Penyimpangan Seksual di Kalangan Anak dan Remaja

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Suara Mahasiswa REPUBLIKA DIY-JATENG, Kamis, 12 Januari 2012


Salah satu perilaku yang disinyalir Thomas Lickona (dalam Dwi Budiyanto: 2011)
dapat mengarah pada tanda-tanda kehancuran sebuah bangsa adalah perkembangan seksualitas yang cepat dan munculnya penyimpangan seksual. Disadari atau tidak, fakta tersebut terlihat secara nyata di negeri ini. Tidak hanya oleh orang-orang dewasa, perilaku penyimpangan seksual juga dilakukan anak-anak dan remaja.

H
ati kita tentu terasa miris, sebagaimana kerapkali diberitakan, ketika ada anak dan remaja seusia SD-SMA melakukan perkosaan terhadap lawan jenis. Bahkan, antarlawan jenis melakukan seks bebas dengan dalih suka sama suka. Mereka seringkali mengungkapkan alasan melakukan itu karena menonton “film-film biru”. Pada simpul ini, kita ketahui bahwa video compact disk (VCD) dan film yang berbau porno bisa memberikan pengaruh negatif bagi anak dan remaja. Memang tak bisa dimungkiri jika perkembangan industri pornografi di negeri ini relatif pesat. Pada titik ini, anak dan remaja ternyata belum mendapatkan perlindungan maksimal dari bahaya pornografi. Dari berbagai penelitian terkait media dan komunikasi publik, tayangan dan bacaan yang terus-menerus dikonsumsi dapat mempengaruhi pola pikir dan perilaku. Media cetak dan elektronik yang beraroma pornografi tentu bisa mempengaruhi anak dan remaja.

Maka,
kesadaran segenap pihak untuk melindungi anak dan remaja dari bahaya pornografi dan seks bebas diperlukan. Orangtua perlu memantau perkembangan anaknya dan menaruh perhatian seksama. Ada tanggung jawab orangtua yang tidak boleh dilalaikan untuk mendidik anaknya agar mengetahui mana perilaku yang benar dan yang salah, mana perilaku yang susila dan yang asusila. Mengontrol tontonan layar kaca yang disaksikan anak juga perlu dilakukan. Orangtua semestinya memberikan pemahaman dan menjelaskan kepada anak terkait apa yang disaksikan di layar kaca. Kasih sayang dan perhatian orangtua yang proporsional menjadi sebuah keniscayaan untuk mencegah anak dari perilaku menyimpang. Pendidikan akhlak, budi pekerti, moral, dan semacamnya selayaknya mulai disosialisasikan sejak dari lingkungan keluarga.

Begitu juga dengan p
ihak sekolah, nilai-nilai moral dan kesusilaan perlu ditanamkan kepada peserta didik. Pendidikan agama yang tercakup dalam kurikulum pendidikan harapannya bisa menyentuh kesadaran peserta didik sehingga memiliki perilaku mulia dan cerdas untuk menilai tindakan baik dan buruk. Piranti moral, akhlak, dan budi pekerti perlu dimiliki peserta didik, sehingga dapat membedakan mana yang positif dan yang negatif. Di lain pihak, industri media dan komunikasi perlu menyadari bahwa fungsi pers tidak sekadar mencari laba semata, tetapi juga memiliki fungsi pendidikan. Pers harus menyadari perannya untuk turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa, mencerahkan pikiran dan perilaku anak dan remaja.

Tegasnya, kepedulian segenap pihak untuk melindungi anak dan remaja dari terpaan pornografi tak bisa ditawar-tawar lagi. Kita sudah saatnya melindungi anak dan remaja sebagai generasi masa depan dari pengaruh buruk pornografi. Tanggung jawab melindungi anak dan remaja berada di pundak orangtua, sekolah, masyarakat, pemerintah, dan institusi-institusi nonpemerintah yang memang peduli bahwa baik buruknya Indonesia ke depan ditentukan oleh generasi masa kini. Kita tentu saja tak ingin menyaksikan anak dan remaja lebih suka gambar dan tayangan porno ketimbang melahap bacaan bermutu. Kita tak ingin anak-anak sekolah lupa menuntut ilmu dan memperkaya wawasan-pengetahuan karena terlalu nyamannya melakukan seks bebas. Sebelum kehancuran bangsa terjadi sebagaimana diungkapkan Thomas Lickona di atas, kita perlu mencegah dan mengantisipasi. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Mahasiswa Universitas PGRI Yogyakarta
bisnis syariah

0 komentar: