Dimuat di Nguda Rasa KORAN MERAPI, Selasa, 8 November 2011
Jalan hidup masing-masing diri kita tak selamanya mulus. Tak ada di antara kita yang sempurna. Setiap diri kita memiliki kelebihan dan kekurangan. Ujian dan cobaan dalam kehidupan merupakan keniscayaan. Namun, tak banyak dari kita yang memaknai kehidupan secara cerdas. Kita yang selalu saja melihat kekurangan dan akhirnya rendah diri dalam menjalani kehidupan.
Kita juga mudah putus asa dan menyerah dengan pelbagai rintangan. Hambatan-hambatan yang menerpa menjadikan kita merasa tidak yakin akan jalan keberhasilan. Banyak dari kita yang berdalih pada takdir ketika hidup dalam kemiskinan dan keterpurukan, padahal belum mencurahkan usaha optimal. Lebih memilukan ketika kita miskin harapan dan cita-cita, sehingga hidup dibiarkan mengalir apa adanya.
Kesuksesan tentu tak hanya milik Thomas Alva Edison. Siapa pun diri kita perlu mendekap keberhasilan hidup. Kita harus memiliki harapan dan cita-cita. Setiap diri kita harus bertindak dan bekerja keras membangun kehidupan. Potensi yang kita miliki pada dasarnya luar biasa. Allah SWT menciptakan kita sebagai manusia dibekali dengan potensi. Memang tak ada manusia yang sama dalam hal kemampuan, namun tidak ada satu manusia pun yang tak memiliki kemampuan. Apapun kemampuan itu perlu dikembangkan dan diaktualisasikan secara positif dalam kehidupan. Bahkan, keterbatasan bukan hambatan dan ganjalan untuk meraih kesuksesan. Masih ingatkah dengan kisah Helen Keller?
Helen Keller(1880-1968) bisa menjadi contoh luar biasa dari perjuangan seorang perempuan dengan keterbatasan fisik. Sejak berusia 19 bulan, ia mengalami kebutaan, ketulian, dan kebisuan akibat suatu penyakit. Menghadapi kondisi seperti Helen Keller, apa yang kita bayangkan? Helen Keller pun menampakkan sisi manusiawi ketika harus berhadapan dengan kondisi yang tak diduganya. Ia merasa benci dengan kondisinya, marah, tak terima, dan semacamnya. Perempuan yang lahir pada 27 Juni 1880 di Tuscumbia, Amerika Serikat, itu akhirnya menemukan kehidupan kembali ketika datang seorang guru bernama Annie Sullivan. Saat usia Helen Keller menjelang 7 tahun, Annie Sullivan telah memulai langkah untuk membimbing, mengajar, dan memotivasi Helen Keller.
Perjalanan Helen Keller dengan gurunya telah menampakkan tanda bahwa siapa pun manusia memiliki potensi. Dengan keterbatasan fisik, Helen Keller bisa menempuh jenjang pendidikan tinggi di Radcliffe College dan lulus dengan predikat mengagumkan. Ia lulus dari perguruan tinggi khusus perempuan yang merupakan cabang dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, itu pada usia sekitar 24 tahun. Bahkan, Helen Keller konon sebagai perempuan buta-tuli-bisu pertama dalam sejarah yang berhasil menamatkan pendidikan sampai jenjang perguruan tinggi. Helen Keller memiliki riwayat yang layak dikenang sampai akhir hayatnya. Ia telah menghasilkan karya tulis, termasuk menulis pengalaman hidupnya dalam The Story of My Life dan Midstream: My Later Life. Ia sempat berkeliling dunia untuk mengkampanyekan keadilan bagi warga dunia yang mengalami keterbatasan fisik. Bagi pendidikan anak-anak dengan keterbatasan fisik, ia juga beraktivitas untuk menghimpun dana.
Begitulah kisah Helen Keller. Bagi kita yang memiliki keterbatasan fisik bukan berarti tidak memiliki potensi dahsyat. Perempuan buta, tuli, dan bisu seperti Helen Keller ternyata bisa lulus dari perguruan tinggi. Helen Keller juga bisa berbahasa berbagai bahasa, seperti Perancis, Jerman, dan Yunani. Keberhasilan milik siapa pun yang mau berusaha dan bekerja keras tanpa peduli kondisi fisik yang dimiliki. Keberhasilan adalah konsekuensi logis dari perjuangan yang kita lakukan. Justru perjuangan akan menampakkan makna berbeda pada individu-individu yang berada dalam keterbatasan. Kita yang diberi kelengkapan fisik tentu harus malu apabila tak mampu mengembangkan diri dan berkontribusi bagi kehidupan. Kita perlu terus berusaha dan memanjangkan doa kepada Sang Pencipta.
Meminjam istilah Pariman Siregar(2009), kesuksesan hidup tak lagi menjadi hak (success is right), tetapi sebuah keharusan (success isn’t a right but it’s a must). Pelajar, mahasiswa, tukang becak, pedagang di pasar, tukang bakso, pekerja kantor, ibu rumah tangga, guru di sekolah, dan siapa pun kita harus menjemput kesuksesan. Siapa pun kita hanya dituntut untuk terus berpikir, berjuang, dan berkarya dengan sebenar-benarnya. Bukankah tak ada orang yang mengetahui takdirnya sebelum benar-benar terjadi? Takdir keberhasilan hidup milik siapa pun.
Dalam meraih keberhasilan, kita tentu harus mencintai proses. Kita bisa belajar dari pohon bambu yang menjulang ke atas setelah sekian lama menguatkan akarnya ke tanah. Pertumbuhan pohon bambu tak datang seketika pada tahun-tahun awal. Namun, lihatlah pohon bambu meliuk diterpa angin dan tetap tertancap kokoh. Maka, kesuksesan tak perlu ditempuh dengan mengambil jalan pintas atau menghalalkan cara salah. Kesuksesan kita akan bertahan kokoh ketika kita bersedia mencintai proses meskipun terhadang kesulitan. Kini saatnya kita menjemput kesuksesan. Bahkan, untuk meraih kesuksesan itu, kita harus bangun lebih cepat, bekerja lebih giat, berpikir lebih keras, bergerak lebih tangkas dari biasanya manusia-manusia lain lakukan. Dan, kesuksesan kita harus memberikan hal yang bermanfaat bagi kehidupan. Wallahu a’lam.