Pelajar Jogja Tak Perlu Tawuran

Oleh: HENDRA SUGIANTORO
Dimuat di Pustaka SKH KEDAULATAN RAKYAT, Minggu, 14 April 2013


Judul Buku: The Gank Black Anathema Penulis: Komikus Rif’an Penerbit: de TEENS (DIVA Press), Yogyakarta Cetakan: I, Februari 2013 Tebal: 272 halaman

Tawuran sebenarnya tak hanya terjadi di kalangan pelajar. Fakta sosial menunjukkan bahwa siapa pun sering melakukan tawuran. Pihak mana pun yang melakukan, tetap saja menimbulkan keprihatian. Budaya kekerasan semestinya tak ditunjukkan masyarakat yang beradab. Novel ini menarik dibaca demi penciptaan suasana Yogyakarta yang kondusif, damai, dan aman. Meskipun yang dijadikan tokoh adalah pelajar, tapi siapa pun bisa memetik pelajaran di dalamnya.

Dalam jalinan cerita novel ini, keberadaan geng di kalangan pelajar menimbulkan kerisauan. Geng yang dikenal berbahaya bernama Black Anathema. Melihat situasi itu, ada kalangan pelajar yang beriktikad membasmi geng-geng yang suka berbuat ulah di kota Yogyakarta ini. Kalangan pelajar itu disebut kelompok aliran putih yang dipimpin seorang cewek bernama Fiki. Pihak pemerintah juga berharap Fiki dan kawan-kawannya mampu menyadarkan geng-geng aliran hitam yang sering berbuat onar.

Usaha itu tak mudah. Geng-geng aliran hitam sering menunjukkan kuasanya dan tak kenal lelah adu otot. Tiba-tiba, ada tawuran dahsyat yang terjadi di Malioboro. Dalam situasi genting itu, Fiki panik. Terhadap pimpinan utama geng aliran hitam bernama Dewi Kamboja, Fiki berteriak, “Apa kamu nggak punya hati, Dewi Kamboja? Kita semua masih anak SMA. Kita harusnya nggak kayak gini. Belajar. Harusnya kita semua belajar di sekolah, bukan bertarung saling bunuh seperti ini. Apa kamu nggak pernah berpikir seperti itu?”(hlm. 257).

Novel bergaya remaja ini ingin membangun spirit pelajar di Yogyakarta agar berlaku mulia. Budaya tawuran selayaknya tak dimiliki kaum pelajar di kota Yogyakarta tercinta ini. Meskipun tawuran dilakukan oleh oknum pelajar yang tak bertanggung jawab, namun tetap meresahkan. Novel ini seolah-olah memberi pesan bahwa tawuran pelajar lebih efektif diatasi dengan membentuk kelompok di kalangan pelajar sendiri yang tugasnya menyadarkan teman-temannya. Kelompok pelajar beraliran positif meluaskan pengaruhnya, sehingga pelajar-pelajar di Yogyakarta lebih mengedepankan budaya belajar dan perilaku positif. Begitu.(HENDRA SUGIANTORO).

0 komentar: