Rahmah El-Yunusiyah, Ibu Pendidikan Indonesia

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Majalah POTRET Edisi 47 Tahun 2011

Pada pemilihan umum pertama negeri ini, beliau terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Dua tahun setelahnya, pada tahun 1957, Universitas Al-Azhar, Mesir, menyematkan gelar “syaikhah” kepadanya. Bagi perempuan, gelar itu merupakan kali pertama diberikan. Banyak laki-laki memperoleh gelar itu, namun beliaulah perempuan pertama yang memperolehnya dari Universitas Al-Azhar. Siapakah beliau?

Nama beliau adalah Rahmah El-Yunusiyah. Beliau lahir di Padang Panjang, Sumatera Barat, pada 20 Desember 1900. Rahmah El-Yunusiyah semasa hidupnya telah menjadi pejuang dan pendidik. Pendidikan bagi perempuan terus beliau perjuangkan dan menjadi prioritas hidupnya. Rahmah El-Yunusiyah layak menjadi Ibu Pendidikan Indonesia mengingat kiprahnya yang luar biasa. Tak hanya ide dan gagasan bagi pendidikan perempuan, Rahmah El-Yunusiyah juga merintis pendirian lembaga pendidikan dan mengelolanya sampai reputasinya diakui di kancah negeri manca.

Awalnya pada 1 November 1923, lembaga pendidikan khusus perempuan didirikan beliau dengan nama Al-Madrasatul Diniyyah. Dalam referensi lain, tertera dengan nama Madrasah Diniyah lil-Banat. Lembaga pendidikan ini terus mengalami perkembangan dan masih menampakkan eksistensinya sampai detik ini. Dipaparkan Aminuddin Rasyad (1988), nama lembaga pendidikan ini lantas diganti dengan nama Diniyyah School Puteri. Rahmah El-Yunusiyah mengkombinasikan bahasa Arab, Belanda dan Melayu (ketika itu) untuk nama lembaga pendidikannya. Orang Belanda dan orang-orang Indonesia yang berpendidikan Barat ketika itu menamakannya dengan Meisjes Diniyyah School. Mereka mengasosiasikan dengan Meisjes Normal School di Padang Panjang yang didirikan oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1918.

Dalam mengembangkan lembaga pendidikannya, Rahmah El-Yunusiyah terus melakukan pergerakan. Berbagai tantangan dan hambatan diselesaikan beliau tanpa mengenal putus asa. Serambi Masjid Pasar Usang adalah tempat belajar yang digunakan beliau pertama kali. Begitu besarnya antusiasme kaum perempuan untuk belajar, maka penyediaan ruangan yang representatif tentu saja diperlukan. Dengan segala hambatan dan cobaan, gedung pun akhirnya dibangun untuk menampung para perempuan yang hendak belajar itu (Lihat, Aminuddin Rasyad, 1983; Deliar Noer, 1973).

Tekad Rahmah El-Yunusiyah untuk mendidik kaum perempuan begitu besarnya. Pikiran, tenaga, dan harta dicurahkan beliau. Karena tak cukup hanya mengandalkan dana dari hartanya dan orang tua murid, Rahmah El-Yunusiyah pun menyempatkan diri untuk menghimpun dana. Dalam buku Riwayat Hidup dan Perjuangan 20 Ulama Besar Sumatera Barat, perjuangan Rahmah El-Yunusiyah ini dituturkan, “Dalam membina Perguruan Diniyyah Puteri ini Rahmah banyak sekali mendapat rintangan. Kalau semula untuk pembiayaan sekolah ini diambilkan dari orang tua murid dan hartanya sendiri, lama-kelamaan tentu tidak mencukupi. Untuk itu ia terpaksa mencari jalan lain dengan melakukan perjalanan keliling di daerah Sumatera, Aceh, sampai ke Semenanjung Melayu (Malaysia sekarang). Dia juga mendapat kesempatan untuk mengajar pada sekolah-sekolah kerajaan di beberapa istana Melayu untuk puteri-puteri Sultan.”(Riwayat Hidup dan Perjuangan 20 Ulama Besar Sumatera Barat Islamic Centre Sumatera Barat, 1981, hlm. 209-210).

Rahmah El-Yunusiyah memang bisa dibilang merupakan perempuan luar biasa. Perempuan ini hidup pada zaman penjajahan Belanda, penjajahan Jepang, Orde Lama, dan awal Orde Baru. Dengan sangat tegas, Rahmah El-Yunusiyah menggariskan penyelenggaraan lembaga pendidikannya berdasarkan atas ajaran Islam dengan tujuan membentuk puteri yang berjiwa Islam dan Ibu Pendidik, yang cakap dan aktif serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan Tanah Air dalam pengabdian kepada Allah SWT.

