Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Pustaka HARIAN BHIRAWA, Jum'at, 28 Juni 2013
Judul Buku: Dahsyatnya
Gigih! Penulis: T. Wahyu Prasetyahadi Penerbit:
Palapa, Yogyakarta Cetakan: I, Januari 2013 Tebal: 160 halaman ISBN: 978-602-255-032-7
Nama Chairul Tanjung tak asing lagi bagi kita. Apalagi setelah buku otobiografinya “Chairul Tanjung, Si Anak Singkong” terbit menyapa publik. Kesuksesan beliau berwirausaha patut diacungi jempol. Kita tak perlu lagi membahas seberapa besar kekayaan beliau saat ini. Ia termasuk salah satu orang terkaya di negeri ini sebagaimana Sandiaga Uno dan Hary Tanoesoedibjo. Yang menarik, mereka memulai wirausaha dan bisnisnya dari titik nol. Lewat buku ini, selain membaca jejak perjalanan mereka sampai menjadi pebisnis sukses, kita bisa meresapi kegigihan dan nilai-nilai sukses mereka sebagai pelajaran bermakna bagi kita.
Berkat buku otobigrafinya, Chairul Tanjung perlahan identik dengan Si Anak Singkong. Singkong adalah makanan tradisional. Meskipun memakan singkong bukan berarti orang ndeso, namun sebutan anak singkong identik dengan anak miskin. Ada judul lagu “Singkong dan Keju’ yang menggambarkan sisi kontras antara anak orang miskin dan anak orang kaya (hlm. 15). Chairul Tanjung memang berangkat dari kondisi keluarga yang miskin. Namun, kemiskinan bukan menjadi dalih bersikap fatalistik. Akibat efek dari pendidikan keluarganya, ia menjelma menjadi sosok yang gigih belajar dan bekerja. Orangtuanya mempunyai prinsip pendidikan adalah langkah yang harus ditempuh dengan segala upaya agar bisa keluar dari jerat kemiskinan.
Salah satu sisi mengharukan yang layak disimak adalah ketika Chairul Tanjung memasuki bangku perguruan tinggi di Universitas Indonesia. Total uang yang harus dibayarkan saat diterima kuliah itu Rp. 75.000,00. Untuk ukuran saat ini, uang sejumlah itu terbilang sedikit, namun berbeda pada era 1980-an. Bagi keluarga miskin seperti keluarga Chairul Tanjung ketika itu, jumlah uang tersebut relatif merepotkan. Beberapa hari setelah membayarkan uang masuk kuliahnya, Chairul Tanjung mendengar penuturan ibunya, “Chairul, uang kuliah pertamamu yang ibu berikan beberapa waktu lalu, ibu dapatkan dari menggadaikan kain halus ibu. Belajarlah dengan serius, Nak.”. Pernyataan itu melecut Chairul Tanjung, sehingga prestasinya di bangku kuliah bisa dikatakan mengagumkan (hlm. 28-35). Bahkan, saat kuliah, ia termotivasi untuk mandiri membiayai kuliah dengan gigih berwirausaha. Berjualan buku kuliah stensilan, kaos, dan sebagainya dilakoninya di kampus. Ia juga membuka usaha fotocopi (hlm. 42-44).
Ada kunci sukses dari Chairul Tanjung yang layak kita teladani, yakni kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, rasa syukur kepada Tuhan, dan kesabaran. Ikhlas dan sabar dalam berproses adalah penting. Ia merasa prihatin terhadap sebagian masyarakat Indonesia yang memiliki penyakit ingin segala sesuatunya serba instan. Itu yang perlu diubah. Tak kalah menarik, Chairul Tanjung mengingatkan kita jangan sampai tidak menghormati dan menyakiti ibu apabila ingin mendapatkan kesuksesan. “Ibu adalah “jimat” kesuksesan saya dan Anda. Tidak pernah ada orang sukses yang tidak hormat kepada orangtuanya, apalagi kepada ibunya,” tutur Chairul Tanjung (hlm. 68-76).
Kisah Sandiaga Uno tak kalah berkesannya. Ia memperoleh kekayaan dari nol secara bertahap, bukan dari warisan orangtuanya. Yang menarik, Sandiaga Uno termasuk salah satu orang yang konsisten menjalankan shalat Dhuha, bahkan melakukan puasa Daud. “Aku merasakan sekali hikmahnya, sudah 7-8 tahun ini rutin aku lakukan, rezeki itu seperti gak aku cari, semua datang sendiri. Rezeki itu seperti diantar,” ujarnya (hlm. 91-92). Sebagaimana Chairul Tanjung, apa yang dicapai Sandiaga Uno terbangun dari kerja keras, kerja cerdas, dan kerja ikhlas. Sandiaga Uno juga menekankan kerja tuntas. Finish what you started. Kalau kita memulai sesuatu, kita harus akhiri. Kita harus konkretkan, kita harus selesaikan. Kerja-kerja yang tidak tuntas sangat tak efektif dan tak bisa menghasilkan kinerja yang baik (hlm. 112-115). Perlu kita garisbawahi, ada kesamaan antara Chairul Tanjung dan Sandiaga Uno terkait prinsip suksesnya, yakni kerja ikhlas, kerja keras, dan kerja cerdas.
Tak ada mawar tanpa duri, kehadiran buku tak terlepas dari kelebihan dan kekurangan. Di tengah kekurangan yang ada, buku ini menarik untuk disimak. Selain dua sosok yang telah diterangkan di atas, kita bisa mencermati kegigihan dan prinsip sukses dari Hary Tanoesoedibjo yang melekat dengan julukan “raja bisnis multimedia”. Kita pun bisa membaca kontribusi mereka bagi Indonesia. Buku ini tidak mengajak kita untuk sekadar terkesima dengan kesuksesan bisnis dan kekayaan mereka. Lebih penting dari itu, kita perlu menghayati kegigihan dan prinsip-prinsip sukses mereka agar kita bisa mengaca diri. Begitu.(HENDRA SUGIANTORO).
0 komentar:
Posting Komentar