Ijazah Ilegal dan Sikap Pragmatis

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Pendapat Guru Kedaulatan Rakyat, Jum'at 13 Maret 2009
Kasus ijazah ilegal mengguncang kota Jogja. Keprihatinan pun menyeruak. Siapa pun miris dan bersedih menyaksikan kasus ijazah ilegal terjadi di kota yang tercitrakan sebagai kota pendidikan. Penulis pun hanya diam tak tahu harus berkata apa ketika mengikuti pemberitaan media massa. Tidak hanya diberitakan di kota gudeg ini, pemberitaan kasus ijazah ilegal diberitakan menembus batas-batas wilayah Jogja, bahkan sampai luar Jawa.
Pastinya, permasalahan ijazah ilegal telah menjadi fenomena mencemaskan. Jika kini STKIP Catur Sakti yang diduga mengeluarkan ijazah ilegal menjadi bahan berita, kasus serupa sebelumnya pernah terdengar. Tidak menutup kemungkinan jika kasus ijazah ilegal akan terulang kembali. Dalam hal ini, dunia pendidikan Jogja dituntut melakukan introspeksi. Pengawasan dan kontrol terhadap PTS perlu menjadi catatan penting. Terkait kasus ijazah ilegal di STKIP Catur Sakti, misalnya, mengapa kasusnya diketahui saat ini, padahal disinyalir sudah berlangsung sejak tahun 2002? Dari tahun 2002 sampai tahun 2008, 1400 ijazah ilegal telah diterbitkan, bahkan beberapa lulusannya menggunakan ijazah ilegal itu untuk bekerja di sebuah instansi. Lantas, bagaimana fungsi pengawasan yang dilakukan selama ini?
Kasus ijazah ilegal memang selayaknya ditangani secara arif. Sanksi tegas kepada PTS yang telah dipastikan secara hukum mengeluarkan ijazah ilegal harus diberikan agar memberikan efek jera dan tidak terulang kasus serupa di kemudian hari. Lebih dari itu, Kopertis seyogianya bekerja lebih ekstra lagi melakukan pembinaan dan pengontrolan terhadap PTS. Khusus di DIY, Kopertis Wilayah V ditantang agar kelak kasus ijazah ilegal tidak melanda Jogja. Memang kebutuhan informasi publik menjadi hal yang niscaya agar diketahui PTS-PTS mana yang bermasalah, tapi mencegah PTS agar tidak bermasalah menjadi hal utama. Jangan sampai kota Jogja turun derajatnya akibat tidak terjaminnya mutu perguruan tinggi khususnya PTS. Sah-sah saja PTS didirikan di kota ini, tapi janganlah asal-asalan dalam mengelolanya. Pada titik ini, izin pendirian PTS di kota Jogja juga harus dilakukan secara ketat dan selanjutnya perlu dikontrol seintensif mungkin.
Di sisi lain, fenomena ijazah ilegal tidak harus melulu dilihat dari sudut hukum. Kasus ijazah ilegal sebenarnya merupakan sikap mental pragmatis masyarakat yang terjadi secara meluas. Perilaku mengambil jalan pintas hampir terjadi di seluruh lini kehidupan. Kasus korupsi, misalnya, berkait kelindan dengan kasus ijazah ilegal. Sikap mental bersifat pragmatis, kata Aspiannor Masrie (2007), terlihat dari budaya masyarakat materialistis dengan memandang sesuatu dari benda yang dimiliki tanpa pernah bertanya darimana semuanya didapat. Demi mengejar jabatan atau tujuan tertentu, ijazah ilegal pun dihalalkan. Persoalan menjadi kian rumit jika sikap mental pragmatis justru terjadi di dunia pendidikan. Pendidikan sebagai kunci membangun karakter suatu masyarakat malah membudayakan perilaku menghalalkan segala cara. Mungkin bisa saja dikatakan maraknya kasus ijazah ilegal akibat tuntutan kepemilikan gelar sarjana, tapi apakah tuntutan itu harus dilakukan secara tidak benar? Jika karakter kerja keras dan daya juang telah terinternalisasi, maka tuntutan itu menjadi sebuah tantangan meningkatkan kualifikasi personal.
Tampaknya, pola pikir bahwa harga diri seseorang ditentukan dari materi semata perlulah dirombak. Pola pikir semacam itu telah merasuk kuat di benak masyarakat sehingga hanya menghargai seseorang dari gelar, jabatan, harta, dan materi-materi lainnya. Justru yang harus ditekankan adalah derajat seseorang dilihat dari kemampuan dan kontribusinya bagi masyarakat. Pola pikir materialistis membentuk sikap mental pragmatis, termasuk halnya yang terjadi pada kasus ijazah ilegal. Jika pun gelar sarjana adalah tuntutan, maka itu diraih secara legal dengan tujuan meningkatkan kualifikasi untuk berkontribusi membangun masyarakat. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Pemerhati pendidikan pada Transform Institute pada Universitas Negeri Yogyakarta
http://www.kr.co.id/web/detail.php?sid=193867&actmenu=43

0 komentar: