Pengusaha, Pemimpin Nasional?

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Telaah KR Bisnis, Jum'at 9 Oktober 2009

Pembicaraan mengenai pengusaha menjadi pemimpin boleh jadi tak asing lagi. Pada dasarnya, seorang pengusaha adalah pemimpin dalam usaha atau kegiatan dagangnya. Yang menjadi pembicaraan menarik adalah jika seorang pengusaha menjadi pemimpin dalam lingkup negara. Artinya, seorang pengusaha menjadi pemimpin nasional. Para pengusaha yang menempati posisi-posisi penting dalam pemerintahan memang sudah terlihat sejak lama, namun belum pernah seorang pengusaha berada di posisi pemimpin negara. Mungkinkah seorang pengusaha bisa menjadi pemimpin nasional?

Pertanyaan di atas menarik untuk disimak. Fenomena pengusaha akan menempati posisi kepemimpinan nasional sebenarnya mulai terasa gelagatnya beberapa tahun belakangan ini. Jusuf Kalla yang masih menjabat sebagai wakil presiden pun adalah pengusaha meskipun mengakui meninggalkan kegiatan usahanya ketika menjadi orang nomor dua di republik ini. Bahkan, beliau pun menjadi salah satu capres pada Pilpres 2009 lalu meskipun akhirnya gagal melenggang ke Istana Negara.

Yang teraktual, fenomena pengusaha menjadi pemimpin tidak terbatas dalam lingkup perusahaan tampaknya semakin menguat ketika pekan ini terjadi pertarungan menuju tahta puncak Partai Golongan Karya. Seperti diketahui, Musyawarah Nasional parpol pohon beringin itu telah dimulai sejak Senin (5/10)lalu dan berakhir Kamis (8/10)di Pekan Baru, Riau. Ada tiga kandidat kuat menuju posisi nomor satu Partai Golkar, yakni Surya Paloh, Aburizal Bakrie, dan Hutomo Mandala Putra (Tommy Soeharto). Ketiga orang itu dikenal malang-melintang dalam usaha dan pengembangan usahanya. Siapa pun yang terpilih, tokoh pengusaha seolah-olah telah menjadi “manusia pilihan” untuk mengendalikan organisasi politik. Pertanyaannya kemudian, apakah mencuatnya nama-nama pengusaha menjadi pemimpin organisasi politik merupakan “takdir zaman”? Akankah kepemimpinan nasional negeri ini pada periode mendatang dipegang oleh tokoh pengusaha?

Tak dimungkiri jika politik tidak mungkin berjalan tanpa modal. Modal yang dimaksud salah satunya adalah sumber daya finansial. Kehadiran pengusaha seakan-akan dibutuhkan agar parpol bisa terus eksis. Pada titik ini, anggapan beberapa pihak bahwa telah terjadi pragmatisme politik tak terhindarkan. Kekuatan modal finansial dijadikan ukuran menentukan keberlayakan seseorang menjadi pemimpin. Politik segalanya diukur dengan uang, uang, dan uang. Anggapan seperti itu sah-sah saja meskipun tidak sepenuhnya tepat. Disadari atau tidak, kemampuan finansial sepertinya akan menjadi acuan dalam menentukan calon pemimpin disamping kapabilitas dan integritas.

Naiknya tokoh pengusaha menduduki posisi kepemimpinan nasional seolah-olah menegaskan tesis Anies Baswedan (2006). Disebut Rektor Universitas Paramadina itu bahwa ”mereka” yang pada era 1990-an ke atas berkecimpung dalam dunia pasar/bisnis akan menjadi ruling elite di negeri ini pada 2020-an ke atas. Adapun maksud ruling elite adalah sekelompok elite—di antara elite lain—yang berkuasa menentukan arah kehidupan berbangsa dan bernegara. Itu bisa diartikan bahwa kelompok pengusaha akan menempati posisi utama mengendalikan kehidupan berbangsa dan bernegara sekitar 20 tahun mendatang.

Yang menarik, ”mereka” yang disebut Anies Baswedan adalah kaum muda. Kaum muda yang saat ini bergelut dan menekuni dunia bisnis akan bersinar cemerlang menjadi penentu arah bangsa dan negara pada saat mendatang. Mereka akan berada dalam formasi elite negeri ini. Tesis ini didasarkan pada trend utama bangsa. Trend utama bangsa berubah dari satu masa ke masa berikutnya seiring perjalanan sejarah. Artinya, anak-anak muda yang pada masa mudanya terlibat dalam trend utama akan menjadi aktor-aktor di dalam ruling elite setelah mencapai kematangan. Bagaimana trend utama bangsa ini dari waktu ke waktu dijelaskan?

Jika melihat sejarah, maka akan ditemukan fakta bahwa keturunan (hereditas) dan derajat sosial menjadi formasi elite negeri ini sebelum abad 19. Trend bergeser dengan munculnya lembaga pendidikan modern sejak 1901. Kaum muda yang mendapatkan pendidikan modern pada era 1900-an sampai 1930-an akhirnya menjadi ruling elite pada 1940-an sampai 1960-an. Bung Karno, Bung Hatta, dan Syahrir adalah tokoh yang bisa disebut di sini. , tren utama bangsa lebih pada upaya mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan wilayah negara, maka rekrutmen anak muda untuk memasuki ranah militer dilakukan. Anak muda yang tertempa dalam perjuangan fisik dan pendidikan militer pada 1940-an sampai 1960-an mengalami kematangan pada 1970-an ke atas. Di era 1970-an sampai 1990-an formasi elite Indonesia akhirnya beralih di tangan militer. Maka, bukan hal yang aneh ketika di masa Orde Baru begitu didominasi militer dalam pusat-pusat kekuasaan. Soeharto sendiri sebagai presiden saat itu juga dilahirkan dari rahim militer.

Trend terus berubah. Pada 1960-an sampai 1990-an, organisasi kemahasiswaan menjadi wahana rekrutmen pemimpin muda. Setelah berkecimpung menjadi aktivis kampus, kaum muda kemudian cukup piawai menjadi aktor politik dan menggerakkan parpol. Akhirnya, pada era 2000-an ke atas menjadi ruling elite menggantikan dominasi militer sebelumnya. Pada 2020-an mendatang, lingkaran elite akan didominasi kalangan entrepreneur dan profesional bisnis. Mungkin hal tersebut bukan berlebihan karena fakta kegiatan paling dominan mewarnai bangsa saat ini adalah aktivitas ekonomi.

Pemimpin nasional dari kalangan pengusaha memang dimungkinkan terjadi. Gelagatnya sudah terasa belakangan ini. Yang perlu diperhatikan, dominasi kalangan pengusaha akhir-akhir ini dalam dunia politik diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi pemberdayaan masyarakat. Dengan kelebihan sumber daya kapitalnya, para pengusaha bisa ikut mendorong laju pembangunan terutama memberdayakan kelompok masyarakat miskin agar bisa mandiri dan berpenghidupan secara layak. Itu yang dinantikan, bukan malah menjadikan arena politik untuk kepentingan pribadi dan memuluskan usaha dagangnya. Jika benar bahwa kalangan pengusaha beberapa tahun mendatang akan menduduki posisi elite, maka saat ini merupakan proses pematangan. Wallahu a’lam.
Hendra Sugiantoro
Pegiat Transform Institute, Universitas Negeri Yogyakarta