Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Kampus Suara Merdeka, Sabtu 3 Oktober 2009
Gerakan Mahasiswa Peduli Antikorupsi (Gempar) dideklarasikan di kampus Universitas Negeri Semarang (Sabtu. 12/9). Deklarasi yang dilakukan Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Unnes beserta mahasiswa baru ini dilakukan di gedung Auditorium Unnes dan disaksikan Pembantu Rektor III Unnes Drs Masrukhi MPd, staf fungsional KPK Yudi Purnomo Harahap, dan Ditjen Dikti Ir Hendarman MSc (Suara Merdeka, 14/9).
Pendeklarasian sebuah gerakan antikorupsi di kampus pastinya layak diapresiasi. Meskipun bukan hal yang baru, pendeklarasian Gempar menandakan spirit kepedulian terhadap kondisi faktual korupsi di negeri ini. Munculnya sebuah gerakan dari kampus, maka kian menguatkan agenda pemberantasan korupsi. Dalam deklarasi Gempar di kampus Unnes disebutkan bahwa mahasiswa siap mendukung upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, mendorong pemerintah dan aparat penegak hukum agar terus melakukan pemberantasan korupsi, melaporkan segala bentuk tindakan korupsi yang terjadi di dalam masyarakat, mendukung Aliansi Gempar sebagai lembaga pusat kajian antikorupsi BEM KM Unnes, mendukung disahkannya RUU Tipikor, serta menolak untuk melakukan berbagai hal yang berkaitan dengan korupsi.
Dengan lahirnya sebuah gerakan perlawanan terhadap korupsi seperti terjadi di Unnes dan kampus-kampus lainnya setidaknya juga menjadi refleksi bagi mahasiswa sendiri. Hal ini sekiranya perlu ditekankan mengingat lahirnya sebuah gerakan antikorupsi tak otomatis menjamin pribadi mahasiswa bersih dari korupsi. Sikap kritis memang perlu dilakukan, namun mengkritisi diri sendiri merupakan modal awal dalam sebuah gerakan. Dengan tidak menaruh apriori, mahasiswa sering kali malah melegalkan korupsi dalam sikap dan perilakunya. Benarkah mahasiswa sudah benar-benar bersih dari korupsi?
Pertanyaan reflektif yang pastinya hanya bisa dijawab oleh masing-masing mahasiswa. Ada banyak hal yang bisa kita sebut di sini. Dalam mid semester dan ujian akhir semester yang menuntut close book, apakah mahasiswa telah menghindari perilaku mencontek? Fakta tak dimungkiri jika perilaku mencontek telah menggejala. Jika pangkal dari antikorupsi adalah kejujuran, maka mahasiswa seyogianya menegakkan kejujuran dalam dirinya. Tanpa harus diawasi, nurani mahasiswa menolak ketidakjujuran.
Sikap perlawanan terhadap korupsi terhadap kemelut permasalahan korupsi di negeri ini hendaknya dibarengi dengan kebersihan diri secara personal. Di sinilah, gerakan antikorupsi di kampus menemukan maknanya. Gerakan antikorupsi juga berarti melawan korupsi dalam diri. Plagiatisme tentunya adalah korupsi! Mahasiswa dituntut memiliki kejujuran akademik dalam penyelesaian tugas-tugas kuliahnya. Menggunakan fasilitas organisasi kemahasiswaan (Ormawa) bukan untuk kepentingan organisasi juga korupsi. Meskipun hanya dua lembar kwarto untuk kepentingan pribadi tetaplah korupsi karena kertas itu adalah milik organisasi.
Gerakan antikorupsi yang dipelopori mahasiswa adalah sebentuk tanggung jawab intelektual. Begitu juga membersihkan korupsi di dalam kampusnya sendiri. Meskipun gerakan antikorupsi lahir dari kampus bukan berarti kampusnya lantas bersih dari korupsi. Birokrasi kampus selayaknya dibersihkan dari korupsi. Budaya kerja tertib dan bertanggung jawab harus dibangun dalam lingkup birokrasi kampus.
Nyata senyatanya, korupsi memang wajib diberantas. Pemberantasan korupsi dalam lingkup negara harus dibarengi dengan pemberantasan korupsi dalam lingkup kampus. Mahasiswa wajib memberantas dirinya dari perilaku korupsi. Pun, bersihkan birokrasi kampus dari korupsi.
Sebagai iron stock alias cadangan masa depan, mahasiswa adalah generasi penerus kepemimpinan negeri ini. Mata rantai korupsi harus diputus selekas mungkin. Para pejabat negara yang tersangkut korupsi adalah keluaran dari bangku pendidikan/kampus. Ketika menjadi mahasiswa teriak-teriak antikorupsi, tapi malah korupsi ketika dilenakan kekuasaan. Jangan sampai mahasiswa yang saat ini duduk di bangku kuliah dan berteriak-teriak antikorupsi justru melanggengkan perilaku korupsi ketika duduk di kursi kekuasaan. Kuncinya, lawan korupsi dalam diri sendiri. Mahasiswa wajib membentuk perilaku antikorupsi dalam dirinya. Jika setiap mahasiswa menginternalisasikan nilai-nilai antikorupsi dalam dirinya, maka menjadi sinergi kekuatan masa depan negeri ini. Antikorupsi, jalan terus! Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Pegiat Profetik Student Center (Pro-SC) Universitas Negeri Yogyakarta
Dimuat di Kampus Suara Merdeka, Sabtu 3 Oktober 2009
Gerakan Mahasiswa Peduli Antikorupsi (Gempar) dideklarasikan di kampus Universitas Negeri Semarang (Sabtu. 12/9). Deklarasi yang dilakukan Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) Unnes beserta mahasiswa baru ini dilakukan di gedung Auditorium Unnes dan disaksikan Pembantu Rektor III Unnes Drs Masrukhi MPd, staf fungsional KPK Yudi Purnomo Harahap, dan Ditjen Dikti Ir Hendarman MSc (Suara Merdeka, 14/9).
