Pemuda dan Etos Kerja

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Jagongan HARIAN JOGJA, Kamis 10 November 2011

Kenyataan tak dimungkiri jika ada sebagian pemuda justru bangga menjadi “pengacara” (pengangguran banyak acara). Pemuda luntang-luntung kesana-kemari tak jelas peran dan karyanya. Kadangkala sehari-hari hanya disibukkan dengan nongkrong tak ada manfaat. Pada dasarnya, nongkrong bukan menjadi masalah jika bermaksud positif, seperti nongkrong untuk berdiskusi dan belajar atau hal positif lainnya. Namun, nongkrong sebagaimana sering terjadi justru pemborosan uang dan waktu. Ada pemuda yang menghabiskan sebungkus-dua bungkus rokok dan minuman sembari “menikmati malam” dan esok harinya tidur sampai siang. Untuk urusan uang, pemuda tanpa pernah rikuh selalu meminta uang orangtuanya.


Fenomena
adanya pemuda yang menganggur memang terjadi di sekitar kita. Yang menjadi persoalan adalah minimnya semangat pemuda untuk bekerja apa saja asalkan halal. Kadangkala ada pemuda yang merasa gengsi jika bekerja hanya ala kadarnya. Jika bekerja, maka harus “ngantor” atau “tidak berkeringat”. Padahal, pekerjaan selalu ada apabila pemuda memiliki kemauan dan kreativitas. Daripada terus-menerus bergantung kepada orang tua, bekerja serabutan tak menjadi masalah. Yang juga membuat miris, ada pemuda yang masih saja tak mau membantu pekerjaan orangtuanya. Jika diminta membantu pekerjaan orangtua, pemuda aras-arasen, seperti menjaga warung, membantu pekerjaan bengkel, dan pekerjaan orangtua lainnya. Padahal, membantu pekerjaan orangtua bisa menambah pengalaman yang tentunya berharga.

Pada titik ini, sekiranya penting membangun budaya dan etos kerja para pemuda. Pemuda harus memiliki budaya dan etos kerja yang tinggi
, sehingga tertantang untuk memiliki kemampuan usaha dan menafkahi dirinya. Pemuda perlu mewajibkan dirinya untuk mandiri secara ekonomi. Semangat dan etos kewirausahaan menjadi urgen, sehingga pemuda tak menambah persoalan sosial. Wallahu a’lam.
HENDRA SUGIANTORO
Universitas PGRI Jogjakarta

0 komentar: