Menggugat Caleg Busuk

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Tulisan ini dimuat di Suara Pembaca Duta Masyarakat (Selasa, 14/4), jagongan Harian Jogja (Rabu, 15/4)
Pemilihan umum legislatif telah usai dilakukan. Hasil hitung cepat (quick count) yang dipublikasikan memperlihatkan perolehan suara masing-masing parpol secara nasional. Meskipun hasil penghitungan suara secara resmi merupakan wewenang Komisi Pemilihan Umum (KPU), masyarakat sudah bisa menyaksikan seberapa besar perolehan suara parpol yang didukungnya. Namun demikian, hasil hitung cepat tentu saja tidak bisa menggambarkan berapa banyak perolehan kursi setiap parpol dan siapa caleg terpilih untuk duduk di parlemen.
Yang menjadi catatan, pemilihan umum legislatif 2009 ternyata begitu kental dengan fenomena politik uang. Amat disayangkan, harapan terciptanya pemilihan umum yang jujur dan bersih ternodai dengan kasus jual beli suara. Tingkah polah oknum caleg yang berpolitik busuk merupakan cermin bobroknya integritas calon-calon anggota dewan yang akan duduk di parlemen pada periode mendatang. Politik uang jelas merupakan tamparan keras bagi sebuah cita-cita menciptakan wajah parlemen yang lebih bermartabat. Mungkin saja caleg yang bermain uang ada yang tidak terpilih, tapi tetap dimungkinkan hadir di kursi anggota dewan.

Dengan demikian, bayang-bayang pesimisme masih terasa terkait wajah parlemen periode mendatang. Upaya menembus gedung dewan dengan cara-cara tidak jujur merupakan pertanda mencemaskan. Di sisi lain, upaya mengembalikan modal kampanye bisa dilakukan caleg-caleg terpilih ketika nantinya duduk di kursi dewan. Ada sebagian caleg yang sekadar berburu kekuasaan tanpa memaknai sebuah kekuasaan sebagai pengabdian. Padahal, tugas berat parlemen ke depan adalah menegakkan kembali kewibawaannya dan memulihkan kembali citranya. Jangan jauh dari aspirasi rakyat. Jangan larut dalam kepentingan sesaat dan sempit yang menyandera kepentingan lebih luas (Alfan Alfian:2008). Pertanyaannya, apakah hal itu mungkin dilakukan setelah melihat drama politik busuk (sebagian) caleg menuju gedung dewan periode 2009-2014?
Jika mau menangis, maka menangislah. Siapa pun yang masih memiliki nurani akan merasakan kegetiran menyaksikan geliat busuk (sebagian) caleg. Jika harapan parlemen bermartabat masih ada, harapan itu adalah agar caleg-caleg pragmatis yang beruntung terpilih menyadari bahwa amanah anggota dewan bukan main-main. Di tengah jabatan anggota dewan, ada jutaan masyarakat yang tidak bisa dipermainkan nasib hidupnya. Silakan jika Anda ingin menjadikan parlemen sebagai ajang mencari nafkah, tapi ingatlah ada masyarakat yang hidup dalam kemiskinan struktural. Ingatlah anak-anak bergizi buruk yang masih bertebaran jika Anda hanya ingin berfoya-foya. Anda boleh saja memakan harta negara, tapi ingatlah masyarakat yang kelaparan tanpa perhatian negara. Masyarakat memang bisa dipermainkan dengan permainan politik busuk yang Anda lakukan, tapi suatu saat masyarakat akan bangkit kesadarannya untuk melakukan perlawanan. Drama politik busuk menjelaskan Indonesia dalam kondisi darurat. Adakah bisa menjamin kesabaran masyarakat untuk menghadirkan wajah parlemen benar-benar bermartabat sampai lima tahun mendatang? Jika Anda tidak berniat mengabdi, ambil langkah bijak mengundurkan diri daripada membuat malapetaka. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Email: lpmtransformasi_uny@yahoo.co.id

0 komentar: