Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Surat Pembaca Suara Merdeka, Selasa 6 Oktober 2009
Pernahkah kita mendengar pernyataan, “Berpikir terus, cepat tua lho!” Kalimat itu mungkin sekadar bercanda, tapi memunculkan kegelisahan. Disadari atau tidak, ungkapan seperti itu menandakan adanya cara pandang keliru di benak kita. Yang memprihatinkan, berpikir sering kali dianggap sebagai pekerjaan yang tiada berguna. Mungkin saja dari kita malah tidak pernah berpikir dalam menjalani kehidupan. Kita hanya menjalani rutinitas sejak bangun tidur sampai tidur lagi. Padahal, berpikir itu penting. Kita sebagai manusia memang dituntut untuk senantiasa berpikir.
Dengan berpikir, kita mampu memandang kehidupan secara bijak. Berpikir tidak membuat kita cepat tua. Kita menjadi tua karena proses penuaan secara alami, bukan karena berpikir. Allah SWT pun menganjurkan kepada kita untuk senantiasa memikirkan penciptaan langit dan bumi serta segala sesuatu yang ada di dalamnya. Berpikir bukanlah pekerjaan sia-sia. Kita berpikir tidak terbatas waktu dan ruang. Artinya, kita perlu berpikir dimanapun dan kapanpun. Dengan berpikir, kita mengambil pelajaran.
Sebagai misal ketika kita mendengar berita lelayu dan kematian tetangga kita, kita pun berpikir pasti suatu saat akan mengalami hal serupa. Ketika bangun dari tidur, kita juga berpikir bahwa ternyata kita masih bisa membuka mata dan bernafas. Tujuan dari memikirkan hal itu adalah agar kita senantiasa terbingkai dalam kebaikan, mengingat kematian, dan mensyukuri nikmat Allah SWT. Ketika kita memikirkan kematian seseorang, kita akan takut melakukan korupsi dan berbuat kejahatan karena bisa sewaktu-waktu dijemput kematian. Saat keluar rumah melihat sampah bertumpuk di jalan, kita berpikir menciptakan lingkungan yang bersih. Jika kita memikirkan bencana banjir, maka kita tidak akan membuang sampah sembarangan. Melalui berpikir, kita menyadari bahwa sampah sekecil apapun yang kita buang sembarangan ikut menyebabkan banjir.
Berpikir harus dibedakan dengan angan-angan. Kebanyakan dari kita lebih banyak berangan-angan ketimbang berpikir. Berpikir itu berjalan beriring dengan aktivitas kehidupan kita setiap hari. Dari bangun tidur sampai tidur lagi, kita perlu berpikir. Ada banyak hal yang perlu kita pikirkan setiap hari, bahkan tiap detik. Daun yang jatuh dari pohon, gempa bumi yang berguncang, kasus kriminalitas, kecelakaan di jalan raya, dan segala sesuatu yang kita lihat, rasakan, dan dengar perlu kita pikirkan. Kita dikatakan telah berpikir secara benar apabila proses berpikir kita semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT, perilaku kita menjadi baik, dan tumbuh kesadaran menjadi solusi dari permasalahan sekitar. Manusia telah dianugerahi akal oleh Allah SWT. Itulah yang membedakan manusia dengan makhluk lain. Jika kita malas berpikir? Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Karangmalang Yogyakarta 55281
Dimuat di Surat Pembaca Suara Merdeka, Selasa 6 Oktober 2009
Pernahkah kita mendengar pernyataan, “Berpikir terus, cepat tua lho!” Kalimat itu mungkin sekadar bercanda, tapi memunculkan kegelisahan. Disadari atau tidak, ungkapan seperti itu menandakan adanya cara pandang keliru di benak kita. Yang memprihatinkan, berpikir sering kali dianggap sebagai pekerjaan yang tiada berguna. Mungkin saja dari kita malah tidak pernah berpikir dalam menjalani kehidupan. Kita hanya menjalani rutinitas sejak bangun tidur sampai tidur lagi. Padahal, berpikir itu penting. Kita sebagai manusia memang dituntut untuk senantiasa berpikir.
Dengan berpikir, kita mampu memandang kehidupan secara bijak. Berpikir tidak membuat kita cepat tua. Kita menjadi tua karena proses penuaan secara alami, bukan karena berpikir. Allah SWT pun menganjurkan kepada kita untuk senantiasa memikirkan penciptaan langit dan bumi serta segala sesuatu yang ada di dalamnya. Berpikir bukanlah pekerjaan sia-sia. Kita berpikir tidak terbatas waktu dan ruang. Artinya, kita perlu berpikir dimanapun dan kapanpun. Dengan berpikir, kita mengambil pelajaran.
Sebagai misal ketika kita mendengar berita lelayu dan kematian tetangga kita, kita pun berpikir pasti suatu saat akan mengalami hal serupa. Ketika bangun dari tidur, kita juga berpikir bahwa ternyata kita masih bisa membuka mata dan bernafas. Tujuan dari memikirkan hal itu adalah agar kita senantiasa terbingkai dalam kebaikan, mengingat kematian, dan mensyukuri nikmat Allah SWT. Ketika kita memikirkan kematian seseorang, kita akan takut melakukan korupsi dan berbuat kejahatan karena bisa sewaktu-waktu dijemput kematian. Saat keluar rumah melihat sampah bertumpuk di jalan, kita berpikir menciptakan lingkungan yang bersih. Jika kita memikirkan bencana banjir, maka kita tidak akan membuang sampah sembarangan. Melalui berpikir, kita menyadari bahwa sampah sekecil apapun yang kita buang sembarangan ikut menyebabkan banjir.
Berpikir harus dibedakan dengan angan-angan. Kebanyakan dari kita lebih banyak berangan-angan ketimbang berpikir. Berpikir itu berjalan beriring dengan aktivitas kehidupan kita setiap hari. Dari bangun tidur sampai tidur lagi, kita perlu berpikir. Ada banyak hal yang perlu kita pikirkan setiap hari, bahkan tiap detik. Daun yang jatuh dari pohon, gempa bumi yang berguncang, kasus kriminalitas, kecelakaan di jalan raya, dan segala sesuatu yang kita lihat, rasakan, dan dengar perlu kita pikirkan. Kita dikatakan telah berpikir secara benar apabila proses berpikir kita semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT, perilaku kita menjadi baik, dan tumbuh kesadaran menjadi solusi dari permasalahan sekitar. Manusia telah dianugerahi akal oleh Allah SWT. Itulah yang membedakan manusia dengan makhluk lain. Jika kita malas berpikir? Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Karangmalang Yogyakarta 55281
0 komentar:
Posting Komentar