Dimuat di Suara Merdeka, Selasa 19 April 2011
PERKEMBANGAN dan kemajuan teknologi berjalan seiring kepiawaan pikir dan imajinasi manusia. Manusia memang memiliki daya cipta. Banyak hal yang telah diciptakan, salah satunya adalah internet. Manusia pun merayakan internet dengan beragam rupa. Ada sisi positif, ada sisi negatif dari perayaan itu. Dengan adanya internet, informasi bisa tersebar luas. Begitu juga segala ilmu, wawasan, dan pengetahuan bisa didapatkan dari mengakses internet.
Terkait penyebaran informasi, internet bisa menjangkau khalayak lebih luas dibandingkan koran cetak. Informasi dari koran cetak hanya dalam jangkauan sekian eksemplar cetakan. Itupun belum tentu seluruhnya terjual. Berbeda dengan internet, siapa pun dan dari daerah mana pun bisa mengaksesnya. Dengan daya fungsi ini, koran cetak pun juga memanfaatkan internet untuk menyebarluaskan berita. Dengan adanya website, koran cetak bisa dibaca sampai ke luar negeri. Namun, harus pula diakui jika tak semua warga mengakses internet, apalagi setiap hari.
Dalam hal ini, ada suatu fenomena menarik terkait keberadaan koran di internet. Beberapa koran ada yang mempunyai halaman untuk siapa pun bebas menulis. Citizen journalism namanya. Jurnalisme warga. Warga yang dimaksud adalah seluruh masyarakat di mana pun berada. Kita bisa memanfaatkan citizen journalism ini untuk menuangkan karya-karya tulis kita, entah berita, artikel, atau bentuk tulisan lainnya. Dalam pengertian klasik, jurnalisme adalah proses aktivitas meliput, membuat, menyebarluaskan berita (news) dan pendapat (opinion) kepada khalayak melalui wahana media komunikasi massa. Jadi, siapa pun kita bisa menjadi jurnalis lepas atau penulis lepas. Citizen journalism ini tak hanya milik penerbitan koran. Ada juga koran online yang memberikan kesempatan bagi siapa pun untuk menulis.
Dari amatan, citizen journalism ada yang di bawah kendali suatu redaksi tersendiri. Meskipun setiap kita bebas menulis, tapi belum tentu dimuat. Ada kriteria layak muat yang juga diterapkan. Suara Merdeka lewat koran online-nya menerapkan hal ini. Namun, kebanyakan citizen journalism tak seketat menulis di koran cetak. Ketika kita menulis dan mempublikasikannya, tulisan kita langsung termuat tanpa proses seleksi. Beberapa kalangan ada yang mengkritik keberadaan citizen journalism. Pasalnya, kaidah jurnalistik kerap dialpakan. Jika direnungkan, setiap warga sebenarnya tak perlu dituntut memahami teori jurnalistik. Tulisan itu baik atau tidak, hati nurani wargalah yang menilai. Dengan kesadaran warga, tulisan bernada fitnah dan tidak positif lainnya tentu tak akan ditulis dan dipublikasikan. Teori jurnalistik memang diperlukan, namun teori bukanlah hal yang statis. Bisa saja warga menulis berita di citizen journalism dengan gaya penulisan khasnya yang kerap justru lebih menarik dan menyentuh. Di sisi lain, citizen journalism juga lahan bagi siapa pun belajar menulis.
Tukang becak, pedagang di pasar, tukang parkir, satpam, dan pelbagai profesi lainnya bisa bebas menulis di citizen journalism. Jika mengirim tulisan ke koran cetak belum tentu dimuat, di citizen journalism kemungkinan besar pasti dimuat. Ada sisi positif pada titik ini. Setiap warga bisa bercerita pengalamannya, menumpahkan uneg-uneg, mengungkapkan keluh kesah. Warga pun bisa berbagi ilmu, wawasan, dan pengetahuan lewat citizen journalism. Keberadaan citizen journalism dengan sendirinya juga menumbuhkan budaya menulis. Menulis di citizen journalism tak terikat jumlah halaman. Sebanyak setengah halaman tulisan pun bisa dipublikasikan. Disadari atau tidak, banyak hal di sekitar kita yang kerap terabaikan karena tak ada media untuk mempublikasikan. Maka, dengan hadirnya citizen journalism, hal-hal sekecil apapun bisa tersiarkan. Bagi lembaga atau organisasi, citizen journalism juga perlu dimanfaatkan. Kegiatan-kegiatan organisasi/lembaga tentu tak seluruhnya termuat di koran cetak. Berita kegiatan organisasi bisa dipublikasikan di citizen journalism. Begitu juga kegiatan di kampung-kampung. Warga bisa menulis berita kegiatan di kampung atau membuat tulisan terkait kehidupan sosial masyarakat kampung.
Menulis di citizen journalism memang bertujuan agar berita ataupun tulisan kita dibaca dan diketahui khalayak luas. Namun, lebih dari itu, kita ingin berbagi dengan menulis di citizen journalism. Kita ingin berbagi ilmu, wawasan, pengalaman, dan pengetahuan kepada sekitar kita. Setiap tulisan kita pasti akan berguna. Jika tak hari ini, kelak akan memiliki kegunaan. Pengalaman-pengalaman yang kita tuliskan bisa saja menginspirasi dan memotivasi orang lain. Tulisan-tulisan warga terkait kondisi kampung yang terpublikasikan di citizen journalism bisa juga untuk kepentingan riset, misalnya sejarah kota/desa dan kehidupan sosialnya. Banyak manfaat nantinya.
Dengan hadirnya citizen journalism sedikit banyak menumbuhkan budaya menulis warga. Dan, budaya menulis ini perlu terus ditumbuhkan pada setiap warga untuk berani menulis, entah tentang dirinya, lingkungannya, daerahnya, atau apapun yang ingin ditulis. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Pegiat Pena Profetik, tinggal di Yogyakarta