Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Nguda Rasa Koran Merapi, Sabtu 23 April 2011
Mengingat sosok Kartini, kita mengingat sosok perempuan dengan pelbagai suka duka kehidupan. Sebagai keturunan priyayi, Kartini melihat dunia dan lingkungannya dengan sikap kritis. Sisi psikologis dan sosiologis Kartini turut memberikan pengaruh terhadap sikap dan pemikirannya. Membaca Kartini adalah membaca perempuan yang juga sosok manusia biasa. Tradisi pingit yang diterimanya usai menamatkan sekolah rendah ikut membentuk jiwanya. Perkembangan intelektualitas Kartini dipengaruhi oleh kegemaran membaca. Sahabat-sahabat penanya yang didominasi orang-orang Belanda tak dimungkiri memiliki tempat dalam dialektika pemikiran Kartini.
Membaca pemikiran perempuan kelahiran Jepara itu ternyata tak sekadar berkutat pada persoalan perempuan, tapi juga pendidikan bagi bangsanya. Di mata Kartini, pendidikan adalah hal penting. Pendidikan akan kuasa mengangkat derajat dan martabat bangsa. Yang menarik, Kartini konsisten mengemukakan pentingnya pendidikan yang mengasah budi pekerti. Perhatikan kata-kata Kartini yang menjadi doa dan jeritannya kepada Nyonya R.M Abendanon-Mandri tertanggal 3 Januari 1902, “Didiklah orang Jawa!”. Kartini pun mengatakan bahwa terhadap pendidikan itu janganlah hanya akal saja yang dipertajam, tetapi budi pun harus dipertinggi.
Mengenai pentingnya ketinggian budi pekerti ini, Kartini berulang kali menegaskan dalam surat-suratnya. Dalam tulisannya berjudul Berilah Orang Jawa Pendidikan! pada 3 Januari 1903, Kartini juga menegaskan pendidikan yang tak hanya mengutamakan kecerdasan otak, melainkan yang sungguh-sungguh memperhatikan akhlak pula. Intinya, pendidikan bagi Kartini tidak boleh mengabaikan penanaman budi pekerti. Dalam melakukan pendidikan, sekolah diperlukan. Namun, sekolah bukan segala-galanya. Pendidikan di sekolah harus dibarengi dengan pendidikan dalam keluarga. Kata Kartini, “Sekolah-sekolah saja tidak dapat memajukan masyarakat, tetapi juga keluarga di rumah harus turut bekerja. Lebih-lebih dari rumahlah kekuatan mendidik itu harus berasal.” (Kartini dalam Berilah Orang Jawa Pendidikan tertanggal Januari 1903).
Untuk para guru di sekolah, Kartini mengharapkan guru tak mengajar semata, tapi juga harus menjadi pendidik. Dalam notanya berjudul Berilah Orang Jawa Pendidikan!, Kartini dengan tegas berkata, “...guru-guru memiliki tugas rangkap: menjadi guru dan pendidik! Mereka harus melaksanakan pendidikan rangkap itu, yaitu: pendidikan pikiran dan budi pekerti.”
Perhatian Kartini soal pendidikan di sekolah berjalan beriringan dengan perhatiannya terhadap pendidikan dalam keluarga. Pada titik ini, Kartini berkehendak agar kaum perempuan memiliki kemampuan prima dalam mendidik anak-anaknya. Bagi Kartini, mendidik perempuan merupakan kunci peradaban. Perempuan yang menjadi ibu memiliki peran besar dalam pendidikan anak-anak. Menurut Kartini, pemerintah berkewajiban meningkatkan kesadaran budi perempuan, mendidik perempuan, memberi pelajaran perempuan, dan menjadikan perempuan sebagai ibu dan pendidik yang cakap dan cerdas.
Membaca pemikiran Kartini terkait pendidikan, kita juga membaca pemikiran yang tak sekadar normatif. Dalam pengajaran di sekolah, Kartini menginginkan agar murid-murid diberi kebebasan berpikir dan mengutarakan pendapat. Kartini begitu peduli pada pentingnya bahan bacaan di sekolah. Perhatikan ucapan Kartini berikut, “Hendaknya cinta pustaka pada murid-murid ditingkatkan sebanyak-banyaknya. Dan agar ada hasilnya, seyogianya diberikan bimbingan membaca oleh guru-guru yang suka pula akan bacaan. Yang dibaca selalu dibicarakan. Murid-murid sedapatnya didorong maju untuk bertukar pikiran secara bebas dan saling mengasah pikiran di antara mereka sendiri. Misalnya diadakan “malam-malam bercakap-cakap” di bawah pimpinan guru-guru. Di situ dibicarakan perkara dan peristiwa yang penting-penting. murid-murid memikirkan hal itu dan menguraikan pikirannya pada pertemuan berikutnya. Jangan tertawakan mereka bila mereka mengumumkan teori-teori asing, tetapi tolonglah mereka mencari penyelesaian secara bijaksana, lemah lembut, dan kasih sayang.”
