Sultan Menuju Istana Negara?

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Bedah Buku Kedaulatan Rakyat, Minggu 26 April 2009

Judul : Pemimpin Dengan Tahta Rakyat Penulis : Femi Adi Soempeno Penerbit : Galang Pers Yogyakarta Cetakan : I, 2009 Tebal : 164 halaman
Setahun atau dua tahun lalu, kita mungkin tidak pernah berpikir jika Sri Sultan Hamengku Buwono X akan meramaikan bursa capres dan menjadi sosok yang diperhitungkan. Meskipun Sultan pada 2004 pernah ikut dalam konvensi Partai Golkar lalu tiba-tiba mengundurkan diri, fenomena Sultan pada 2009 bisa dikatakan lebih ”menggetarkan” dan turut menyentuh sisi emosi masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Sentuhan emosi ini mulai tampak terasa ketika Sultan menyatakan tidak bersedia lagi dicalonkan sebagai Gubernur DIY pada 2007 silam. Masyarakat DIY pun terus memutar tanya sekaligus membuat tafsiran-tafsiran terhadap pernyataan Sultan itu. Apabila dikatakan pernyataan Sultan terkait dengan masih terkatung-katungnya RUU Keistimewaan DIY boleh jadi ada benarnya. Namun demikian, Sultan memang terus membuat masyarakat DIY bertanya-tanya. Apalagi ketika pada peringatan 80 tahun Sumpah Pemuda tahun 2008 lalu Sultan mendeklarasikan dirinya siap menjadi presiden, masyarakat DIY terpecah dalam dua kubu: kubu pertama yang ”ngeman” Sultan dan kubu kedua memahami keinginan luhur Sultan memimpin negeri ini.

Membaca buku ini, kita memang diajak menelusuri perjalanan Sultan yang sampai detik ini masih terus menancapkan strategi agar berhasil menjadi capres 2009. Femi Adi Soempeno, penulis buku ini, mengumpulkan catatan berserak tentang Sultan yang nyapres dengan dinamika perpolitikan yang terus terjadi. Jika mau jujur, peluang Sultan menjadi capres 2009 belumlah menunjukkan kepastian. Kendaraan politik Sultan agar bisa melenggang dalam kontestasi pemilihan presiden masih belum jelas sampai detik ini. Namun, penulis mencoba memunculkan optimisme. Tentu kita tidak bakal menduga Partai Demokrat yang hanya dibentuk 10 bulan menjelang pemilu bisa mendapatkan kursi dalam Pemilu 2004 dan menempatkan andalannya Susilo Bambang Yudhoyono di kursi RI-1.

Seperti kita saksikan, dukungan terhadap Sultan menduduki kursi presiden terus saja mengalir, bahkan dukungan akan bertambah lagi sebelum pemilihan presiden digelar. Tanpa diminta pun, Sultan dengan sendirinya memiliki tim sukses yang siap menyokong dan menyukseskan kehendak Sultan ke kancah nasional. Karena berisi percikan-percikan perjalanan Sultan menuju RI-1, buku ini bisa dikatakan merupakan dokumentasi. Tidak seluruh pembahasan dalam buku ini mengutarakan tentang Sultan, tetapi juga perkembangan politik dari waktu ke waktu terkait pelaksanaan pemilu 2009. Dengan dikemas secara menarik, penulis sedikit banyak berhasil mendokumentasikan peristiwa politik yang terkait langsung dengan Sultan atau yang memiliki keterkaitan dengan nasib perjalanan Sultan menjadi presiden.

Yang perlu dicatat, Sultan nyapres tidak sekadar maju tanpa konsep. Jika kita terus mengikuti pernyataan-pernyataan Sultan selama ini, kita menemukan gagasan beliau tentang Indonesia dan kebangunannya. Penulis buku ini pun mendokumentasikannya agar bisa terbaca dan ditelaah oleh publik seperti konsep negara maritim yang selalu didengungkan Sultan dalam berbagai kesempatan. Strategi maritim dilandasi posisi Indonesia yang dikelilingi laut. Kecenderungan selama ini yang hanya berorientasi ke daratan dan hasilnya menimbulkan ketimpangan selayaknya dievaluasi. Stategi maritim dengan memaksimalkan potensi kekayaan laut perlu dilakukan.

Buku ini tampaknya memang belum selesai dalam arti kiprah Sultan memang masih terus berlanjut sampai pemilihan presiden 2009. Dalam pemilihan presiden 2009 itulah kita bisa menyaksikan apakah Sultan menjadi salah satu capres atau tidak.
HENDRA SUGIANTORO
peneliti Transform Institute pada Universitas Negeri Yogyakarta