Memetik Pelajaran dari Cernak

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Info Buku KORAN MERAPI, Minggu 25 September 2011

Judul Buku: Todi Si Belalang Kerdil Penulis: RF. Dhonna Penerbit: Leutika, Yogyakarta Cetakan: I, 2011 Tebal : iv+53 halaman

Todi Si Belalang Kerdil adalah salah satu di antara berbagai judul cerita anak dalam buku ini. Todi digambarkan sebagai belalang yang ringkih, sering sakit-sakitan. Kakinya yang mengecil dan berhenti tumbuh membuatnya kesulitan ketika terbang. Kawan-kawannya suka mengejek dan menjauhi Todi. Todi dianggap hanya menyusahkan saja. Akibatnya, Todi menjadi murung dan mengurung diri di rumah. Ibunya membesarkan hati Todi dengan berkata, “Todi, jika kau seperti ini terus, maka kau akan semakin tak berguna. Keluarlah, Nak. Lakukan sesuatu yang kau bisa.”(halaman 31-32).

Dari cerita Todi Si Belalang Kerdil, ada pelajaran bahwa siapa pun memiliki potensi dan kemampuan. Keterbatasan bukan menjadi faktor penghalang untuk berprestasi dan berkontribusi. Mendengar nasehat ibunya, Todi mulai menemukan kepercayaan diri untuk melakukan sesuatu yang ia bisa. Rumput-rumput yang meninggi di halaman rumah, ia siangi. Setelah bersih, Todi menanaminya dengan aneka biji tanaman. Todi bekerja keras sampai akhirnya memanen hasil tanamannya. Hasil dari panen itu melimpah ruah. Sampai suatu saat musim dingin menyergap dan seluruh kerajaan belalang tertutup salju. Banyak tanaman mati, sehingga bahan pangan sulit didapatkan. Persedian makanan di istana raja pun kian menipis. Bencana kelaparan terjadi di kerajaan belalang.

Mendengar berita itu, Todi berinisiatif membagi-bagikan bahan makanan, termasuk mengirimkannya ke istana. Karena fisiknya yang lemah, Todi meminta bantuan Titi sahabatnya. Titi adalah seekor tikus tanah. Bersama kawan-kawannya sesama tikus, Titi membagi bahan makanan kepada setiap bangsa belalang. Raja Belalang di istana yang mendapatkan bantuan Todi berucap terimakasih dengan menghadiahi sekantong uang emas. Raja Belalang yang mengetahui Todi berfisik lemah, sering sakit-sakitan, dan kakinya berhenti tumbuh menganjurkan Todi berobat dengan sekantong uang emas itu. Teman-teman Todi yang menyepelekan Todi akhirnya mau bersahabat lagi dengan Todi. Todi dengan keterbatasannya telah melakukan kerja luar biasa menyelamatkan bangsa belalang dari kelaparan. Luar biasa, bukan?

Cerita anak yang disuguhkan dalam buku ini menarik dibaca. Tak hanya dibaca, tapi harapannya bisa diambil pelajaran. Kelapangan memaafkan tampak dari cerita Kue Gula Salju. “Aku” yang kue gula saljunya hilang melakukan penyelidikan. Rencananya, kue gula salju itu akan dihadiahkan ke Marry yang tengah melangsungkan hajatan. Penyelidikan dilakukan. Seluruh teman dari “aku” dimintai keterangan tanpa berprasangka buruk terlebih dahulu. Sampai akhirnya teman yang mencuri diketahui. Teman yang mencuri itu mengaku salah dan bersedia dihukum. Namun, “aku” memaafkan, tak marah sedikit pun, apalagi menghukum. ‘Aku” tampaknya telah puas hanya mengetahui pencuri kue gula saljunya (halaman 4-10).

RF. Donna, dosen di Jurusan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Mulawarman, menyajikan cerita anak dengan beragam tema. Ada cerita anak berjudul Tiga Keping Uang Emas yang memberikan pelajaran agar mengutamakan untuk membeli apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Ada juga pelajaran saling memaafkan meskipun kita dizalimi orang lain lewat cerita anak berjudul Kue Gula Salju. Selain itu, ada cerita anak berjudul Banguun, Nanda!, Senyum Terindah Molly, Kisah Peri Warna, Sepatu Balet untuk Marina, dan lainnya yang menarik dibaca.

Di tengah kelebihan dan kekurangan yang ada, buku ini bisa menjadi koleksi di rumah untuk menjadi bahan bacaan anak-anak kita. Selamat membaca.

HENDRA SUGIANTORO

Penikmat cerita anak, tinggal di Yogyakarta