Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Surat Pembaca Jurnal Nasional, Selasa, 10 Februari 2009
TUJUAN perebutan pengaruh menjelang ajang Pemilu merupakan keniscayaan. Dengan waktu yang kurang dari tiga bulan ini, para caleg dan juga parpol tentu saja harus berusaha sekuat daya untuk dapat menggaet perhatian masyarakat. Salah satu upaya yang ditempuh untuk menarik perhatian masyarakat dan meraih suara dalam Pemilu adalah melalui pembuatan iklan politik. Sebagai salah satu bentuk komunikasi politik, pembuatan iklan politik tentu merupakan kewajaran.
Maka, kini masyarakat memang tidak perlu risau menyaksikan maraknya iklan-iklan politik yang ditebar parpol dan juga para caleg. Parpol dan para caleg perlu melakukan komunikasi lewat iklan politik. Disadari atau tidak, pembuatan iklan politik masih dinilai efektif, bahkan juga dilakukan di luar negeri sekalipun.
Namun demikian, yang perlu diperhatikan, pembuatan iklan politik bukan berarti menghendaki propaganda dan janji-janji kampanye yang tidak terukur. Misalnya iklan politik yang menawarkan pengentasan kemiskinan memang menimbulkan rasa senang masyarakat, tapi parpol dan para caleg perlu memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa pengentasan kemiskinan membutuhkan proses yang tidak seketika. Diakui atau tidak, iklan-iklan politik selama ini lebih menitikberatkan pada apa yang akan diperjuangkan dan biasanya bersifat klise. Parpol dan para caleg sepertinya hanya jor-joran mengeluarkan pernyataan ingin memperjuangkan kepentingan masyarakat, tapi tidak melakukan analisis jitu terhadap akar permasalahan yang dialami masyarakat berikut pemecahan rasionalnya.
Terkait iklan politik, pertanyaan lebih lanjut adalah benarkah iklan politik menjadi pengikat komitmen parpol dan para caleg? Yang jelas, masyarakat sudah cerdas memberikan penilaian. Masyarakat akan memberikan penilaian tersendiri terhadap iklan-iklan politik dan tidak mudah begitu saja dikelabuhi.
Untuk itu, kini sudah saatnya bagi politisi untuk menghayati kembali peran politiknya. Politik memang identik dengan kekuasaan, namun kekuasaan bukanlah tujuan utama. Kemiskinan, pengangguran, hak asasi manusia, dan pendidikan bukanlah komoditas politik yang dijual murah lewat iklan-iklan politik di hadapan masyarakat. Politisi selayaknya sudah menyadari bahwa membangun kehidupan bangsa dan negara adalah kewajiban sekaligus keharusan. Artinya, berpikir, berjuang, dan berkarya bagi kebangunan dan keberlanjutan negeri ini sudah dengan sendirinya merupakan kewajiban bagi politisi tanpa harus dikampanyekan di hadapan masyarakat.
Hendra Sugiantoro
Karangmalang, Yogyakarta 55281
Dimuat di Surat Pembaca Jurnal Nasional, Selasa, 10 Februari 2009
TUJUAN perebutan pengaruh menjelang ajang Pemilu merupakan keniscayaan. Dengan waktu yang kurang dari tiga bulan ini, para caleg dan juga parpol tentu saja harus berusaha sekuat daya untuk dapat menggaet perhatian masyarakat. Salah satu upaya yang ditempuh untuk menarik perhatian masyarakat dan meraih suara dalam Pemilu adalah melalui pembuatan iklan politik. Sebagai salah satu bentuk komunikasi politik, pembuatan iklan politik tentu merupakan kewajaran.
Maka, kini masyarakat memang tidak perlu risau menyaksikan maraknya iklan-iklan politik yang ditebar parpol dan juga para caleg. Parpol dan para caleg perlu melakukan komunikasi lewat iklan politik. Disadari atau tidak, pembuatan iklan politik masih dinilai efektif, bahkan juga dilakukan di luar negeri sekalipun.
Namun demikian, yang perlu diperhatikan, pembuatan iklan politik bukan berarti menghendaki propaganda dan janji-janji kampanye yang tidak terukur. Misalnya iklan politik yang menawarkan pengentasan kemiskinan memang menimbulkan rasa senang masyarakat, tapi parpol dan para caleg perlu memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa pengentasan kemiskinan membutuhkan proses yang tidak seketika. Diakui atau tidak, iklan-iklan politik selama ini lebih menitikberatkan pada apa yang akan diperjuangkan dan biasanya bersifat klise. Parpol dan para caleg sepertinya hanya jor-joran mengeluarkan pernyataan ingin memperjuangkan kepentingan masyarakat, tapi tidak melakukan analisis jitu terhadap akar permasalahan yang dialami masyarakat berikut pemecahan rasionalnya.
Terkait iklan politik, pertanyaan lebih lanjut adalah benarkah iklan politik menjadi pengikat komitmen parpol dan para caleg? Yang jelas, masyarakat sudah cerdas memberikan penilaian. Masyarakat akan memberikan penilaian tersendiri terhadap iklan-iklan politik dan tidak mudah begitu saja dikelabuhi.
Untuk itu, kini sudah saatnya bagi politisi untuk menghayati kembali peran politiknya. Politik memang identik dengan kekuasaan, namun kekuasaan bukanlah tujuan utama. Kemiskinan, pengangguran, hak asasi manusia, dan pendidikan bukanlah komoditas politik yang dijual murah lewat iklan-iklan politik di hadapan masyarakat. Politisi selayaknya sudah menyadari bahwa membangun kehidupan bangsa dan negara adalah kewajiban sekaligus keharusan. Artinya, berpikir, berjuang, dan berkarya bagi kebangunan dan keberlanjutan negeri ini sudah dengan sendirinya merupakan kewajiban bagi politisi tanpa harus dikampanyekan di hadapan masyarakat.
Hendra Sugiantoro
Karangmalang, Yogyakarta 55281