Nyapres, Tak Sekadar Janji Perubahan

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Surat Pembaca Suara Merdeka, Sabtu 6 Juni 2009

Ada tiga pasangan capres-cawapres yang siap mengikuti kontestasi pemilihan presiden: Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono, Jusuf Kalla-Wiranto, dan Megawati Soekarno Putri-Prabowo Subianto. Dengan strategi pemenangan Pilpres, ketiga pasangan capres-cawapres itu dipastikan akan berjibaku meraih simpati masyarakat. Ketiga pasangan capres-cawapres juga akan memoles citranya sedemikian rupa lewat iklan-iklan kampanye sehingga terlihat baik, jujur, amanah, dan pro rakyat.

Bagi pasangan capres-cawapres, segala upaya guna meyakinkan masyarakat untuk memilihnya dalam hajatan Pilpres 8 Juli 2009 mendatang memang harus dilakukan. Seperti biasa terdengar, janji-janji perubahan menjadi keniscayaan karena tidak mungkin pasangan capres-cawapres tidak mengangkat isu perubahan. Barack Obama pun mendengungkan isu perubahan ketika pemilihan presiden AS berlangsung. Yang jelas, isu perubahan yang dibawa pasangan capres-cawapres memang menarik. Bagi masyarakat yang kurang kritis, isu perubahan itu bisa melenakan. Pertanyaannya, benarkah isu perubahan itu direalisasikan? Apakah isu perubahan itu hanya berhenti pada tataran kata-kata tanpa bukti nyata?

Pengungkapan janji-janji perubahan tentu saja tidak dilarang. Pasangan capres-cawapres berhak mengungkapkan apapun yang merupakan idealita kepada masyarakat. Yang menjadi persoalan adalah ketika janji-janji yang disodorkan bukan dijadikan pengikat komitmen untuk diterjemahkan secara nyata. Jika pun perebutan pengaruh merupakan keniscayaan, namun bukan berarti menghendaki janji-janji perubahan yang tidak terukur. Mendengar janji pengentasan penduduk dari kemiskinan memang menimbulkan rasa senang masyarakat, tapi janganlah lupa bahwa mengurangi tingkat kemiskinan di negeri ini tidaklah semudah mencabut sehelai rambut dari kulit kepala. Ketika pasangan capres-cawapres menjanjikan hal tersebut, masyarakat tentu saja berpikir bahwa kemiskinan akan teratasi segera. Pun, pendidikan akan murah dan kesehatan akan terjamin dengan waktu yang secepatnya.

Dalam hal ini, pasangan capres-cawapres tentu saja diharapkan tidak menjadikan kemiskinan, pengangguran, hak asasi manusia, dan pendidikan sebagai komoditas politik yang dijual murah lewat buaian-buaian janji di hadapan rakyat. Jika pasangan capres-cawapres selalu mengusung isu perubahan, maka yang akan membedakan setiap kampanye yang selalu mengarusutamakan perubahan adalah bukti nyata. Tokoh-tokoh yang mencapreskan diri hendaknya menyadari hal itu. Wallahu a’lam.
Hendra Sugiantoro
Karangmalang Yogyakarta 55281

0 komentar: