujuan ke manakah bangsa ini akan dibawa. Transformator, peran mahasiswa sebagai penggerak perubahan...”

Apa yang disampaikan Ika Feni Setiyaningrum lewat artikelnya di Rema Post edisi 04/Tahun IV/Agustus 2010 memang menarik disimak, bahkan didiskusikan. Ada kalimat Ika Feni Setiyaningrum di akhir artikel, “Selamat datang duhai calon pemimpin bangsa di dunia organisasi! Bergabunglah, niscaya akan kau temukan hal yang berbeda di sana. Semoga.” Mungkin karena Rema Post edisi 04/Tahun IV/Agustus 2010 diterbitkan pada hari pertama Ospek UNY 2010 pada Senin (2/8), maka digunakan kalimat itu yang ditujukan kepada mahasiswa baru. Namun, perihal “calon pemimpin bangsa” sebenarnya bisa juga ditujukan kepada siapa pun yang masih mahasiswa. Yang justru lebih menarik adalah kata “semoga” untuk menuntaskan artikel. Dari kata itu, ada harapan yang juga bisa dibaca: mampukah organisasi melakukan hal sebagaimana diutarakan Ika Feni Setiyaningrum dalam artikelnya? Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO

"Progress" Terbit di Ospek UNY 2010

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Surat Pembaca Suara Karya,Rabu, 4 Agustus 2010
Orientasi studi dan pengenalan kampus atau biasa disingkat Ospek digelar Universitas Negeri Yogyakarta mulai Senin (2/8). Pelaksanaan Ospek UNY 2010 ini berakhir Jumat (6/8). Pada hari pertama pelaksanaan Ospek, Unit Kegiatan Kerohanian Islam (UKKI) Jamaah Al-Mujahidin UNY menerbitkan "Progress" edisi khusus. "Progress" tampil dengan empat halaman terdiri dari berita liputan dan satu artikel opini.

Dalam berita liputannya, Ospek tampak masih dianggap penting bagi mahasiswa. Ospek penting untuk mengenalkan kampus kepada mahasiswa baru, tapi perlu menghindari hal-hal yang tidak mendidik seperti perpeloncoan.
alam salah satu alinea, "Progress" menulis, "Memang agenda Ospek sering kali digunakan untuk melatih sensitivitas jiwa sosial mahasiswa baru. Salah satunya dengan penugasan yang akan dikumpulkan panitia untuk disumbangkan dalam kegiatan bakti sosial. Jadi, bukan hanya agar mahasiswa tahu di mana tempat parkir, masjid atau perpustakaan. Meskipun diagendakan pula kegiatan menjelajahi kampus oleh beberapa fakultas."

Ospek yang merupakan tradisi tahunan di kampus tentu memiliki persiapan matang. Di UNY, pada hari pertama digelar Ospek universitas di Gedung Olah Raga (GOR) UNY, dilanjutkan hari kedua dengan display Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Pada hari ketiga sampai hari kelima dilaksanakan Ospek fakultas.

"Progress" menuliskan, "Demi kelancaran saat hari pelaksanaan, setiap fakultas mengadakan technical meeting (TM). Tujuannya adalah mempertemukan peserta dengan panitia pelaksana dan memberikan arahan seputar hari pelaksanaan. Salah satunya Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) yang mengadakan agenda pra-Ospek bertajuk 'MIPA goes to GOR'. Acara ini diadakan Sabtu (31/7) di halaman barat Masjid Al-Mujahidin."

"Progress" edisi khusus Ospek UNY 2010 bisa dikatakan tampil lain. Untuk dapat menghadirkan "Progress" dalam setiap pelaksanaan Ospek, kerja keras tentu dibutuhkan tim redaksi.

Pada halaman 3 dan 4, "Progress" menampilkan tulisan Pidi Winata berjudul "Pendidikan Karakter, Mungkinkah Terwujud?" Secara garis besar, opini Pidi Winata menekankan pada sisi implementasi pendidikan karakter, termasuk pula implementasi pendidikan karakter di kampus UNY. Dari identitas Pidi Winata, tertera aktif sebagai trainer muda Profetika Training Center sekaligus sebagai pengelola Rumah Prestasi "Bina Insan Muda Cendekia" Yogyakarta.

Ada kalimat menarik dalam penerbitan "Progress" edisi khusus Ospek ini yakni "Bangun Indonesia madani dari kampus bernurani."

Hendra Sugiantoro
Karangmalang
Yogyakarta 55244
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=259035