Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Resensi Buku KORAN SINDO, Minggu, 2 Juni 2013
Dimuat di Resensi Buku KORAN SINDO, Minggu, 2 Juni 2013
Judul Buku: Kisah Dahsyat Guru Berprestasi Selangit Penulis: Marjohan, M.Pd. Penerbit: DIVA Press, Yogyakarta Cetakan: I, April 2013 Tebal: 187 halaman ISBN: 978-602-255-117-1
Guru adalah kunci sukses pendidikan. Dalam setiap kebijakan pendidikan, guru adalah ujung tombaknya. Keberadaan guru tak mungkin diabaikan terkait maju mundurnya kualitas pendidikan. Sesungguhnya negeri ini menantikan lahirnya guru berkualitas dan berprestasi dalam profesinya.
Lewat buku ini,
inspirasi itu bisa didapatkan dari pengalaman langsung guru berprestasi
nasional tingkat SMA versi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) pada
tahun 2012. Marjohan, kini guru SMAN 3 Batusangkar Kabupaten Tanah Datar,
Sumatera Barat, menyuntik semangat dan tekad bagi calon guru/guru untuk tak menjadi
guru biasa-biasa saja. Atas permintaan berbagai pihak, buku ini dituliskan guna
dipetik pelajaran dan motivasi.
Marjohan,
sejak kuliah di Universitas Negeri Padang (dulu IKIP Padang), berusaha
mengembangkan diri dan karakter. Ia bekerja part
time dengan menjadi pemandu wisata dan memberi les privat bagi anak-anak
(hlm. 32). Selain itu, ia rajin membaca dan melatih keterampilan menulis. Perlahan,
ia memberi target kepada diri sendiri agar membaca minimal 100 halaman setiap
hari. Bila liburan, targetnya menamatkan 4-5 judul buku. Dengan banyak membaca,
mengayakan wawasan dan informasi.
Ketika menjadi guru, ia
berprinsip menjadi guru plus. Tak menjadi guru yang aktivitasnya hanya monoton.
Prinsip belajar sepanjang hayat
diresapi. Meskipun bidang studi mengajarnya bahasa Inggris, ia juga belajar
secara otodidak guna menguasai bahasa Prancis, Arab, dan Spanyol. Bidang sosial
dan kemanusiaan digelutinya. Ia ingin menjadi guru yang memiliki kepintaran
berganda, yang menguasai bidang studi, seni berkomunikasi, bahasa asing, serta terampil
dalam menulis. Tentu tak lupa menguasai kompetensi pedagogik, profesional,
kepribadian, dan sosial. Di tengah kesibukan mengajar, ia tak alpa membaca buku
tentang pedagogik, psikologi, filsafat, biografi, dan kisah-kisah pencerahan.
Ia pun produktif menulis di media massa dan menulis buku (hlm. 37-42).
Kebiasaan
membaca dan menulis tentu bermanfaat bagi guru. Diakui atau tidak, guru di
negeri ini masih lemah terkait hal tersebut. Hal ini terbukti salah satunya
dari mandeknya kenaikan golongan guru yang mensyaratkan karya tulis ilmiah yang
berupa artikel ilmiah populer, makalah, buku, diktat, modul maupun karya
penelitian. Membuat karya tulis kerapkali menjadi sandungan. Karena tak mampu
dan kurang mau menulis, guru mentok di golongan IV/a. Terlalu sedikit guru yang
menembus golongan IV/b, apalagi golongan IV/d. Selain itu, dengan tekun membaca
dan menulis, guru akan mampu memperkaya dan mengembangkan keilmuannya.
Untuk dapat menjadi
guru berprestasi, pembelajaran kepada siswa tak bisa dialpakan. Bagi Marjohan,
menjadi guru dengan hati adalah prinsip. Rasa simpati secara tulus kepada siswa
perlu diberikan. Menurutnya, pendekatan humanisme penting bagi guru. Dalam
kegiatan belajar-mengajar, aktivitas fun
learning perlu diciptakan, yaitu suasana belajar yang membuat siswa selalu
bersemangat dalam melakukan eksplorasi intelektual (hlm. 48). Di matanya, tak
ada siswa yang nakal, bandel, atau suka mengganggu. Yang ada hanyalah siswa
yang mengalami skin hunger atau yang
rindu akan belaian kasih sayang, Bila guru melihat seorang siswa dianggap
mengganggu, maka jangan dimarahi, dicerca, dihardik, apalagi diusir. Guru harus
bersahabat dengan siswa, mencintai siswa secara utuh, dan menerima karakter
mereka apa adanya (hlm. 50).
Baginya,
kesuksesan perlu diperoleh melalui proses panjang yang
diperkuat dengan motivasi diri secara total, bukan setengah-setengah. Aktifkan
motivasi dalam diri. Banyak orang lebih mudah dimotivasi orang lain ketimbang
memotivasi dirinya sendiri. Terlalu tergantung pada lingkungan untuk memotivasi
tentu hal yang tidak baik. Sebab, bila tak ada orang yang memberikan motivasi,
maka kita akan stagnan dan tak berdaya. Apalagi, banyak orang yang kita jumpai
malah mematikan karakter dan semangat (hlm. 147-149).
Ia juga menekankan
kepemilikan karakter untuk berprestasi yang hebat. Karakter tersebut antara
lain bertekad baja, memiliki visi dalam berkarya, tekun dan tabah, selalu
berpikir positif, bersemangat dan antusias, memiliki kemampuan relasi
antarmanusia, bersikap kreatif, bersikap jujur, pandai berkomunikasi, dan
selalu bersikap konsisten. Dalam pesannya, ia mengajak segenap warga sekolah untuk
menghargai waktu. Saat semangat kerja keras dan menghargai waktu mulai langka
di sekolah, marilah kita menjadi pionir dengan harapan mampu meningkatkan
kualitas diri dan bangsa ini (hlm. 156-169).
Buku ini perlu dibaca
sebagai inspirasi calon guru/guru untuk tak sekadar puas menjadi guru
biasa-biasa saja. Jadilah guru berprestasi dan tak letih belajar mengembangkan
diri. Begitu.
(HENDRA SUGIANTORO).
0 komentar:
Posting Komentar