Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Kampus SUARA MERDEKA, Sabtu, 28 Januari 2012
Dalam dunia pendidikan formal, keberadaan bimbingan dan konseling (BK) identik dengan sekolah. Layanan BK terutama berkaitan dengan persoalan belajar/akademik, pribadi, sosial, dan karir. Pihak yang memberikan layanan BK kerap disebut dengan konselor. Kedudukan konselor sebagai pendidik termaktub dalam UU No. 20/2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab I Pasal 1. Pertanyaannya, perlukah BK di perguruan tinggi?
Dimuat di Kampus SUARA MERDEKA, Sabtu, 28 Januari 2012
Dalam dunia pendidikan formal, keberadaan bimbingan dan konseling (BK) identik dengan sekolah. Layanan BK terutama berkaitan dengan persoalan belajar/akademik, pribadi, sosial, dan karir. Pihak yang memberikan layanan BK kerap disebut dengan konselor. Kedudukan konselor sebagai pendidik termaktub dalam UU No. 20/2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab I Pasal 1. Pertanyaannya, perlukah BK di perguruan tinggi?
Dalam sejarahnya, ketika muncul pertama kali di Indonesia, BK memang menangani siswa di sekolah. Namun, seiring perkembangan zaman, BK juga diorientasikan pada ranah luar sekolah. Apalagi di dunia perguruan tinggi yang merupakan bagian integral dari jenjang pendidikan formal, BK sebenarnya juga dibutuhkan. Ada beberapa perguruan tinggi yang telah memberikan layanan BK, namun belum menjadi gerakan universal. Menurut penulis, layanan BK di kampus menjadi niscaya. Meskipun mahasiswa seringkali dijuluki agen perubahan, mahasiswa bukan berarti sepi dari permasalahan. Mahasiswa dimungkinkan mengalami permasalahan yang bisa menghambat penyesuaian dirinya terhadap dunia kampus. Permasalahan mahasiswa pun bisa terkait dengan aspek pribadi, sosial maupun orientasi karir.
Fenomena kenakalan mahasiswa, misalnya, adalah bukti sahih. Mahasiswa pun kerapkali kurang memiliki pengendalian emosi, sehingga mudah melakukan tindakan kekerasan. Terkait akademik, mahasiswa dimungkinkan mengalami kesulitan belajar dan kurang mampu mengikuti perkuliahan secara baik. Prestasi akademik yang rendah bisa menjadi tanda permasalahan belajar. Secara sosial, mahasiswa mungkin menghadapi interaksi yang kurang sehat dengan dosen, staf di kampus maupun dengan teman-temannya. Ada juga mahasiswa yang kebingungan untuk merumuskan karir bagi masa depannya. Banyak permasalahan mahasiswa lainnya sehingga bisa menghambat tercapainya tujuan pendidikan di perguruan tinggi.
Dalam menghadapi permasalahan, ada mahasiswa yang memang bisa mengatasi tanpa intervensi pihak lain. Di sisi lain, ada pula mahasiswa yang membutuhkan intervensi pihak lain untuk membantu menyelesaikan permasalahan. Terkait perlunya intervensi pihak lain, keberadaan BK menemukan fungsi dan perannya. Mahasiswa tentu tak hanya dituntut berprestasi akademik dan merampungkan kuliah. Pihak kampus hendaknya juga memberikan fasilitasi agar mahasiswa menjadi manusia seutuhnya, baik secara fisik, psikis, sosial, moral, dan sebagainya. Keberadaan dan peran BK dibutuhkan untuk mencapai hal tersebut.
Secara teori, BK sebenarnya tak melulu mengurusi individu yang bermasalah. Fungsi preventif juga dijalankan BK agar individu tak memiliki permasalahan. BK pun berfungsi memelihara kondisi individu yang telah baik agar tetap baik, bahkan mendorong individu mampu memaksimalkan potensi, kelebihan, dan kemampuannya. Dalam hal ini, BK di kampus bisa melakukan layanan, baik yang sifatnya preventif, kuratif maupun preservatif. Bimbingan belajar/akademik, pribadi, sosial, dan karir perlu diprogramkan bagi mahasiswa, baik dilakukan secara individual, kelompok maupun klasikal. Mahasiswa yang menghadapi permasalahan bisa diberikan layanan konseling.
Terkait bimbingan belajar, karena mahasiswa perlu memiliki kecakapan berpikir dan kemandirian belajar, maka layanan BK bisa diarahkan mencapai tujuan tersebut. BK membantu mahasiswa untuk mengembangkan pemahaman akan pentingnya kecakapan berpikir dan kemandirian belajar dalam suasana belajar dengan sistem kredit semester; mengembangkan kecakapan berpikir kritis dan kreatif sebagai alat berpikir dalam menghadapi masalah belajar; dan mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan untuk mandiri dalam belajar sehingga mengurangi ketergantungan kepada orang lain (Eti Nurhayati: 2011).
Dengan layanan BK di kampus, mahasiswa diharapkan mampu menyelesaikan perkuliahan dan segala tuntutan perkuliahan tepat pada waktunya, memperoleh prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya, mampu membina hubungan sosial dengan sesama mahasiswa dan dosen secara baik, memiliki sikap dan kesiapan profesional, dan memiliki pandangan yang realistis tentang diri dan lingkungannya (Achmad Juntika Nurihsan: 2006). BK membantu mahasiswa untuk dapat memahami dirinya, menerima dirinya, mengarahkan dirinya, dan mengaktualisasikan dirinya agar mencapai kehidupan yang bermakna di masa kini dan masa mendatang.
Lantas, siapakah yang memberikan layanan BK di kampus? Layanan BK tentu dilaksanakan oleh orang-orang profesional yang menguasai bidang tersebut. Dosen dengan sendirinya harus mampu memberikan layanan bimbingan belajar. Pembimbing akademik (PA) hendaknya tak sekadar menorehkan tanda tangan pada kartu rencana studi (KRS), tetapi juga memberikan bimbingan belajar. Jika memiliki kompetensi, dosen bisa memberikan bimbingan pribadi, sosial, dan karir. Tenaga profesional lulusan S-2 atau S-3 program studi BK atau jurusan psikologi pendidikan dan bimbingan bisa menjadi tim BK di kampus. Psikolog pun bisa dilibatkan di dalamnya. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Pegiat Transform Institute, pembelajar di Universitas PGRI Yogyakarta