Koalisi untuk Kepentingan Nasional

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Opini Koran Wawasan, Selasa 24 Maret 2009
Pekan lalu istilah golden triangle politic (politik segitiga emas) muncul ke permukaan. Istilah yang dikemukakan Ketua Umum PPP Suryadharma Ali ini untuk menggambarkan hubungan kesatuan tiga parpol besar yang lahir di zaman Orde Baru, yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Golkar (PG), dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP—metamorfosis dari PDI). Indikasipun jelas setelah antara satu pimpinan dengan pimpinan lainnya dari ketiga parpol itu melakukan pertemuan dan menandatangani berbagai kesepakatan.
Pertemuan dan kesepakatan dari ketiga parpol itu diawali dengan pertemuan antara pimpinan PPP dan PG (Sabtu, 7/3). Sekitar empat hari kemudian (Kamis, 12/3), pimpinan PG dan PDIP mengadakan pertemuan dan dilanjutkan dengan pertemuan pimpinan PDIP dan PPP (Kamis, 19/3). Secara garis besar, pertemuan pimpinan antartiga parpol itu bertujuan membangun pemerintahan yang kuat untuk kemajuan bangsa dan negara. Ketiga parpol ingin membangun sistem multipartai sederhana dan memperkuat institusi parpol sebagai pilar utama demokrasi. Kesepakatan juga menggariskan komitmen untuk menyukseskan hajatan pemilu 2009.
Sebagai bentuk komunikasi politik, pertemuan itu pastinya bermakna untuk menciptakan iklim kondusif menjelang hajatan pemilu 2009. Entah apakah pertemuan itu ditindaklanjuti ke pembentukan koalisi, hasil pemilu legislatif yang menentukan. Di tengah sistem multipartai dan tuntutan presidential threshold, koalisi memang menjadi keniscayaan. Untuk menggolkan capres-cawapres sekalipun, tak ada parpol yang akan begitu digdaya berjuang sendirian. Persyaratan 20% kursi di DPR dan 25% suara sah secara nasional memerlukan koalisi strategis untuk menuju kursi presiden. Ke depan, wacana dan peta koalisi dipastikan akan terus bergerak dinamis setelah Ketua DPP Partai Demokrat Bidang Politik Anas Urbaningrum mencoba menyikapi kemungkinan adanya koalisi segitiga emas dengan mengeluarkan istilah koalisi jembatan emas (Jum’at, 20/3). Di lain pihak, koalisi dengan tajuk Blok Perubahan terlebih dahulu muncul dengan tokoh sentralnya Rizal Ramli. Amien Rais pun pernah mengemukakan wacana poros alternatif untuk menghadirkan pemimpin nasional di luar SBY dan Megawati. Masa menjelang pemilu legislatif sampai menjelang pemilihan presiden dipastikan akan diwarnai dinamika wacana koalisi. Parpol seperti PAN, PKB, PKS, dan PBB dimungkinkan juga ikut mempengaruhi peta koalisi parpol menjelang pemilihan presiden.

Apapun koalisi yang terbentuk nantinya, kepentingan pragmatis untuk menduduki kursi kekuasaan memang tidak bisa dimungkiri. Meskipun dibalut dengan ungkapan demi perubahan dan perbaikan, setiap parpol tentu saja tidak ingin membentuk koalisi yang tidak menjamin perolehan kekuasaan. Pada titik ini, tujuan kepentingan kekuasaan tidaklah salah. Setiap parpol pasti mengklaim mampu menciptakan kehidupan yang baik bagi negeri ini dan membutuhkan ruang kekuasaan untuk mewujudkannya. Yang perlu ditegaskan, koalisi untuk kekuasaan hendaknya bukan menjadi tujuan utama (ultimate goal).
Dalam hal ini, koalisi parpol yang dibangun seyogianya tidak sekadar memenangkan pemilihan presiden, tapi untuk kepentingan nasional yang lebih luas. Koalisi parpol yang dibangun nantinya tidak sekadar untuk membentuk pemerintahan yang kuat. Pemerintahan yang kuat dengan dukungan parlemen bukanlah jaminan menjadikan negeri ini lebih baik tanpa pemerintahan yang mampu memerintah dan mengelola negara. Maka, koalisi parpol yang dibangun hendaknya dimaksudkan untuk menjalankan pemerintahan yang kuat dan mampu mengelola negara dalam upaya mewujudkan cita-cita nasional yang telah diamanatkan konstitusi. Koalisi parpol dibangun untuk mewujudkan pemerintahan yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Setiap parpol yang akan mengadakan koalisi hendaknya menyadari bahwa masyarakat di negeri ini akan mengalami frustasi dari kekecewaan mendalam akibat dunia politik hanya dijadikan ajang permainan belaka. Pada dasarnya, masyarakat tidak peduli seperti apa koalisi yang akan dibangun. Masyarakat hanya ingin siapapun yang memerintah nantinya mampu bekerja maksimal mewujudkan kemaslahatan hidup masyarakat dan mampu mengelola negeri ini menuju kebangunannya. Ya, kita nantikan lebih lanjut episode politik yang tentunya senantiasa bergerak dinamis. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Mahasiswa FIP Universitas Negeri Yogyakarta (UNY)
http://www.wawasandigital.com/index.php?option=com_content&task=view&id=29709&Itemid=62