Dimuat di Kampus SUARA MERDEKA, Sabtu, 26 November 2011
MAHASISWA yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi tentu memiliki potensi dan kemampuan masing-masing. Perbedaan individu mahasiswa bisa berkaitan dengan kapasitas intelektual.
Di tengah perbedaan kapasitas intelektual, mahasiswa tetap dituntut dapat meraih capaian belajar secara optimal dan maksimal. Kewajiban belajar bagi seorang mahasiswa merupakan harga mati. Ketika memilih jurusan dan program studi, mahasiswa diasumsikan telah memiliki minat dan motivasi untuk bergelut pada disiplin ilmu yang dipilihnya.
Persoalan yang terjadi, mahasiswa kerapkali kehilangan etos belajar saat menemui kesulitan memahami mata kuliah tertentu. Kemampuan belajar dan memahami materi mata kuliah berbeda antara satu mahasiswa dengan mahasiswa lainnya. Menghadapi kondisi tersebut, jalan pintas seringkali menjadi solusi, seperti copy paste tugas kuliah dan menyontek saat ujian close book. Pertanyaannya, apakah ketidakmampuan mahasiswa mempelajari mata kuliah tertentu merupakan permakluman dengan dalih perbedaan kemampuan individu?
Mahasiswa yang umumnya telah berusia sekitar 18 tahun dikategorikan sebagai individu dewasa. Perilaku belajar selayaknya bukan lagi karena tuntutan akademik, tetapi kebutuhan untuk mengembangkan diri. Bagi mahasiswa, kemandirian belajar merupakan keniscayaan. Menurut Mujiman (dalam Eti Nurhayati: 2011), kemandirian belajar adalah kegiatan belajar aktif yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai suatu kompetensi guna mengatasi suatu masalah, dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang dimiliki, baik dalam menetapkan waktu belajar, tempat belajar, irama belajar, tempo belajar, cara belajar maupun evaluasi belajar yang dilakukan oleh pembelajar sendiri.
Kemampuan Belajar
Untuk mencapai kemandirian belajar, mahasiswa dituntut dapat memahami dirinya, menerima dirinya, mengarahkan dirinya, dan mengaktualisasikan dirinya.
Artinya, mahasiswa perlu memahami kemampuan belajarnya, baik kelebihan maupun kekurangannya. Mahasiswa pun menerimanya sebagai kenyataan objektif.
Kekurangannya dalam kemampuan belajar perlu dicarikan pemecahan. Dalam hal ini, mahasiswa bisa mengarahkan dirinya agar kekurangannya itu tidak berdampak pada rendahnya prestasi belajar. Kelebihan yang dimiliki seyogianya terus dijaga agar tidak mengalami kemandulan.
Pada dasarnya, pemahaman terkait kemampuan belajar begitu penting. Ada mahasiswa yang langsung memahami apa yang diterangkan dosen di depan kelas, tetapi ada juga yang lambat memahami. Ketika membaca dan mengkaji buku teks ada mahasiswa yang cepat mengerti, namun ada mahasiswa yang perlu membaca berulang-ulang agar menemukan makna dari yang dibaca.
Dengan tujuan menguasai suatu kompetensi dari mata kuliah, mahasiswa mau tidak mau harus membangun konsep belajarnya secara mandiri. Dengan memahami kemampuan belajar, mahasiswa bisa merumuskan cara belajar. Masing-masing mahasiswa dimungkinkan berbeda cara belajarnya, termasuk terkait dengan penentuan waktu belajar, tempat belajar, irama belajar, dan tempo belajar.
Kesulitan dalam memahami materi mata kuliah bukanlah alasan untuk menyerah dan putus asa. Motivasi sangat penting untuk menumbuhkan etos belajar. Kesulitan-kesulitan dalam belajar selayaknya tidak mematahkan arang untuk terus menguasai mata kuliah yang diajarkan.
Mahasiswa yang memiliki kapasitas biasa-biasa saja bisa melebihi mahasiswa yang berkapasitas lebih apabila tekun belajar dan memiliki konsep belajar yang jelas. Justru di tengah kesulitan belajar ada kekuatan tersembunyi yang bisa meledak apabila mahasiswa memiliki etos belajar tinggi, sehingga menciptakan capaian-capaian luar biasa dalam belajar.
Kemandirian belajar bukan berarti berperilaku individualistik. Belajar bersama dengan mahasiswa lainnya dalam kelompok-kelompok studi perlu juga dilakukan. Sesungguhnya mahasiswa mengemban status ‘’maha’’ yang selayaknya memiliki kapasitas keilmuan yang lebih. (24)
Hendra Sugiantoro
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2011/11/26/167780/Kemandirian-Belajar