Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Suara Mahasiswa Harian Seputar Indonesia, Selasa 17 Maret 2009
DALAM hajatan Pemilu, kampanye parpol dan caleg memang penting. Pada titik ini, tampaknya masih tersirat kesan bahwa elite politik menganggap masyarakat kurang cerdas. Ada sebagian parpol dan juga caleg menebar iklan kampanye yang cenderung mengasumsikan masyarakat tidak kritis. Seperti kita lihat, ada parpol memanfaatkan suatu kebijakan penurunan harga BBM untuk memikat hati masyarakat. Tentu kita bisa bertanya, apakah parpol yang mengiklankan itu melupakan efek kenaikan harga BBM? Boleh jadi penurunan harga BBM tidak sebanding dengan penderitaan masyarakat ketika harga-harga kebutuhan pokok melambung akibat kenaikan BBM.
Terkait klaim keberhasilan pemerintahan, tidak hanya satu parpol yang memanfaatkannya. Apapun kebijakan dan hasil kebijakan yang ternyata berkontribusi positif bagi masyarakat dijadikan senjata kampanye. Entah, siapa yang mau menjadikan kasus lumpur Lapindo dan derita korbannya sebagai materi kampanye. Jika parpol dalam kampanye selalu menampakkan yang baik, itu merupakan keniscayaan. Pertanyaannya, benarkah wajah negeri ini benar-benar baik seperti diiklankan beberapa parpol yang mengungkap keberhasilan roda pemerintahan? Disadari atau tidak, lapisan masyarakat yang hidup tertindas di negeri ini seolah-olah dianggap tidak ada. Masyarakat marjinal adalah suara bisu yang tak terdengar di telinga elite politik yang berburu kekuasaan. Korban lumpur Lapindo, keberadaan anak jalanan, tenaga kerja yang teraniaya, dan balita gizi buruk dilupakan. Mengapa yang diklaim adalah keberhasilan? Mengapa yang diklaim bukan kegagalan?
Di sisi lain, ada parpol dan caleg memanfaatkan penderitaan masyarakat sebagai jualan kampanye. Siapapun caleg akan berkata memperjuangkan masyarakat kecil. Pengentasan kemiskinan, pembukaan lapangan kerja, pendidikan murah, dan sejenisnya menjadi tema parpol dan caleg dalam kampanyenya. Pernyataan-pernyataan klise yang acap kali disuarakan parpol dan caleg karena memang tidak mungkin ada parpol dan caleg berkampanye tidak untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat.
Jika mau jujur, belum ada parpol dan caleg menjabarkan secara lebih rinci langkah-langkah pelaksanaan programnya. Yang dilakukan hanyalah mengandalkan kalimat-kalimat propaganda dalam kampanyenya. Bahkan, ada juga sebagian parpol dan caleg melakukan money politics untuk membeli suara masyarakat. Dari kampanye seperti itu, kualitas dan kemampuan yang sesungguhnya dari parpol dan caleg dalam memperjuangkan kemaslahatan hidup masyarakat belum bisa diketahui secara benderang. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/221615/
Dimuat di Suara Mahasiswa Harian Seputar Indonesia, Selasa 17 Maret 2009
DALAM hajatan Pemilu, kampanye parpol dan caleg memang penting. Pada titik ini, tampaknya masih tersirat kesan bahwa elite politik menganggap masyarakat kurang cerdas. Ada sebagian parpol dan juga caleg menebar iklan kampanye yang cenderung mengasumsikan masyarakat tidak kritis. Seperti kita lihat, ada parpol memanfaatkan suatu kebijakan penurunan harga BBM untuk memikat hati masyarakat. Tentu kita bisa bertanya, apakah parpol yang mengiklankan itu melupakan efek kenaikan harga BBM? Boleh jadi penurunan harga BBM tidak sebanding dengan penderitaan masyarakat ketika harga-harga kebutuhan pokok melambung akibat kenaikan BBM.
Terkait klaim keberhasilan pemerintahan, tidak hanya satu parpol yang memanfaatkannya. Apapun kebijakan dan hasil kebijakan yang ternyata berkontribusi positif bagi masyarakat dijadikan senjata kampanye. Entah, siapa yang mau menjadikan kasus lumpur Lapindo dan derita korbannya sebagai materi kampanye. Jika parpol dalam kampanye selalu menampakkan yang baik, itu merupakan keniscayaan. Pertanyaannya, benarkah wajah negeri ini benar-benar baik seperti diiklankan beberapa parpol yang mengungkap keberhasilan roda pemerintahan? Disadari atau tidak, lapisan masyarakat yang hidup tertindas di negeri ini seolah-olah dianggap tidak ada. Masyarakat marjinal adalah suara bisu yang tak terdengar di telinga elite politik yang berburu kekuasaan. Korban lumpur Lapindo, keberadaan anak jalanan, tenaga kerja yang teraniaya, dan balita gizi buruk dilupakan. Mengapa yang diklaim adalah keberhasilan? Mengapa yang diklaim bukan kegagalan?
Di sisi lain, ada parpol dan caleg memanfaatkan penderitaan masyarakat sebagai jualan kampanye. Siapapun caleg akan berkata memperjuangkan masyarakat kecil. Pengentasan kemiskinan, pembukaan lapangan kerja, pendidikan murah, dan sejenisnya menjadi tema parpol dan caleg dalam kampanyenya. Pernyataan-pernyataan klise yang acap kali disuarakan parpol dan caleg karena memang tidak mungkin ada parpol dan caleg berkampanye tidak untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat.
Jika mau jujur, belum ada parpol dan caleg menjabarkan secara lebih rinci langkah-langkah pelaksanaan programnya. Yang dilakukan hanyalah mengandalkan kalimat-kalimat propaganda dalam kampanyenya. Bahkan, ada juga sebagian parpol dan caleg melakukan money politics untuk membeli suara masyarakat. Dari kampanye seperti itu, kualitas dan kemampuan yang sesungguhnya dari parpol dan caleg dalam memperjuangkan kemaslahatan hidup masyarakat belum bisa diketahui secara benderang. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/221615/
0 komentar:
Posting Komentar