Di mata Kartini, bahan bacaan memiliki arti penting untuk mendidik anak-anak. Bahan bacaan adalah alat pendidikan yang diharapkan banyak mendatangkan kebajikan. Bahan bacaan yang disediakan di sekolah tak hanya buku pelajaran, tapi juga bahan bacaan lainnya yang dapat mengasah akal dan hati. Bacaan-bacaan itu seyogianya ditulis dalam bahasa populer, mudah dipahami, dan berisi. Anak-anak hendaknya diberi bacaan yang mengasyikkan, bukan karangan-karangan kering yang semata-mata ilmiah. Ditegaskan Kartini, bahan bacaan harus ada dasar mendidik. Memang bahan bacaan bagi Kartini memiliki arti penting yang akan turut mendidik dengan sebaik-baiknya.
Membaca pemikiran Kartini, kita memang senantiasa mendapatkan pemikiran terkait perlunya pendidikan bagi perempuan. Kartini memiliki dasar kuat mengenai pendidikan bagi perempuan karena perempuan merupakan pendidik pertama anak-anak. Di tangan perempuan, anak-anak akan tumbuh dan berkembang. Mendidik secara baik anak-anak berarti juga membangun masyarakat-bangsa. Kemajuan perempuan merupakan faktor penting peradaban bangsa.
Tak sekadar pendidikan perempuan, Kartini juga berbicara tentang pendidikan pada umumnya. Tanpa mengurangi sikap kritis terhadap Kartini, pemikiran pendidikan Kartini sebagaimana diutarakan di atas relevan untuk tetap diperhatikan. Pendidikan memang selalu penting bagi kemajuan bangsa. Sebagaimana dikatakan Kartini, semoga pendidikan dapat membangun kesadaran anak-anak bangsa. Melalui pendidikan, anak-anak memenuhi panggilan budi dalam masyarakat terhadap bangsa yang akan mereka kemudikan. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Pegiat Transform Institute Yogyakarta
Dimuat di Nguda Rasa Koran Merapi, Sabtu 23 April 2011
Mengingat sosok Kartini, kita mengingat sosok perempuan dengan pelbagai suka duka kehidupan. Sebagai keturunan priyayi, Kartini melihat dunia dan lingkungannya dengan sikap kritis. Sisi psikologis dan sosiologis Kartini turut memberikan pengaruh terhadap sikap dan pemikirannya. Membaca Kartini adalah membaca perempuan yang juga sosok manusia biasa. Tradisi pingit yang diterimanya usai menamatkan sekolah rendah ikut membentuk jiwanya. Perkembangan intelektualitas Kartini dipengaruhi oleh kegemaran membaca. Sahabat-sahabat penanya yang didominasi orang-orang Belanda tak dimungkiri memiliki tempat dalam dialektika pemikiran Kartini.
Membaca pemikiran perempuan kelahiran Jepara itu ternyata tak sekadar berkutat pada persoalan perempuan, tapi juga pendidikan bagi bangsanya. Di mata Kartini, pendidikan adalah hal penting. Pendidikan akan kuasa mengangkat derajat dan martabat bangsa. Yang menarik, Kartini konsisten mengemukakan pentingnya pendidikan yang mengasah budi pekerti. Perhatikan kata-kata Kartini yang menjadi doa dan jeritannya kepada Nyonya R.M Abendanon-Mandri tertanggal 3 Januari 1902, “Didiklah orang Jawa!”. Kartini pun mengatakan bahwa terhadap pendidikan itu janganlah hanya akal saja yang dipertajam, tetapi budi pun harus dipertinggi.
Mengenai pentingnya ketinggian budi pekerti ini, Kartini berulang kali menegaskan dalam surat-suratnya. Dalam tulisannya berjudul Berilah Orang Jawa Pendidikan! pada 3 Januari 1903, Kartini juga menegaskan pendidikan yang tak hanya mengutamakan kecerdasan otak, melainkan yang sungguh-sungguh memperhatikan akhlak pula. Intinya, pendidikan bagi Kartini tidak boleh mengabaikan penanaman budi pekerti. Dalam melakukan pendidikan, sekolah diperlukan. Namun, sekolah bukan segala-galanya. Pendidikan di sekolah harus dibarengi dengan pendidikan dalam keluarga. Kata Kartini, “Sekolah-sekolah saja tidak dapat memajukan masyarakat, tetapi juga keluarga di rumah harus turut bekerja. Lebih-lebih dari rumahlah kekuatan mendidik itu harus berasal.” (Kartini dalam Berilah Orang Jawa Pendidikan tertanggal Januari 1903).
