Taat Aturan Saat Kampanye, Bung!

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Suara Mahasiswa Harian Jogja, Selasa, 17 Februari 2009
MENJELANG pemilihan calon anggota legislatif, alat peraga kampanye kian meramaikan hampir seluruh ruang publik. Bendera, spanduk, baliho, pamflet, dan sejenisnya terlihat semarak, baik dari parpol maupun caleg yang mencalonkan diri. Itu semua tentu saja merupakan kewajaran. Sebagai salah satu bentuk komunikasi politik, alat peraga kampanye masih dinilai relevan diterapkan. Harapannya, masyarakat sedikit banyak terpengaruh dengan alat peraga kampanye yang ditebar parpol dan para caleg. Ruang publik tentu perlu digunakan semaksimal mungkin agar parpol dan para caleg dapat mengenalkan diri melalui media nonverbal. Termasuk dalam kategori ruang publik ini adalah area Pasar Malam Perayaan Sekaten (PMPS) di Alun-alun Utara Jogja.
Meskipun pemasangan alat peraga kampanye di ruang publik merupakan keniscayaan, namun persoalan terjadi jika parpol dan para caleg tidak mengindahkan peraturan. Area PMPS yang semestinya bersih dari alat peraga kampanye berdasarkan Peraturan Walikota No 2/2009 tentang Pemasangan Alat Peraga Kampanye Legislatif justru dilanggar oleh (sebagian) parpol dan caleg. Tindakan penertiban oleh Dinas Ketertiban Kota, KPU dan Panwaslu serta dibantu oleh pihak kepolisian jelas perlu dilakukan.

Berpikir jernih, tindakan sebagian parpol dan caleg memasang alat peraga dan atribut kampanye di area PMPS bisa dikatakan sebagai ”catatan hitam”. Pasalnya, ada aturan yang jelas-jelas tidak dipatuhi. Dalam Peraturan KPU No 19/2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD disebutkan bahwa caleg bisa melakukan kampanye dimanapun asalkan tidak melanggar larangan kampanye dan peraturan perundang-undangan (Pasal 12 poin g). Perumusan Perwal No 2/2009 yang merupakan revisi dari Perwal No 36/2008 tentu memiliki legalitas. Dalam Peraturan KPU No 19/2008 Pasal 13(5) poin d dijelaskan bahwa pemerintah daerah bisa membuat peraturan agar pemasangan alat peraga kampanye tetap mempertimbangkan etika, estetika, kebersihan, dan keindahan kota atau kawasan setempat.
Dengan demikian, pihak-pihak yang memasang alat peraga kampanye di area PMPS amat perlu dipertanyakan kredibilitas dan integritasnya. Area PMPS seolah-olah dijadikan ajang kampanye, bahkan ada petugas wahana permainan yang mengenakan kaos terpampang gambar caleg tertentu. Memang benar area PMPS yang dijejali banyak masyarakat pengunjung cukup efektif untuk ajang kampanye, tapi peraturan tidak boleh ditebas semaunya. Justru perilaku seperti itu mencerminkan rendahnya kualitas caleg dan juga parpol. Anehnya, ada pihak yang sudah mendapatkan peringatan dari Panwaslu Kota Jogja, tapi tetap saja ngeyel. Pihak parpol dan caleg seharusnya tahu diri sebelum Dinas Ketertiban Kota membersihkan alat peraga kampanye.
Bagi sebagian pihak, pemasangan alat peraga kampanye di area PMPS mungkin dianggap masalah sepele. Pelanggaran-pelanggaran kampanye dinilai lumrah mengingat sudah bukan rahasia lagi. Tidak hanya di area PMPS, di luar arena PMPS pun ditemukan pelanggaran-pelanggaran. Yang perlu ditegaskan, apapun alasannya pelanggaran adalah wujud ketidaktaatan. Memang lambat laun pelanggaran-pelanggaran seperti itu akan terlupakan, tapi pelanggaran dari hal yang bersifat sepele dimungkinkan akan merembet ke pelanggaran-pelanggaran lainnya yang lebih besar.
Dalam hal ini, Panwaslu bisa saja mengumumkan pihak-pihak yang melakukan pelanggaran sebagai salah satu bentuk pendidikan politik. Masyarakat sebagai subjek perubahan perlu mengetahui siapa saja yang tidak taat aturan selama kampanye. Panwaslu bekerjasama dengan KPU bisa mengkategorikan pelanggar-pelanggar kampanye sebagai caleg bermasalah. Caleg-caleg bermasalah selama kampanye itu diumumkan kepada publik sebagai sanksi sosial. Entah nanti masyarakat akan memilihnya atau tidak, itu hak prerogatif masyarakat pemilih. Masyarakat yang kian cerdas pastinya akan memilih caleg yang memiliki kredibilitas dan integritas yang salah satunya terlihat dari ketaatan terhadap peraturan. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY)

0 komentar: