Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Bebas Bicara Bernas Jogja, Selasa, 10 Februari 2009
Dikatakan Walikota Yogyakarta Herry Zudianto jika biaya sekolah untuk jenjang SD dan SMP/MTs Negeri mulai awal bulan pada tahun 2009 ini tidak ada penarikan biaya dari orang tua siswa. Pemerintah kota Jogja telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 28,7 miliar dalam APBD Kota Yogyakarta agar kebijakan penggratisan biaya sekolah dapat terlaksana secara baik. Anggaran dalam APBD Kota Yogyakarta itu akan ditambah sekitar Rp 7 miliar yang harapannya berasal dari pemerintah provinsi DIY sehingga kebutuhan dana sebesar Rp 35,7 miliar dapat terpenuhi. Di lain pihak, DPRD Sleman juga mengusulkan agar Dinas Pendidikan Sleman bisa menerapkan pendidikan gratis secepatnya.
Tentu saja, kebijakan penggratisan biaya sekolah bagi siswa SD dan SMP bukanlah hal yang luar biasa. Pasalnya, amanat konstitusi telah tegas menyatakan bahwa pendidikan dasar bagi anak-anak Indonesia dibiayai oleh negara. Dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat 2 tertera bahwa warga negara wajib memperoleh pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Kata “wajib” dalam teks tersebut mengandung penekanan yang amat kuat agar pemerintah sebagai representasi negara tidak mengabaikannya. Dengan kata lain, pemerintah berkewajiban menopang kebutuhan sekolah agar tidak memungut biaya sepeser pun dari orang tua siswa pada jenjang pendidikan dasar. Dalam UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab VI Pasal 17 (2) disebutkan pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat.
Dengan demikian, penggratisan biaya sekolah pada jenjang pendidikan dasar merupakan langkah progresif pemerintah dalam menaati UUD 1945 dan ketentuan perundangan lainnya. UU No 20/2003 tentang Sisdiknas Bab VIII Pasal 34 (2) menyebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Jadi, apa yang dilakukan pemerintah kota Jogja dan (mungkin) pemerintah kabupaten lainnya di wilayah DIY dengan tidak memungut biaya dari orang tua siswa pada jenjang pendidikan dasar merupakan amanat yang memang harus dilaksanakan. Bahkan, penggratisan biaya sekolah pada jenjang pendidikan dasar tidak membedakan antara sekolah negeri dan sekolah swasta. Apalagi pada jenjang pendidikan dasar dimana pemerintah dan pemerintah daerah memang berkewajiban menyelenggarakannya.
Pastinya, penggratisan biaya sekolah bagi siswa SD dan SMP layak diapresiasi. Meskipun demikian, hal penting yang perlu diperhatikan adalah pendidikan tidak hanya menyangkut persoalan biaya. Pendidikan adalah—meminjam istilah Anis Matta–seni membentuk manusia. Pendidikan untuk membangun kualitas manusia tidak terlepas dari faktor lainnya, seperti guru, kurikulum, dan bahan pembelajaran. Kebijakan sekolah gratis sebagai ketaatan terhadap konstitusi tentu saja merupakan proses berkelanjutan untuk membangun kualitas individu manusia. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Pegiat Profetik Student Center UNY
Dimuat di Bebas Bicara Bernas Jogja, Selasa, 10 Februari 2009
Dikatakan Walikota Yogyakarta Herry Zudianto jika biaya sekolah untuk jenjang SD dan SMP/MTs Negeri mulai awal bulan pada tahun 2009 ini tidak ada penarikan biaya dari orang tua siswa. Pemerintah kota Jogja telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 28,7 miliar dalam APBD Kota Yogyakarta agar kebijakan penggratisan biaya sekolah dapat terlaksana secara baik. Anggaran dalam APBD Kota Yogyakarta itu akan ditambah sekitar Rp 7 miliar yang harapannya berasal dari pemerintah provinsi DIY sehingga kebutuhan dana sebesar Rp 35,7 miliar dapat terpenuhi. Di lain pihak, DPRD Sleman juga mengusulkan agar Dinas Pendidikan Sleman bisa menerapkan pendidikan gratis secepatnya.
Tentu saja, kebijakan penggratisan biaya sekolah bagi siswa SD dan SMP bukanlah hal yang luar biasa. Pasalnya, amanat konstitusi telah tegas menyatakan bahwa pendidikan dasar bagi anak-anak Indonesia dibiayai oleh negara. Dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat 2 tertera bahwa warga negara wajib memperoleh pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Kata “wajib” dalam teks tersebut mengandung penekanan yang amat kuat agar pemerintah sebagai representasi negara tidak mengabaikannya. Dengan kata lain, pemerintah berkewajiban menopang kebutuhan sekolah agar tidak memungut biaya sepeser pun dari orang tua siswa pada jenjang pendidikan dasar. Dalam UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab VI Pasal 17 (2) disebutkan pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat.
Dengan demikian, penggratisan biaya sekolah pada jenjang pendidikan dasar merupakan langkah progresif pemerintah dalam menaati UUD 1945 dan ketentuan perundangan lainnya. UU No 20/2003 tentang Sisdiknas Bab VIII Pasal 34 (2) menyebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Jadi, apa yang dilakukan pemerintah kota Jogja dan (mungkin) pemerintah kabupaten lainnya di wilayah DIY dengan tidak memungut biaya dari orang tua siswa pada jenjang pendidikan dasar merupakan amanat yang memang harus dilaksanakan. Bahkan, penggratisan biaya sekolah pada jenjang pendidikan dasar tidak membedakan antara sekolah negeri dan sekolah swasta. Apalagi pada jenjang pendidikan dasar dimana pemerintah dan pemerintah daerah memang berkewajiban menyelenggarakannya.
Pastinya, penggratisan biaya sekolah bagi siswa SD dan SMP layak diapresiasi. Meskipun demikian, hal penting yang perlu diperhatikan adalah pendidikan tidak hanya menyangkut persoalan biaya. Pendidikan adalah—meminjam istilah Anis Matta–seni membentuk manusia. Pendidikan untuk membangun kualitas manusia tidak terlepas dari faktor lainnya, seperti guru, kurikulum, dan bahan pembelajaran. Kebijakan sekolah gratis sebagai ketaatan terhadap konstitusi tentu saja merupakan proses berkelanjutan untuk membangun kualitas individu manusia. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Pegiat Profetik Student Center UNY
0 komentar:
Posting Komentar