Dongeng Inspiratif Kiai Sholeh

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di KORAN MERAPI, Minggu 17 Juli 2011

Judul Buku: Pesantren Dongeng: Melipur Lara, Menikmati Kisah, Mendulang Hikmah Penulis: Awang Surya Penerbit: Zaman, Jakarta Tahun: I, 2011 Tebal: 244 halaman

Buku ini mengetengahkan sebuah pesantren yang mengajar murid-muridnya lewat dongeng. Maka, disebutlah Pesantren Dongeng. Awang Surya menyusun buku ini dalam pelbagai dongeng dengan tokoh seorang guru bernama Kiai Sholeh. Lewat dongeng yang dipaparkan Kiai Sholeh, kita dapat mengambil pelajaran dan memaknai hidup.

Dalam salah satu dongengnya, Kiai Sholeh menceritakan sebuah kerajaan Pasir Putih dengan seorang raja yang adil dan bijaksana. Pada suatu hari, raja mempersilakan Menteri Keamanan, Menteri Sandang, dan Menteri Pangan untuk meminta sesuatu. Permintaan pasti dikabulkan. Menteri Keamanan lantas meminta rumah besar dan megah, Menteri Sandang meminta kebun anggur yang luas. Adapun Menteri Pangan menginginkan libur sehari setiap minggu. Singkat cerita, apa yang diminta Menteri Keamanan dan Menteri Sandang tak bisa dinikmati sekejap pun, karena kesibukan sebagai menteri telah menyita waktu. Berbeda dengan Menteri Pangan yang bisa menikmati hari liburnya. Lewat dongeng ini, kita diajak untuk mengambil pelajaran. Banyak dari kita disibukkan menggapai segala keinginan yang kerap bukan menjadi kebutuhan lantas tak bisa dinikmati. Benarkah satu-satunya jalan untuk bisa menikmati sesuatu harus dengan memiliki? (halaman 13-24).

Lewat dongeng Kiai Sholeh, kita juga diajak memperhatikan hati. Permasalahan hidup kerapkali menyebabkan kita dilanda stress, tekanan mental, dan malah berbuat tak terpuji. Kunci sebenarnya adalah hati kita. Alkisah, seorang guru menyuruh muridnya keluar dari padepokan untuk hidup di tengah masyarakat. Murid yang bernama Wirajaya itu akhirnya bekerja sebagaimana rakyat biasa. Ia harus menggarap sawah dan ladang, mencari kayu bakar untuk memasak, dan pekerjaan lainnya. Awalnya pelbagai kesulitan bisa dihadapi Wirajaya. Namun, dalam perjalanan waktu, Wirajaya merasa tak kuat dengan kesulitan yang kian berat. Karena tak tahan, Wirajaya mengadukan pelbagai permasalahan kepada gurunya. Sang Guru lalu menyuruh Wirajaya datang lagi ke padepokan saat bulan purnama tiba. Di halaman padepokan telah ada tiga bejana. Satu bejana berair jernih, satu bejana kurang jernih, dan satu bejana lagi penuh kotoran. Wirajaya diminta melihat bayangan bulan purnama di setiap bejana itu. Bayangan tampak jelas pada bejana berair jernih, terlihat samar-samar pada bejana berair keruh, tidak tampak pada bejana yang berair kotor. Begitulah hati kita. Baik buruknya permasalahan dipengaruhi oleh keadaan hati. Permasalahan akan terasa menyesakkan jika hati seperti bejana yang penuh kotoran. Jika hati bersih, apapun permasalahan tetap dihadapi dengan tenang dan sabar (halaman 103-112).

Selain di atas, ada pelbagai dongeng lainnya yang dipaparkan. Tak sekadar mendongeng, Kiai Sholeh juga menjelaskan pelajaran yang bisa dipetik dari setiap dongengnya. Awang Surya sebagai penulis buku kemudian merefleksikannya dengan bercermin pada kehidupan kita sehari-hari.

Lewat dongeng yang disuguhkan buku ini, ada pelajaran dan hikmah yang bisa kita petik. Sarimin, Pardi, dan Madrais adalah tiga murid yang setia berguru pada Kiai Sholeh. Di musala kecil atau di rumah Kiai Soleh, murid-muridnya itu menimba ilmu dengan mendengarkan dongeng. Mau berguru pada Kiai Sholeh di Pesantren Dongeng? Selamat membaca.

HENDRA SUGIANTORO, Pembaca buku, tinggal di Yogyakarta