Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Perada Koran Jakarta, Kamis 28 Mei 2009
Mungkin siapa pun tidak akan membayangkan ketangguhan Jepang yang pernah luluhlantak akibat bom atom pada 1945. Bom atom yang menghunjam kota Hiroshima dan Nagasaki seolah-olah hanya tragedi memilukan sesaat. Jepang tidak menunggu lama untuk bangkit, bahkan mampu menunjukkan tajinya di hadapan negara-negara yang dikenal mapan. Kemajuan Jepang di bidang teknologi, ekonomi, bisnis, dan lainnya tentu tidak dicapai seketika. Ada proses panjang yang menjadi modal dasar masyarakat Jepang sehingga memiliki karakter pekerja keras, disiplin, hidup sederhana, dan ketinggian semangat untuk belajar. Dikatakan penulis buku, hidup bagi orang-orang Jepang adalah bekerja. Tiada hari tanpa belajar dan bekerja. Masyarakat Jepang disiplin dan menaruh penghargaan tinggi terhadap waktu.
Menilik dari akar sejarah, kemajuan Jepang tidak bisa dilepaskan dari Restorasi Meiji. Restorasi Meiji yang terjadi pada 1866-1869 telah menciptakan perubahan pada struktur politik dan sosial Jepang. Semenjak Restorasi Meiji, pemerintah Jepang terus menjalankan kebijakannya yang salah satunya dengan menerjemahkan dan menerbitkan pelbagai buku dari luar negeri. Para pemuda pun dikirim ke luar negeri untuk belajar sesuai dengan bidangnya masing-masing. Tujuannya adalah untuk mencari ilmu dan menanamkan keyakinan bahwa Jepang akan dapat setara dengan kemajuan dunia Barat. Dalam jangka waktu 30 tahun sejak Restorasi Meiji, Jepang memang merubah wajahnya menjadi negara maju yang kompetitif dengan negara-negara Barat. Kemajuan Jepang ini juga tidak terlepas dari mental bangsa Jepang yang memang telah terbentuk oleh prinsip bushido yang menekankan pentingnya kerja keras, kejujuran, loyalitas kepada pemimpin, kerja sama, tidak egois, tanggung jawab, dan rasa malu.
Selain bushido, ada prinsip kaizen yang menjadi rahasia sukses Jepang. Ada tiga elemen kunci dalam kaizen. Pertama, kualitas. Kualitas tertinggi adalah kualitas yang dapat menyenangkan dan memberikan rasa bangga bagi para pelanggannya. Produk seperti inilah yang seharusnya dibuat perusahaan. Persepsi lama yang menganggap higher price higher quality tidak lagi menjadi pegangan bangsa Jepang. Mereka justru mengembangkan konsep higher quality low price. Kedua, pengurangan biaya. Dengan perbaikan terus-menerus pada proses produksi diharapkan dapat diperoleh efisiensi tinggi (cost reduction). Ketiga, pengiriman. Produk yang bermutu tinggi dan harga yang rendah, tapi tidak sampai pada pelanggan tepat waktunya tidak akan membuat perusahaan lebih baik. Prinsip kaizen ini terlihat dalam aktivitas produksi perusahaan.
Dalam upaya mencapai kemajuan, aspek pendidikan senantiasa menjadi perhatian penting pemerintah Jepang. Kemajuan pendidikan inilah yang berkorelasi dengan kemajuan industri. Penanaman nilai-nilai dilakukan di bangku sekolah sehingga akhirnya mempertahankan mentalitas positif masyarakat Jepang. Melalui buku ini, kita bisa memperkaya wawasan mengenai budaya masyarakat Negeri Sakura Jepang. Selain itu, kita bisa melakukan introspeksi terkait pola pikir dan mentalitas bangsa kita yang tanpa disadari malah menghambat kemajuan.
