Anggota DPR (Tidak) Korupsi Lagi

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Nguda Rasa Koran Merapi, Sabtu 7 Maret 2009
Tertangkapnya salah satu anggota DPR Abdul Hadi Djamal oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akibat penyalahgunaan jabatan beberapa waktu lalu (2/3) tentu saja mencoreng wajah parlemen. Di tengah merosotnya kepercayaan masyarakat, kasus yang sekali lagi menimpa salah satu anggota DPR akan menambah berat tugas lembaga negara itu memperbaiki citranya. Sebuah tamparan tentu saja dirasakan, apalagi pemilihan umum anggota legislatif tinggal menunggu hitungan hari.
Tentu saja kita berharap agar kasus korupsi atau yang diindikasikan korupsi di tubuh parlemen tidak memunculkan apatisme absolut masyarakat. Memang nila setitik akan rusaklah susu sebelanga, namun kita pun perlu melihat bahwa tidak seluruh anggota DPR berlaku serupa. Dengan kata lain, masih banyak anggota DPR yang berlaku bersih dan amanah dalam menjalankan perannya sebagai wakil rakyat. Pun, calon anggota legislatif yang telah mempromosikan diri dan akan berlaga dalam pemilihan anggota legislatif mendatang tidak semuanya berkategori buruk.
Dalam hal ini, masyarakat hendaknya bisa semakin cerdas dalam menentukan wakil-wakilnya yang akan duduk di DPR. Pengalaman adanya beberapa anggota DPR terjerat kasus korupsi harus dijadikan pelajaran agar tidak memilih calon anggota legislatif secara asal-asalan. Kita berharap agar calon anggota legislatif yang kelak terpilih benar-benar amanah dan tidak menyalahgunakan jabatannya. Komitmen parpol sebagai rahim dari calon anggota legislatif untuk memberantas korupsi seyogianya tidak sekadar berhenti pada tataran deklarasi semata, tapi harus diimplementasi secara nyata. Sebagaimana kita saksikan, sebanyak 44 petinggi parpol peserta Pemilu 2009 pada akhir Februari lalu (25/2) menghadiri Deklarasi Partai Politik Lawan Korupsi di Gedung KPK di Jakarta. Deklarasi melawan korupsi jelas bukanlah sesuatu yang istimewa tanpa bukti riil di lapangan.
Persoalan korupsi anggota DPR harapannya memang berhenti pada periode ini. Kita berharap agar dalam periode lima tahun mendatang tidak dijumpai lagi kasus korupsi yang menimpa anggota DPR. Sungguh masyarakat bisa dibuat jenuh dengan maraknya pemberitaan korupsi yang menimpa pejabat negara dan anggota parlemen. Kemarahan masyarakat bisa saja memuncak menyaksikan kasus korupsi yang menyebabkan tidak optimalnya pengalokasian anggaran negara bagi kemaslahatan dan kesejahteraannya. Anggaran negara yang seharusnya dipergunakan sebagaimana mestinya justru dilahap oleh oknum-oknum yang begitu teganya mengkorupsi harta negara di tengah jerit derita rakyat yang masih terpontang-panting sekadar untuk mencukupi kebutuhan dasarnya. Disadari atau tidak, lamanya masa transisi yang harus dilewati untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa akan membuat masyarakat bosan. Efek buruknya, masyarakat dimungkinkan mengalami titik frustasi ekstrim yang mengakibatkan tidak stabilnya tatanan sosial kehidupan masyarakat.
Mungkin saja bagi aktor kekuasaan tidak menyadari efek buruk itu. Kekerasan yang saat ini marak di masyarakat, misalnya, sebenarnya bisa dibaca sebagai rasa frustasi masyarakat terkait kondisi kehidupan yang terus terjepit. Hidup masyarakat yang kurang terjamin tidak bisa terus-menerus berlangsung lama. Masyarakat tentu saja tidak ingin terus-menerus terengah-engah menafkahi kebutuhan hidupnya. Apakah masyarakat harus menunggu lima tahun lagi agar bisa hidup sejahtera? Jawabannya tentu saja tidak! Sekali lagi, masyarakat bisa dibuat frustasi menghadapi kenyataan itu. Frustasi semakin tidak terkontrol menyaksikan wakil-wakil rakyat melakukan korupsi di tengah tidak menentunya nasib dan masa depan kehidupan masyarakat.
Maka, siapa pun yang nantinya terpilih sebagai wakil rakyat di parlemen harus berkomitmen memperjuangan kemaslahatan masyarakat. Kekuasaan yang didapatkan bukanlah ajang untuk menumpuk-numpuk harta dan memperkaya diri. Komitmen dan tindakan konkret menghindari perbuatan korupsi merupakan keniscayaan. Ada tanggung jawab besar di pundak para wakil rakyat untuk menjamin keberlangsungan hidup masyarakat. Pada titik ini, parpol tidak bisa abai dengan kredibilitas dan integritas calegnya. Parpol bisa saja memantau setiap bentuk kampanye calegnya yang masih akan berlangsung sampai 5 April 2009 nanti. Tidak bisa dimungkiri jika praktik money politics dilakukan sebagian caleg dalam pelaksanaan kampanye sampai detik ini. Terkait dengan praktik money politics yang disinyalir dilakukan sebagian caleg, parpol tentu saja berkewajiban melakukan teguran keras. Begitu juga dengan harta kekayaaan dan asal dana kampanye caleg, parpol bisa mengontrol caleg-calegnya mengingat tak adanya peraturan yang mengharuskan caleg melaporkan harta kekayaan dan asal dana kampanye. Parpol berkewajiban mencegah caleg-calegnya mendapatkan dana kampanye secara tidak legal.
Jelasnya, kita sangat mengharapkan anggota DPR periode lima tahun mendatang benar-benar bersih korupsi dan mampu menunjukkan kinerja secara profesional. Caleg yang terpilih memang harus peduli dan ”hidup bersama rakyat” tidak hanya menjelang Pemilu. Itulah yang sebenarnya ditunggu-tunggu masyarakat sejak lama. Semoga pemilihan anggota legislatif mampu menghasilkan wakil-wakil rakyat yang berkualitas dan tidak menampakkan perilaku korupsi lagi. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Penulis pegiat Transform Institute (Trans-F) pada Universitas Negeri Yogyakarta