Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Citizen Journalism TRIBUN JOGJA, Senin, 7 Mei 2012
Sebuah masyarakat yang memiliki budaya membaca
yang baik akan cenderung lebih maju dibandingkan masyarakat yang rendah budaya
membacanya. Budaya membaca perlu terus-menerus disemai dan ditumbuhkembangkan.
Apalagi bagi masyarakat Jogja yang identik sebagai kota pendidikan, membaca
perlu menjadi bagian dari hidup.
Upaya membudayakan masyarakat untuk
membaca ini salah satunya dilakukan dengan pendirian Bank Buku Jogja yang pada
21 April 2012 lalu telah berusia dua tahun. Tepat pada hari berdiri Bank Buku
Jogja itu, talkshow diselenggarakan
di halaman Perpustakaan Kota Jogja dengan menghadirkan pembicara utama
Suharsimi Arikunto dan Sujarwo Putra. Dimoderatori Den Baguse Ngarso, acara
berlangsung menarik dan menebarkan inspirasi untuk istiqamah menguatkan budaya membaca.
Dalam pemaparannya, Suharsimi Arikunto,
akademisi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dan Dewan Pendidikan Kota Jogja, lebih
memaparkan pentingnya membaca. Membaca memiliki beragam manfaat. Membaca tidak
hanya bertambah wawasan dan pengetahuan, tetapi juga berdampak positif bagi
kesehatan. Membaca antara lain dapat melatih otak, meringankan stress,
menjauhkan resiko, membuat tidur nyenyak, dan meningkatkan konsentrasi. Dengan
membaca, otak memang dilatih bekerja keras. Penurunan fungsi otak dapat
dihindari dengan kegemaran membaca. Membaca dapat meningkatkan daya ingat otak.
Otak yang terstimulasi secara teratur dapat mencegah alzheimer/kepikunan.
Adapun Sujarwo Putra, Presidum Paguyuban
Kawasan Malioboro dan staf khusus DPD RI, memaparkan perkembangan Pustaka
Menyapa Mletik Malioboro (Pustaka Mletik). Sejak berdiri pada tahun 2010 silam,
Pustaka Mletik mendapatkan respons yang relatif baik. Pedagang kaki lima,
pedagang asongan, pedagang angkringan, penarik becak, juru parkir, pelayan
toko, dan komunitas lainnya di kawasan Malioboro ternyata antusias membaca.
Dipaparkan Sujarwo Putra, Pustaka Mletik menyapa komunitas dengan troli di
tempat mereka bekerja agar tak meninggalkan dagangan atau tempat usaha.
Komunitas di kawasan Malioboro disapa saat waktu luang yang memadai antara pukul
10:00 sampai pukul 15:00. Bahkan, buku-buku yang dipinjam bisa sampai 200 buku
setiap harinya.
Kalau kita simak, budaya membaca
masyarakat ternyata tidaklah rendah sebagaimana yang dikira selama ini. Diperlukan suatu pendekatan yang dapat
menyentuh dan memahami masyarakat. Dalam acara peringatan dua tahun Bank Buku
Jogja ini juga terlaporkan begitu banyaknya masyarakat Jogja yang menyumbangkan
buku. Buku-buku ini tidak hanya didistribusikan di wilayah DIY saja, tetapi
sampai luar provinsi, bahkan luar Jawa.
Trend positif dari keberadaan Bank Buku
Jogja dan pustaka-pustaka berbasis komunitas tentu memberi angin segar bagi
budaya membaca masyarakat.