HENDRA SUGIANTORO
peresensi bergiat pada Transform Institute Yogyakarta
Dimuat di Perada Koran Jakarta, Kamis 28 Mei 2009
Mungkin siapa pun tidak akan membayangkan ketangguhan Jepang yang pernah luluhlantak akibat bom atom pada 1945. Bom atom yang menghunjam kota Hiroshima dan Nagasaki seolah-olah hanya tragedi memilukan sesaat. Jepang tidak menunggu lama untuk bangkit, bahkan mampu menunjukkan tajinya di hadapan negara-negara yang dikenal mapan. Kemajuan Jepang di bidang teknologi, ekonomi, bisnis, dan lainnya tentu tidak dicapai seketika. Ada proses panjang yang menjadi modal dasar masyarakat Jepang sehingga memiliki karakter pekerja keras, disiplin, hidup sederhana, dan ketinggian semangat untuk belajar. Dikatakan penulis buku, hidup bagi orang-orang Jepang adalah bekerja. Tiada hari tanpa belajar dan bekerja. Masyarakat Jepang disiplin dan menaruh penghargaan tinggi terhadap waktu.
Menilik dari akar sejarah, kemajuan Jepang tidak bisa dilepaskan dari Restorasi Meiji. Restorasi Meiji yang terjadi pada 1866-1869 telah menciptakan perubahan pada struktur politik dan sosial Jepang. Semenjak Restorasi Meiji, pemerintah Jepang terus menjalankan kebijakannya yang salah satunya dengan menerjemahkan dan menerbitkan pelbagai buku dari luar negeri. Para pemuda pun dikirim ke luar negeri untuk belajar sesuai dengan bidangnya masing-masing. Tujuannya adalah untuk mencari ilmu dan menanamkan keyakinan bahwa Jepang akan dapat setara dengan kemajuan dunia Barat. Dalam jangka waktu 30 tahun sejak Restorasi Meiji, Jepang memang merubah wajahnya menjadi negara maju yang kompetitif dengan negara-negara Barat. Kemajuan Jepang ini juga tidak terlepas dari mental bangsa Jepang yang memang telah terbentuk oleh prinsip bushido yang menekankan pentingnya kerja keras, kejujuran, loyalitas kepada pemimpin, kerja sama, tidak egois, tanggung jawab, dan rasa malu.
Selain bushido, ada prinsip kaizen yang menjadi rahasia sukses Jepang. Ada tiga elemen kunci dalam kaizen. Pertama, kualitas. Kualitas tertinggi adalah kualitas yang dapat menyenangkan dan memberikan rasa bangga bagi para pelanggannya. Produk seperti inilah yang seharusnya dibuat perusahaan. Persepsi lama yang menganggap higher price higher quality tidak lagi menjadi pegangan bangsa Jepang. Mereka justru mengembangkan konsep higher quality low price. Kedua, pengurangan biaya. Dengan perbaikan terus-menerus pada proses produksi diharapkan dapat diperoleh efisiensi tinggi (cost reduction). Ketiga, pengiriman. Produk yang bermutu tinggi dan harga yang rendah, tapi tidak sampai pada pelanggan tepat waktunya tidak akan membuat perusahaan lebih baik. Prinsip kaizen ini terlihat dalam aktivitas produksi perusahaan.
Dalam upaya mencapai kemajuan, aspek pendidikan senantiasa menjadi perhatian penting pemerintah Jepang. Kemajuan pendidikan inilah yang berkorelasi dengan kemajuan industri. Penanaman nilai-nilai dilakukan di bangku sekolah sehingga akhirnya mempertahankan mentalitas positif masyarakat Jepang. Melalui buku ini, kita bisa memperkaya wawasan mengenai budaya masyarakat Negeri Sakura Jepang. Selain itu, kita bisa melakukan introspeksi terkait pola pikir dan mentalitas bangsa kita yang tanpa disadari malah menghambat kemajuan.
HENDRA SUGIANTORO
peresensi bergiat pada Transform Institute Yogyakarta