Dari kacamata luar, lembaga pendidikan yang didirikan Rahmah El-Yunusiyah boleh jadi diidentikkan dengan lembaga pendidikan agama. Anggapan itu sah-sah saja. Namun, pemahaman komprehensif terhadap Islam tak melulu hanya berkutat pada persoalan fikih atau kajian-kajian kitab klasik semata. Islam adalah kehidupan. Islam adalah individu, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Di lembaga pendidikan yang didirikan Rahmah El-Yunusiyah, ilmu agama dan ilmu umum bukan hal yang dikotomis. Selama ilmu itu positif dan maslahat, maka diperlukan bagi upaya penghambaan manusia kepada Allah SWT. Pelajaran keterampilan tak lupa diberikan Rahmah El-Yunusiyah kepada murid-muridnya, seperti pelajaran tenun, anyam-anyaman, masak-memasak, dan jahit-menjahit. Ada juga pelajaran olah raga, kesehatan, bahasa, kesenian, dan sebagainya. Bahkan, Profesor G. H. Bousquet ketika pada tahun 1933 berkunjung ke lembaga pendidikan yang didirikan Rahmah El-Yunusiyah merasa heran. Murid-murid Rahmah El-Yunusiyah juga cakap berbahasa Inggris selain berbahasa Belanda.

Rahmah El-Yunusiyah memiliki cita-cita luhur. Dengan izin Allah SWT, niat dan cita-cita beliau itu mampu memberikan kontribusi positif bagi laju perjalanan negeri ini. Perkembangan lembaga pendidikan yang didirikan beliau terus menapak. Selama 46 tahun di bawah kepemimpinannya, Diniyah School Putri telah berkembang begitu pesat. Beliau mendirikan lembaga untuk pendidikan Al-Qur’an, Menjesal School untuk kaum ibu yang belum mampu baca tulis, Freubel School (Taman Kanak-Kanak), Junior School (setingkat HIS), hingga Diniyyah School Puteri 7 tahun secara berjenjang dari tingkat Ibtidaiyah (4 tahun) dan Tsanawiyah (3 tahun). Beliau juga mendirikan Sekolah Tenun pada tahun 1936 di kompleks Diniyyah School Puteri. Pada tahun 1937 didirikan program Kulliyat al-Mu’allimat al-Islamiyah (3 tahun) untuk mendidik calon guru. Rahmah El-Yunusiyah juga mendirikan Kulliyatul Mu’allimin el-Islamiyah untuk Diniyyah School Putra pada tahun 1939. Untuk tingkat perguruan tinggi didirikan Fakultas Tarbiyah dan Dakwah pada tahun 1967. Fakultas Tarbiyah dan Dakwah ini diubah menjadi Fakultas Dirasat Islamiyah pada tahun 1969. Catatan menyebutkan, pada tahun 1969, lulusan fakultas Dirasat Islamiyah ini telah dipersamakan dengan lulusan Fakultas Ushuluddin Institut Agama Islam Negeri (IAIN)—kini Universitas Islam Negeri. Hal itu mendapatkan legitimasi lewat Surat Keputusan Menteri Agama RI No. 117/1969 (Lihat, Emma Yohana M, 1981; Junaidatul Munawaroh, 2002). Catatan juga menyebutkan, pada tahun 1935, Rahmah El-Yunusiyah mendirikan tiga buah Sekolah Diniyyah di Jakarta. Pada 1951 mendirikan SMP Diniyyah di Jakarta

Selama memimpin dan mengelola lembaga pendidikan itu, Rahmah El-Yunusiyah telah melakukan kaderisasi yang terhitung berhasil. Murid-murid beliau juga memiliki reputasi di negeri manca. Banyak murid-murid dari Diniyyah School Puteri yang menjadi guru tidak hanya di Indonesia, tapi juga sampai ke Singapura dan Malaysia. Rahmah El-Yunusiyah sepanjang hidupnya terus mengabdikan diri di jalan Allah SWT dengan mendidik kaum perempuan. Ketetapan Universitas Al-Azhar, Mesir, menyematkan gelar “syaikhah” kepada Rahmah El-Yunusiyah jelas merupakan prestasi bagi Indonesia. Saat usia 68 tahun, tepatnya 26 Februari 1969, Rahmah El-Yunusiyah meninggalkan negeri ini dengan jejak-jejaknya yang mengagumkan.

Pastinya, riwayat Rahmah El-Yunusiyah masih begitu panjang dan belum tercakup lewat tulisan ini. Di tengah “kehijauan” penulis, penulis memohon maaf jika ada kekeliruan dalam pemaparan maupun pengambilan referensi. Penulis melakukan ikhtiar menyelamatkan Rahmah El-Yunusiyah dalam teks untuk melawan lupa. Di negeri ini pernah lahir perempuan besar. Seorang perempuan yang menggambarkan kebesaran Indonesia: Rahmah El-Yunusiyah. Wallahu a’lam.

HENDRA SUGIANTORO