Leutika dalam Pesona Berkarya

Oleh: HENDRA SUGIANTORO

Rata PenuhLeutika. Sebuah nama lembaga penerbitan yang masih anyar berdiri. Ketika muncul kali pertama, aku tak begitu tahu persis waktunya. Namun, Leutika telah menghadirkan fenomena. Perlahan, dalam perkembangannya, Leutika bukanlah lembaga penerbitan biasa-biasa saja. Ada idealisme dalam Leutika, ada misi dari Leutika, yang ingin memberikan kontribusi terkait budaya dan tradisi literasi di Yogyakarta dan Indonesia. Leutika telah terlahir dalam sejarah dan menjelma pesona untuk tiada henti berkarya.

Tak sekadar lembaga penerbitan, Leutika telah menjadi ruang berpikir, berjuang, dan berkarya. Bayangkan saja berapa kali Leutika mengadakan lomba penulisan dan seberapa banyak masyarakat yang mengikuti lomba tersebut. Mereka pun berpikir, berjuang, dan berkarya menghasilkan tulisan yang berkualitas agar dapat menyertakan karya dan namanya dalam sebuah buku terbitan Leutika. Meskipun aku amat sangat jarang sekali mengikuti, tapi aku benar-benar mengetahui ada ajang seperti itu. Ingat, amat sangat jarang sekali. Ya, aku hanya pernah mengikuti sekali saja, saat lomba penulisan dengan tema Curhat Jalan Raya. Aku ketika itu mencoba belajar menulis. Tahukah? Aku ternyata memang tak layak masuk 30 besar!

Lomba penulisan untuk dijadikan buku antologi memang selalu diadakan Leutika. Hal ini merupakan salah satu yang berbeda dari Leutika dibandingkan penerbit-penerbit lainnya. Tak hanya itu, Leutika telah melakukan gebrakan yang 'banyak banget'. Leutika juga menginisiasi Leutikans untuk membentuk komunitas pembaca dan diskusi buku-buku Leutika. Ada juga pembuatan kartu anggota Leutika dengan pelbagai persyaratan dan kemudahan yang akan didapatkan. Yang menarik, Leutika mengadakan sebuah penerbitan sendiri (self publishing) bagi siapa pun yang ingin menerbitkan buku. Leutika Prio, itulah nama dari lini self publishing lembaga penerbitan Leutika. Selain itu, masih banyak hal lainnya yang telah dilakukan Leutika. Bolehlah aku berkata: Dahsyat Leutika!

Dengan kehadiran Leutika, aku seharusnya bisa berkarya lebih hebat dan lebih banyak. Namun, aku sekadar tahu saja apa yang telah dilakukan Leutika. Aku pun bukanlah penulis yang tekun dan produktif menulis. Dengan pelbagai lomba yang diadakan Leutika, aku seharusnya bisa ikut menuangkan karya, tapi aku merasa kesulitan menulis. Aku pun masih harus banyak belajar menghasilkan tulisan secara baik dan bukan biasa-biasa saja. Mohon maaf kepada Leutika jika aku tak terlalu mengikuti event yang diselenggarakan selama ini. Aku sekadar tahu saja.

Selain lewat face book, aku kerap membuka website Leutika. Tapi, informasi dari Leutika lebih up to date di face book. Leutika juga mampir dalam pikiranku lewat mobil. Aku kerap melihat mobil Leutika di jalan-jalan kota Yogyakarta. Ketika aku mengendarai sepeda motor, aku lihat mobil milik Leutika melaju. Entah mau kemana, aku tak mengenal siapa yang di dalam mobil. Aku pun pernah mampir ke kantor Leutika di Jalan Sulawesi No. 7 C, Ring Road Utara, Yogyakarta. Awalnya begitu rumit mencari kantor Leutika. Aku sempat bolak-balik kesana kemari. Yah, dengan perjuangan, kantor Leutika berhasil aku temukan. Mau tahu apa yang aku lakukan di kantor Leutika?

Jujur, aku ke kantor Leutika hanya ingin mendapatkan buku. Siapa tahu juga dapat insentif dalam bentuk uang. Seberapa pun jumlah uang, lumayanlah untuk beli buku baru. Yang aku tahu selama ini, siapa yang meresensi buku di media massa memang akan mendapatkan buku dan/insentif dari pihak penerbit. Nah, aku mencoba datang ke kantor Leutika. Ternyata aku mendapatkan dua buku dan amplop. Apa isi amplop? Tahulah.

Pada dasarnya, aku masih belajar meresensi buku yang baik. Alhamdulillah, beberapa kali buku terbitan Leutika yang aku resensi menembus media massa. Sebut saja buku karya Sudaryanto berjudul Menguangkan Ide: Kaya dengan Menulis Artikel pernah nangkring di rubrik Bedah Buku SKH Kedaulatan Rakyat. Buku Resign And Get Rich: Berhenti Kerja, Jadi Pengusaha karya Edo Segara pernah menembus Harian Jogja dan Koran Jakarta. Ketika aku membuat resensi, aku kadang membuat resensi buku tak hanya satu versi. Versi pertama buku karya Edo Segara itu menembus rubrik Resensi Buku Harian Jogja dengan judul Tak Jadi Pegawai, Bisnis Sendiri!. Adapun di Koran Jakarta menembus rubrik Perada dengan judul Ketika (Di)keluar(kan) dari Kantor. Di Koran Jakarta, buku Jaman Penjor karya GusHar Wegig Pramudito pernah termuat dengan judul Pernak-pernik Pelajaran Hidup.

Meskipun hanya meresensi buku, aku merasa telah ikut berkarya bersama Leutika. Kalau boleh bercerita, buku-buku terbitan Leutika yang telah aku resensi tak seluruhnya bisa menembus media massa. Yah, aku masih belajar menulis resensi yang baik dan bekualitas. Ke depan, moga aku bisa berkarya lebih baik dan banyak lagi bersama Leutika Bukan Penerbit Buku Biasa! Wallahu a’lam.

http://leutikaprio.com/