Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Forum Media Indonesia, Selasa 13 Oktober 2009
Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono melenggang menuju tampuk kepemimpinan nasional lima tahun ke depan. Salah satu pekerjaan yang kini menanti adalah penyusunan komposisi kabinet. Pada dasarnya, pembentukan kabinet tidak melulu berkutat pada personal menteri yang akan ditunjuk, tapi juga penilaian terhadap efektivitas jalannya pemerintahan.
Dalam hal ini, presiden terpilih sekiranya juga perlu mengevaluasi jalannya pemerintahan lima tahun lalu dan membaca realitas dan tantangan di masa depan dalam pembentukan kabinet. Departemen yang tumpang tindih tidak ada salahnya digabung demi efisiensi anggaran dan efektivitas dalam kinerja. Sebut saja Departemen Perdagangan dan Departemen Perindustrian bisa digabung menjadi Departemen Perdagangan dan Industri atau Departemen Kehutanan dan Departemen Pertanian digabung menjadi Departemen Kehutanan dan Pertanian karena memiliki wilayah kerja tidak berbeda.
Pembentukan kabinet berdasarkan kebutuhan dan efektivitas tentu presiden terpilih yang memiliki hak prerogatif. Begitu juga dengan orang-orang yang mengisi pos-pos menteri. Pada titik ini, kabinet profesional dengan menteri-menteri yang kapabel mengurusi bidangnya merupakan keniscayaan. Presiden terpilih seyogianya memilih pembantunya berdasarkan kapabilitas dan kapasitas. Menurut peneliti LIPI, Syamsuddin Haris, bahwa kabinet yang diisi kaum profesional akan membuat pemerintahan lebih fokus dan mampu meningkatkan kinerja.
Pada dasarnya, orang yang profesional bisa diambil dari kalangan manapun. Tidak menutup kemungkinan orang profesional itu berasal dari parpol. Maka, jika nantinya harus mengambil menteri dari parpol harus benar-benar orang yang profesional alias tidak sekadar bagi-bagi kursi tanpa jelas kualitasnya. Pihak parpol juga harus memiliki kesadaran tidak merengek meminta jabatan menteri. Alangkah lebih baik jika komposisi kabinet mendatang didominasi kalangan profesional nonparpol untuk meminimalisasi konflik antara kepentingan parpol dan kepentingan negara.
Singkat kata, kabinet profesional merupakan harga mati. Selain diisi oleh menteri-menteri yang memiliki kapasitas dan kapabilitas, kabinet profesional juga menghendaki menteri-menteri yang berintegritas moral. Dalam menjalankan tugasnya, kabinet mendatang disatukan dalam cita-cita mulia: membangun gedung Indonesia agar lebih sempurna dan mewujudkan kemaslahatan masyarakat. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Karangmalang Yogyakarta 55281
Dimuat di Forum Media Indonesia, Selasa 13 Oktober 2009
Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono melenggang menuju tampuk kepemimpinan nasional lima tahun ke depan. Salah satu pekerjaan yang kini menanti adalah penyusunan komposisi kabinet. Pada dasarnya, pembentukan kabinet tidak melulu berkutat pada personal menteri yang akan ditunjuk, tapi juga penilaian terhadap efektivitas jalannya pemerintahan.
Dalam hal ini, presiden terpilih sekiranya juga perlu mengevaluasi jalannya pemerintahan lima tahun lalu dan membaca realitas dan tantangan di masa depan dalam pembentukan kabinet. Departemen yang tumpang tindih tidak ada salahnya digabung demi efisiensi anggaran dan efektivitas dalam kinerja. Sebut saja Departemen Perdagangan dan Departemen Perindustrian bisa digabung menjadi Departemen Perdagangan dan Industri atau Departemen Kehutanan dan Departemen Pertanian digabung menjadi Departemen Kehutanan dan Pertanian karena memiliki wilayah kerja tidak berbeda.
Pembentukan kabinet berdasarkan kebutuhan dan efektivitas tentu presiden terpilih yang memiliki hak prerogatif. Begitu juga dengan orang-orang yang mengisi pos-pos menteri. Pada titik ini, kabinet profesional dengan menteri-menteri yang kapabel mengurusi bidangnya merupakan keniscayaan. Presiden terpilih seyogianya memilih pembantunya berdasarkan kapabilitas dan kapasitas. Menurut peneliti LIPI, Syamsuddin Haris, bahwa kabinet yang diisi kaum profesional akan membuat pemerintahan lebih fokus dan mampu meningkatkan kinerja.
Pada dasarnya, orang yang profesional bisa diambil dari kalangan manapun. Tidak menutup kemungkinan orang profesional itu berasal dari parpol. Maka, jika nantinya harus mengambil menteri dari parpol harus benar-benar orang yang profesional alias tidak sekadar bagi-bagi kursi tanpa jelas kualitasnya. Pihak parpol juga harus memiliki kesadaran tidak merengek meminta jabatan menteri. Alangkah lebih baik jika komposisi kabinet mendatang didominasi kalangan profesional nonparpol untuk meminimalisasi konflik antara kepentingan parpol dan kepentingan negara.
Singkat kata, kabinet profesional merupakan harga mati. Selain diisi oleh menteri-menteri yang memiliki kapasitas dan kapabilitas, kabinet profesional juga menghendaki menteri-menteri yang berintegritas moral. Dalam menjalankan tugasnya, kabinet mendatang disatukan dalam cita-cita mulia: membangun gedung Indonesia agar lebih sempurna dan mewujudkan kemaslahatan masyarakat. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Karangmalang Yogyakarta 55281