Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Suara Pembaca Duta Masyarakat, Senin 2 Februari 2009
Presiden Amerika Serikat ke-44 telah dilantik (20/1). Pelantikan ini merupakan saat yang ditunggu-tunggu untuk melihat lebih lanjut langkah Barack Obama melakukan perubahan di negaranya, bahkan di dunia. Masyarakat AS berharap agar dampak pemerintahan George W Bush yang meninggalkan krisis keuangan akut di AS dapat terselesaikan di tangan presiden berkulit hitam pertama di AS itu. Selain penyelesaian krisis finansial global, masyarakat dunia juga menaruh harapan agar AS di tangan Obama mampu menciptakan hubungan internasional yang baik dan saling menghormati terutama dengan dunia Islam.
Disadari atau tidak, harapan demi harapan terhadap Obama yang terlalu berlebihan justru bisa menciptakan bumerang. Obama adalah manusia yang jelas bukanlah Tuhan. Jika masyarakat dunia menaruh harapan, Obama juga berharap mampu menjadi presiden AS yang membawa negaranya lebih baik. Obama tetaplah presiden AS yang berada dalam lingkaran sistem dan tradisi di negeri berjulukan Paman Sam itu. Apalagi menyangkut persoalan Palestina yang dibombardir selama tiga pekan oleh Israel beberapa waktu lalu, kebijakan Obama tetaplah mengikuti cara pandang dan paradigma AS selama ini. Pengaruh lobi-lobi Zionis dalam pemerintahan AS tak bisa dielakkan akan mempengaruhi kebijakan Obama. Meskipun Obama dalam pidato pelantikannya menyatakan akan bekerja sama dengan negara-negara Islam dalam bingkai saling menghormati, pernyataan itu masih ambigu. Obama memang berencana memulangkan tentaranya dari Irak dan mengupayakan perdamaian di Afghanistan, namun Obama masih saja berpikiran bahwa AS adalah polisi dunia.
Pada titik ini, kita bisa cermati pernyataan Obama terkait ”terorisme”. Dalam pidato pelantikannya, Obama memperingatkan pihak yang melakukan terorisme bahwa Amerika tetap kuat dan tidak dapat diremehkan. Persoalannya, apa makna terorisme menurut Obama? Banyak definisi tentang terorisme. Asep Syamsul M Romli (2000) mengatakan sulit menemukan definisi terorisme yang diterima secara universal, bahkan di antara para akademisi dan ilmuwan sosial sekalipun. Yang jelas—dan ini pasti disepakati—terorisme merupakan aksi atau tindak kekerasan (violence) yang merusak (destructive). Terrorisme is use of violence and intimidation, especially for political purposes (penggunaan kekerasan dan intimidasi, terutama untuk tujuan-tujuan politik), menurut Oxford Paperback Dictionary terbitan Oxford University Press, 1979.
Sekali lagi, apa makna terorisme menurut Obama? Kita cermati pernyataan Obama yang mengatakan bahwa AS akan tetap mendukung Israel untuk mempertahankan diri dari aksi-aksi teror. Pernyataan yang diucapkan Obama itu menegaskan dukungan butanya terhadap Israel. Israel yang melakukan kekerasan terhadap penduduk Palestina dan mengusir penduduk asli Palestina dari negaranya malah dibela oleh Obama. Padahal jelas, Israel telah melakukan terorisme terhadap penduduk Palestina; tidak hanya saat ini, tapi sudah berpuluh-puluh tahun lamanya.
Pastinya, amat naif jika kita menaruh apresiasi terhadap Obama yang kini menduduki tahta di Gedung Putih AS. Selama kampanye menjadi presiden AS, Obama pun tidak jarang membuat pernyataan bahwa AS akan selalu menjadi teman dekat Israel. Dukungan terhadap Zionis Israel juga tampak nyata ketika Obama mengunjungi dan berdoa di Tembok Ratapan saat masa kampanye presiden AS pada 24 Juli 2008 Obama di hadapan American Israel Public Affairs Council (AIPAC) pernah menyatakan bahwa Yerusalem akan tetap menjadi ibukota Israel.
Jadi, Obama tetap akan mendefiniskan terorisme sesuai akal pikiran AS selama ini yang berstandar ganda. Kerjasama dengan negara-negara Islam dengan prinsip saling menghormati sebagaimana dikatakan Obama saat pelantikan juga akan diselaraskan dengan alam pikiran dan nafsu AS yang merasa menjadi polisi dunia. Hamas yang nyata-nyata berjuang untuk meraih kemerdekaan Palestina malah disebut Obama sebagai organisasi teroris. Yerusalem yang sah wilayah Palestina juga dikatakan menjadi ibukota Israel, padahal Yerusalem adalah tanah Palestina yang diduduki Israel.