Untuk para guru di sekolah, Kartini mengharapkan guru tak mengajar semata, tapi juga harus menjadi pendidik. Dalam notanya berjudul Berilah Orang Jawa Pendidikan!, Kartini dengan tegas berkata, “...guru-guru memiliki tugas rangkap: menjadi guru dan pendidik! Mereka harus melaksanakan pendidikan rangkap itu, yaitu: pendidikan pikiran dan budi pekerti.”
Perhatian Kartini soal pendidikan di sekolah berjalan beriringan dengan perhatiannya terhadap pendidikan dalam keluarga. Pada titik ini, Kartini berkehendak agar kaum perempuan memiliki kemampuan prima dalam mendidik anak-anaknya. Bagi Kartini, mendidik perempuan merupakan kunci peradaban. Perempuan yang menjadi ibu memiliki peran besar dalam pendidikan anak-anak. Menurut Kartini, pemerintah berkewajiban meningkatkan kesadaran budi perempuan, mendidik perempuan, memberi pelajaran perempuan, dan menjadikan perempuan sebagai ibu dan pendidik yang cakap dan cerdas.
Membaca pemikiran Kartini terkait pendidikan, kita juga membaca pemikiran yang tak sekadar normatif. Dalam pengajaran di sekolah, Kartini menginginkan agar murid-murid diberi kebebasan berpikir dan mengutarakan pendapat. Kartini begitu peduli pada pentingnya bahan bacaan di sekolah. Perhatikan ucapan Kartini berikut, “Hendaknya cinta pustaka pada murid-murid ditingkatkan sebanyak-banyaknya. Dan agar ada hasilnya, seyogianya diberikan bimbingan membaca oleh guru-guru yang suka pula akan bacaan. Yang dibaca selalu dibicarakan. Murid-murid sedapatnya didorong maju untuk bertukar pikiran secara bebas dan saling mengasah pikiran di antara mereka sendiri. Misalnya diadakan “malam-malam bercakap-cakap” di bawah pimpinan guru-guru. Di situ dibicarakan perkara dan peristiwa yang penting-penting. murid-murid memikirkan hal itu dan menguraikan pikirannya pada pertemuan berikutnya. Jangan tertawakan mereka bila mereka mengumumkan teori-teori asing, tetapi tolonglah mereka mencari penyelesaian secara bijaksana, lemah lembut, dan kasih sayang.”
Di mata Kartini, bahan bacaan memiliki arti penting untuk mendidik anak-anak. Bahan bacaan adalah alat pendidikan yang diharapkan banyak mendatangkan kebajikan. Bahan bacaan yang disediakan di sekolah tak hanya buku pelajaran, tapi juga bahan bacaan lainnya yang dapat mengasah akal dan hati. Bacaan-bacaan itu seyogianya ditulis dalam bahasa populer, mudah dipahami, dan berisi. Anak-anak hendaknya diberi bacaan yang mengasyikkan, bukan karangan-karangan kering yang semata-mata ilmiah. Ditegaskan Kartini, bahan bacaan harus ada dasar mendidik. Memang bahan bacaan bagi Kartini memiliki arti penting yang akan turut mendidik dengan sebaik-baiknya.
Membaca pemikiran Kartini, kita memang senantiasa mendapatkan pemikiran terkait perlunya pendidikan bagi perempuan. Kartini memiliki dasar kuat mengenai pendidikan bagi perempuan karena perempuan merupakan pendidik pertama anak-anak. Di tangan perempuan, anak-anak akan tumbuh dan berkembang. Mendidik secara baik anak-anak berarti juga membangun masyarakat-bangsa. Kemajuan perempuan merupakan faktor penting peradaban bangsa.
Tak sekadar pendidikan perempuan, Kartini juga berbicara tentang pendidikan pada umumnya. Tanpa mengurangi sikap kritis terhadap Kartini, pemikiran pendidikan Kartini sebagaimana diutarakan di atas relevan untuk tetap diperhatikan. Pendidikan memang selalu penting bagi kemajuan bangsa. Sebagaimana dikatakan Kartini, semoga pendidikan dapat membangun kesadaran anak-anak bangsa. Melalui pendidikan, anak-anak memenuhi panggilan budi dalam masyarakat terhadap bangsa yang akan mereka kemudikan. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Pegiat Transform Institute Yogyakarta