Eksistensi Guru BK di Sekolah

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Nguda Rasa KORAN MERAPI, Rabu, 15 Februari 2012

Pendidik memegang peranan penting agar proses pendidikan terhadap siswa di sekolah berjalan maksimal dan optimal. Sebutan pendidik ini tak hanya guru kelas dan guru bidang studi, tetapi juga guru Bimbingan dan Konseling (BK) atau seringkali disebut konselor.

Sebagaimana tugas-tugas yang dilakukan guru kelas ataupun guru bidang studi, guru BK juga tak bisa menghindar dari interaksi dengan siswa. Guru BK berusaha memberikan layanan kepada siswa dengan tujuan agar siswa mencapai kehidupan bermakna bagi diri dan selanjutnya dapat memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan lingkungannya. Proses pendidikan yang hanya melaksanakan bidang administratif dan pengajaran dengan mengabaikan bidang bimbingan mungkin hanya menghasilkan individu siswa yang pintar dan terampil dalam aspek akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek psikososiospiritual (Syamsu Yusuf dkk: 2005).

Melihat perjalanan BK di sekolah memang diakui mengalami jalan berliku-liku. Eksistensi BK pernah dipandang sebelah mata, sehingga unjuk kinerjanya tak diapresiasi. Kualifikasi guru BK pun sempat dipertanyakan karena ada beberapa sekolah sekadar mengambil guru-guru bidang studi yang notabene tak pernah memperoleh wawasan, kepengetahuan, dan keterampilan tentang ke-BK-an. Malah BK di sekolah pernah mendapatkan stigma tak positif dengan menyebut guru BK sebagai “polisi sekolah”. Pekerjaan BK yang diidentikkan dengan “menghukumi” siswa-siswa yang disinyalir bermasalah menguatkan stigma itu. Padahal, BK tak hanya berfungsi mengatasi permasalahan yang dihadapi siswa. Bahkan, membantu siswa yang bermasalah pun harus ditempuh dengan pendekatan humanis.

Selain fungsi kuratif, ada fungsi pemahaman, pencegahan, dan pengembangan yang dilakukan guru BK. BK memiliki fungsi preventif untuk mencegah agar siswa tidak mengalami permasalahan dalam proses pendidikan di sekolah. Permasalahan yang dihindari itu misalnya adalah permasalahan belajar. Tentu saja menjadi harapan segenap pihak agar siswa berhasil dalam belajarnya. BK juga perlu mencegah agar siswa tak memiliki permasalahan sosial mengingat interaksi sosial di sekolah memungkinkan siswa menghadapi persoalan. Bahkan, BK memiliki fungsi memelihara kondisi siswa yang telah baik dan tidak bermasalah agar tetap dalam kondisi baik.

Peran guru BK di sekolah begitu penting. Proses pendidikan di sekolah tentu saja tak sekadar memberikan materi pelajaran eksata maupun non-eksata dan mengasah keterampilan, tetapi juga membangun kepribadian siswa. Guru BK di sekolah dapat memberikan layanan agar siswa memiliki konsep diri yang jelas. Layanan BK yang diberikan kepada siswa tak hanya menyangkut persoalan belajar dan sosial. Layanan BK juga menyangkut persoalan pribadi, karir, dan sebagainya. Dengan adanya BK di sekolah, siswa harapannya dapat mengenal dan memahami dirinya untuk dapat mengaktualisasikan dirinya demi mencapai kehidupan yang bermakna.

Melihat fakta kekinian, permasalahan siswa sekolah yang dijumpai relatif kompleks. Tak hanya terkait dengan persoalan kesulitan belajar, permasalahan siswa juga terkait dengan sikap dan perilaku yang kadang di luar kewajaran. Ada perilaku siswa yang bisa menjurus pada kehancuran sebuah bangsa. Perilaku-perilaku tersebut, menurut Thomas Lickona (dalam Dwi Budiyanto: 2011; Agus Wibowo: 2012), di antaranya kenakalan di kalangan remaja (violence and vandalism), semakin tingginya rasa tak hormat kepada orangtua dan guru (disrespect for aithority), meningkatknya kekerasan yang terjadi antar-kelompok sebaya (peer cruelty), penggunaan bahasa yang buruk, perkembangan seksualitas yang cepat dan munculnya penyimpangan seksual, dan tumbuhnya perilaku merusak diri (self destructive behavior).

Kenyataan tak dimungkiri apabila perilaku-perilaku tersebut terjadi di kalangan siswa di sekolah. Dilihat dari statistik demografi, usia sekolah penduduk Indonesia memang masuk dalam daftar lima besar dunia yang bisa membuat Indonesia berpotensi menjadi negara maju, bahkan mungkin saja hingga lima besar dunia. Permasalahannya kemudian adalah bagaimana proses pendidikan pada anak? Untuk menjadi negara besar dibutuhkan pribadi-pribadi tangguh dan berkarakter. Guru BK sangat berperan dalam pembentukan karakter itu (Muhdi: 2011).

Di tengah tantangan mendidik siswa di sekolah, keberadaan dan layanan BK di sekolah tentu saja perlu mendapatkan perhatian. Optimalisasi layanan BK di sekolah perlu dilakukan dengan kehadiran guru BK yang mampu menunjukkan unjuk kerja secara profesional. Bagaimana pun, siswa tak sekadar mendapatkan materi pelajaran di sekolah. Layanan bimbingan pribadi, bimbingan belajar, bimbingan sosial, bimbingan karir maupun bimbingan lainnya harapannya bisa berjalan baik.

Ditinjau dari pelaksanaan layanan BK di sekolah selama ini, kondisi masing-masing sekolah relatif berbeda. Ada sekolah yang telah menjalankan layanan BK secara baik, ada yang masih berupaya memperbaiki kinerja dan menancapkan eksistensinya. Bagi sekolah yang belum menjalankan layanan BK secara optimal tentu perlu mengupayakan perbaikan. Di sisi lain, guru BK harapannya terus mengasah dan meningkatkan kapasitasnya agar mampu menyelenggarakan layanan BK di sekolah secara baik, profesional, dan bertanggung jawab.

Tak kalah penting, pemahaman terkait fungsi dan peran BK dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah kepada sivitas sekolah perlu dilakukan. Pemahaman ini juga ditransformasikan ke kepala sekolah sebagai pimpinan dan pengendali kebijakan di sekolah. Adakalanya sivitas sekolah belum begitu memahami fungsi dan peran BK di sekolah. Sebagaimana diutarakan di muka, tugas guru BK tak sekadar mengurusi siswa-siswa yang bermasalah. Guru BK juga memberikan bimbingan kepada siswa agar terhindar dari permasalahan, bahkan mengembangkan individu siswa menjadi pribadi yang seutuhnya. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Pembelajar pada Universitas PGRI Yogyakarta
bisnis syariah