Ya, apa mau dikata, Obama adalah Obama yang menjadi presiden di AS. Obama pernah juga mengatakan di depan The National Jewish Democratic Council pada bulan Februari 2007 bahwa jika dia menjadi presiden Amerika maka negaranya akan membantu Israel. Dan, kini Obama telah resmi menjadi Presiden AS ke-44 dan telah bertahta di Gedung Putih. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Karangmalang Yogyakarta 55281
Email: hendra_lenteraindonesia@yahoo.co.id
http://dutamasyarakat.com/1/02dm.php?mdl=dtlartikel&id=10297
Dimuat di Suara Pembaca Duta Masyarakat, Senin 2 Februari 2009
Presiden Amerika Serikat ke-44 telah dilantik (20/1). Pelantikan ini merupakan saat yang ditunggu-tunggu untuk melihat lebih lanjut langkah Barack Obama melakukan perubahan di negaranya, bahkan di dunia. Masyarakat AS berharap agar dampak pemerintahan George W Bush yang meninggalkan krisis keuangan akut di AS dapat terselesaikan di tangan presiden berkulit hitam pertama di AS itu. Selain penyelesaian krisis finansial global, masyarakat dunia juga menaruh harapan agar AS di tangan Obama mampu menciptakan hubungan internasional yang baik dan saling menghormati terutama dengan dunia Islam.
Disadari atau tidak, harapan demi harapan terhadap Obama yang terlalu berlebihan justru bisa menciptakan bumerang. Obama adalah manusia yang jelas bukanlah Tuhan. Jika masyarakat dunia menaruh harapan, Obama juga berharap mampu menjadi presiden AS yang membawa negaranya lebih baik. Obama tetaplah presiden AS yang berada dalam lingkaran sistem dan tradisi di negeri berjulukan Paman Sam itu. Apalagi menyangkut persoalan Palestina yang dibombardir selama tiga pekan oleh Israel beberapa waktu lalu, kebijakan Obama tetaplah mengikuti cara pandang dan paradigma AS selama ini. Pengaruh lobi-lobi Zionis dalam pemerintahan AS tak bisa dielakkan akan mempengaruhi kebijakan Obama. Meskipun Obama dalam pidato pelantikannya menyatakan akan bekerja sama dengan negara-negara Islam dalam bingkai saling menghormati, pernyataan itu masih ambigu. Obama memang berencana memulangkan tentaranya dari Irak dan mengupayakan perdamaian di Afghanistan, namun Obama masih saja berpikiran bahwa AS adalah polisi dunia.
Pada titik ini, kita bisa cermati pernyataan Obama terkait ”terorisme”. Dalam pidato pelantikannya, Obama memperingatkan pihak yang melakukan terorisme bahwa Amerika tetap kuat dan tidak dapat diremehkan. Persoalannya, apa makna terorisme menurut Obama? Banyak definisi tentang terorisme. Asep Syamsul M Romli (2000) mengatakan sulit menemukan definisi terorisme yang diterima secara universal, bahkan di antara para akademisi dan ilmuwan sosial sekalipun. Yang jelas—dan ini pasti disepakati—terorisme merupakan aksi atau tindak kekerasan (violence) yang merusak (destructive). Terrorisme is use of violence and intimidation, especially for political purposes (penggunaan kekerasan dan intimidasi, terutama untuk tujuan-tujuan politik), menurut Oxford Paperback Dictionary terbitan Oxford University Press, 1979.
Sekali lagi, apa makna terorisme menurut Obama? Kita cermati pernyataan Obama yang mengatakan bahwa AS akan tetap mendukung Israel untuk mempertahankan diri dari aksi-aksi teror. Pernyataan yang diucapkan Obama itu menegaskan dukungan butanya terhadap Israel. Israel yang melakukan kekerasan terhadap penduduk Palestina dan mengusir penduduk asli Palestina dari negaranya malah dibela oleh Obama. Padahal jelas, Israel telah melakukan terorisme terhadap penduduk Palestina; tidak hanya saat ini, tapi sudah berpuluh-puluh tahun lamanya.
Pastinya, amat naif jika kita menaruh apresiasi terhadap Obama yang kini menduduki tahta di Gedung Putih AS. Selama kampanye menjadi presiden AS, Obama pun tidak jarang membuat pernyataan bahwa AS akan selalu menjadi teman dekat Israel. Dukungan terhadap Zionis Israel juga tampak nyata ketika Obama mengunjungi dan berdoa di Tembok Ratapan saat masa kampanye presiden AS pada 24 Juli 2008 Obama di hadapan American Israel Public Affairs Council (AIPAC) pernah menyatakan bahwa Yerusalem akan tetap menjadi ibukota Israel.
Jadi, Obama tetap akan mendefiniskan terorisme sesuai akal pikiran AS selama ini yang berstandar ganda. Kerjasama dengan negara-negara Islam dengan prinsip saling menghormati sebagaimana dikatakan Obama saat pelantikan juga akan diselaraskan dengan alam pikiran dan nafsu AS yang merasa menjadi polisi dunia. Hamas yang nyata-nyata berjuang untuk meraih kemerdekaan Palestina malah disebut Obama sebagai organisasi teroris. Yerusalem yang sah wilayah Palestina juga dikatakan menjadi ibukota Israel, padahal Yerusalem adalah tanah Palestina yang diduduki Israel.
Ya, apa mau dikata, Obama adalah Obama yang menjadi presiden di AS. Obama pernah juga mengatakan di depan The National Jewish Democratic Council pada bulan Februari 2007 bahwa jika dia menjadi presiden Amerika maka negaranya akan membantu Israel. Dan, kini Obama telah resmi menjadi Presiden AS ke-44 dan telah bertahta di Gedung Putih. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Karangmalang Yogyakarta 55281
Email: hendra_lenteraindonesia@yahoo.co.id
http://dutamasyarakat.com/1/02dm.php?mdl=dtlartikel&id=10297
0 komentar:
Posting Komentar