Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Suara Mahasiswa REPUBLIKA DIY-JATENG, Kamis, 26 April 2012
Kartini (1879-1904) sebagai sosok
perempuan memang meninggalkan kesan tersendiri. Lewat surat-suratnya yang
dibukukan, kita bisa membaca beragam pemikiran dan cita-cita Kartini. Jika kita
telaah, Kartini ternyata berkehendak kuat untuk menjadi guru. Cita-cita menjadi
guru bisa dikatakan merupakan panggilan jiwa akibat menyaksikan kondisi
lingkungan masyarakat-bangsanya. Bagi Kartini, pendidikan adalah penting.
Kartini ingin meningkatkan derajat perempuan dan derajat masyarakat-bangsanya
lewat jalan pendidikan.
Dalam suratnya
kepada Nyonya R.M Abendanon-Mandri tertanggal 10 Juni 1902, Kartini menulis, “Tetapi apabila saya dididik di negeri
Belanda, tidakkah saya dapat dipersiapkan lebih baik untuk tugas saya sebagai
guru dan pendidik? Lapangan pengetahuan saya akan diperluas, jiwa saya
diperkaya dan ini semuanya pasti akan mengajar dan memberi sangat banyak kepada
saya, yang tidak dapat diberikan dan diajarkan oleh negeri saya sendiri.”
Cita-cita mulia
menjadi guru ini menghunjam kuat dalam diri Kartini. Kartini dalam suratnya
kepada Tuan H.H. van Kol tertanggal 21 Juni 1902 juga menyebutkan bahwa dirinya
ingin dididik menjadi guru. Diutarakan Kartini, dengan bersekolah di negeri
Belanda, ia ingin memperluas pandangan, memperlebar cakrawala pandangan jiwa,
membuang purbasangka yang masih melekat padanya dan menyebabkan hambatan,
mengunjungi beberapa perguruan dan lembaga pendidikan untuk mengetahui cara
pendidikan dan pengajaran di Nederland. Di negeri Belanda, Kartini juga ingin
mengikuti kursus ilmu kesehatan, ilmu merawat dan ilmu balut-membalut serta
ingin belajar mengenai pertolongan pertama pada kecelakaan.
Apa yang ingin
digapai Kartini di negeri Belanda bertujuan untuk membekali kemampuannya agar
menjadi guru yang cakap. Kartini ingin mendirikan sekolah-sekolah untuk
anak-anak perempuan. Tujuan dari pendirian sekolah itu adalah memberi pulau
Jawa ibu-ibu yang maju dan cerdas, yang akan meneruskan kemajuan dan
kecerdasannya itu kepada anak-anaknya; anak-anak perempuannya yang akan menjadi
kaum ibu lagi; anak-anak laki-lakinya yang suatu ketika akan dipanggil turut
menjaga suka duka bangsa! (Lihat, Surat-surat
Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya, terjemahan Sulastin Sutrisno,
Jakarta: Penerbit Djambatan, cetakan ke-2 1981).
Meskipun
akhirnya tidak jadi pergi ke Belanda, cita-cita Kartini menjadi guru tidak
pernah pupus dan pudar. Sebelum meninggalnya, Kartini masih sempat menjadi guru
dan pendidik. Kartini merasa senang menjadi pendidik dari anak-anak suaminya maupun anak-anak tetangganya.
Dari Kartini,
kita belajar lagi dari para pendahulu bangsa bahwa pekerjaan guru adalah
pekerjaan mulia. Menjadi guru juga dituntut kemampuan dan kompetensi prima.
Kartini ingin belajar dan menguasai kecakapan dan pengetahuan agar bisa menjadi
guru yang sebaik-baiknya. Dalam notanya berjudul Berilah Orang Jawa Pendidikan!
tertanggal Januari 1903, Kartini dengan tegas pernah berkata, “...guru-guru memiliki tugas rangkap:
menjadi guru dan pendidik! Mereka harus melaksanakan pendidikan rangkap itu,
yaitu: pendidikan pikiran dan budi pekerti.” Salah satu ungkapan Kartini itu selayaknya direnungkan oleh para guru di
negeri ini. Wallahu
a’lam.
HENDRA
SUGIANTORO
0 komentar:
Posting Komentar