Pendeklarasian sebuah gerakan antikorupsi di kampus pastinya layak diapresiasi. Meskipun bukan hal yang baru, pendeklarasian Gempar menandakan spirit kepedulian terhadap kondisi faktual korupsi di negeri ini. Munculnya sebuah gerakan dari kampus, maka kian menguatkan agenda pemberantasan korupsi. Dalam deklarasi Gempar di kampus Unnes disebutkan bahwa mahasiswa siap mendukung upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, mendorong pemerintah dan aparat penegak hukum agar terus melakukan pemberantasan korupsi, melaporkan segala bentuk tindakan korupsi yang terjadi di dalam masyarakat, mendukung Aliansi Gempar sebagai lembaga pusat kajian antikorupsi BEM KM Unnes, mendukung disahkannya RUU Tipikor, serta menolak untuk melakukan berbagai hal yang berkaitan dengan korupsi.
Dengan lahirnya sebuah gerakan perlawanan terhadap korupsi seperti terjadi di Unnes dan kampus-kampus lainnya setidaknya juga menjadi refleksi bagi mahasiswa sendiri. Hal ini sekiranya perlu ditekankan mengingat lahirnya sebuah gerakan antikorupsi tak otomatis menjamin pribadi mahasiswa bersih dari korupsi. Sikap kritis memang perlu dilakukan, namun mengkritisi diri sendiri merupakan modal awal dalam sebuah gerakan. Dengan tidak menaruh apriori, mahasiswa sering kali malah melegalkan korupsi dalam sikap dan perilakunya. Benarkah mahasiswa sudah benar-benar bersih dari korupsi?
Pertanyaan reflektif yang pastinya hanya bisa dijawab oleh masing-masing mahasiswa. Ada banyak hal yang bisa kita sebut di sini. Dalam mid semester dan ujian akhir semester yang menuntut close book, apakah mahasiswa telah menghindari perilaku mencontek? Fakta tak dimungkiri jika perilaku mencontek telah menggejala. Jika pangkal dari antikorupsi adalah kejujuran, maka mahasiswa seyogianya menegakkan kejujuran dalam dirinya. Tanpa harus diawasi, nurani mahasiswa menolak ketidakjujuran.
Sikap perlawanan terhadap korupsi terhadap kemelut permasalahan korupsi di negeri ini hendaknya dibarengi dengan kebersihan diri secara personal. Di sinilah, gerakan antikorupsi di kampus menemukan maknanya. Gerakan antikorupsi juga berarti melawan korupsi dalam diri. Plagiatisme tentunya adalah korupsi! Mahasiswa dituntut memiliki kejujuran akademik dalam penyelesaian tugas-tugas kuliahnya. Menggunakan fasilitas organisasi kemahasiswaan (Ormawa) bukan untuk kepentingan organisasi juga korupsi. Meskipun hanya dua lembar kwarto untuk kepentingan pribadi tetaplah korupsi karena kertas itu adalah milik organisasi.
Gerakan antikorupsi yang dipelopori mahasiswa adalah sebentuk tanggung jawab intelektual. Begitu juga membersihkan korupsi di dalam kampusnya sendiri. Meskipun gerakan antikorupsi lahir dari kampus bukan berarti kampusnya lantas bersih dari korupsi. Birokrasi kampus selayaknya dibersihkan dari korupsi. Budaya kerja tertib dan bertanggung jawab harus dibangun dalam lingkup birokrasi kampus.
Nyata senyatanya, korupsi memang wajib diberantas. Pemberantasan korupsi dalam lingkup negara harus dibarengi dengan pemberantasan korupsi dalam lingkup kampus. Mahasiswa wajib memberantas dirinya dari perilaku korupsi. Pun, bersihkan birokrasi kampus dari korupsi.
Sebagai iron stock alias cadangan masa depan, mahasiswa adalah generasi penerus kepemimpinan negeri ini. Mata rantai korupsi harus diputus selekas mungkin. Para pejabat negara yang tersangkut korupsi adalah keluaran dari bangku pendidikan/kampus. Ketika menjadi mahasiswa teriak-teriak antikorupsi, tapi malah korupsi ketika dilenakan kekuasaan. Jangan sampai mahasiswa yang saat ini duduk di bangku kuliah dan berteriak-teriak antikorupsi justru melanggengkan perilaku korupsi ketika duduk di kursi kekuasaan. Kuncinya, lawan korupsi dalam diri sendiri. Mahasiswa wajib membentuk perilaku antikorupsi dalam dirinya. Jika setiap mahasiswa menginternalisasikan nilai-nilai antikorupsi dalam dirinya, maka menjadi sinergi kekuatan masa depan negeri ini. Antikorupsi, jalan terus! Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Pegiat Profetik Student Center (Pro-SC) Universitas Negeri Yogyakarta
0 komentar:
Posting Komentar