Dimuat di Resensi Harian Jogja, Kamis 23 September 2010
Judul Buku: Resign and Get Rich: Berhenti Kerja, Jadi Pengusaha Penulis: Edo Segara Penerbit: Leutika, Yogyakarta Cetakan: I, Juni 2010 Tebal: x+212 hlm Peresensi: Hendra Sugiantoro
Pekerjaan adalah ikhtiar hidup yang dilakoni manusia. Masing-masing manusia tak terlepas dari pekerjaan dalam menjalani keseharian. Pekerjaan memiliki rupa-rupa makna. Pada dasarnya, manusia telah dikatakan bekerja ketika mencangkul di sawah, memelihara ternak, memasak, dan merawat kebun. Membersihkan sampah di jalan pun merupakan pekerjaan. Entah mengapa, makna pekerjaan menyempit sekadar pada ruang-ruang formal, seperti menjadi pegawai dan bekerja di kantor.
Pemaknaan menyempit atas pekerjaan ini akhirnya berdampak pada pola pikir dan apresiasi. Begitu banyak orang yang memburu pekerjaan di sektor formal. Lulusan bangku pendidikan pun tak bosan menelusuri iklan lowongan pekerjaan untuk dapat menjadi “orang kantoran”. Tak begitu banyak orang yang bangga bekerja di sektor nonformal. Pola pikir ini berbuah laku untuk terus mengejar posisi di kantor-kantor. Masyarakat juga mengukuhkan pola pikir dan cara pandang ini. Orang-orang yang menduduki posisi di kantor lebih dihargai ketimbang orang-orang yang bekerja di bengkel, di warung, di sawah, bahkan di rumah sendiri.
Pekerjaan yang telah menjadi ukuran sosial dan gengsi memang tak dimungkiri. Pekerjaan pun telah mengalami kesempitan makna sekadar upaya perolehan materi. Orang bersusah payah bekerja untuk dapat mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Orang-orang disibukkan untuk mengejar posisi dalam pekerjaan yang menjamin kehidupan mapan dengan uang berlimpah. Hal ini tak sepenuhnya salah. Siapa pun membutuhkan uang untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Persoalannya adalah jika pekerjaan sekadar alat mencukupi materi dengan mengabaikan pelayanan prima kepada khalayak. Pekerjaan tak lagi untuk aktualisasi potensi dan memberikan kontribusi.
Buku yang ditulis Edo Segara ini mencoba memberikan pandangan berbeda. Saat ini kewirausahaan (enterpreneurship) telah mengemuka menjadi tema sentral. Di mana-mana selalu terdengar istilah ini. Kewirausahaan menjadi arus utama seiring tingginya tingkat pengangguran. Tantangan hidup yang mendesakkan ketercukupan ekonomi mendorong pihak-pihak terkait mengembangkan jiwa kewirausahaan masyarakat. Di lingkup dunia pendidikan, kewirausahaan relatif telah mengarus lama. Pendidikan kewirausahaan dan kurikulum yang memperhatikan kewirausahaan coba diterapkan. Namun, buku ini tak hanya mengatasi pengangguran. Buku ini justru “memprovokasi” orang-orang untuk keluar dari kantor!
Buku ini menarik ditelusuri karena tak berkutat pada teori njlimet. Penulis buku lebih mengurusi hal-hal praktis yang bisa diterapkan. Arahan dalam melakukan keputusan keluar dari pekerjaan kantor diutarakan sebagai pandangan dan gambaran. Banyak bisnis yang bisa dijalankan, seperti bisnis retail, bisnis franchise, bisnis rumahan, bisnis online, bisnis event organizer, bisnis property, dan bisnis bidang jasa. Penulis buku menjelaskan siasat untuk memulai dan menjalankan bisnis yang menjadi pilihan. Yang menarik, penulis buku tak hanya mengarahkan kita menjadi pebisnis mandiri untuk kepentingan diri semata atau menjadi kaya. Akhlak sebagai pebisnis tetap menjadi kewajiban yang mesti dijalankan.
HENDRA SUGIANTORO
Aktivis Transform Institute